Oleh: Aisyah Begum, Riau.
Setiap kita sebenarnya bisa menjadi pahlawan, dengan ranah dan masing-masing tanggungjawab yang diemban, dengan berjuang untuk menjadi manusia yang bermanfaat lagi lebih baik.
Peringatan Hari Pahlawan, 10 November telah kita lewati. Berbagai artikel berupa narasi dan opini menghiasi jejak literasi, mengulas sepak terjang Pahlawan dari berbagai sudut pandang.
Menjadi seorang Pahlawan atau mendapatkan gelar Pahlawan tentu menjadi impian bagi setiap orang. Rasa kagum dan pujian yang digaungkan banyak orang akan menjadi sebuah kebanggaan sepanjang zaman. Namun seperti apa arti Pahlawan itu sesungguhnya?
Para Pahlawan sejatinya tak pernah berharap nama-nama besar mereka tercatat dengan tinta emas dalam buku sejarah. Tak telintas keinginan agar namanya diabadikan dan disematkan pada nama lembaga pendidikan, bandara, jalan atau nama untuk berbagai tempat lainnya, sebagai simbol penghormatan atas jasa-jasanya.
Pahlawan sejati juga bukan hanya sosok yang menjadikan tujuan utamanya untuk bisa diundang ke istana negara demi menerima anugerah bintang Mahaputera atau sejenisnya. Mereka semua berkorban dengan penuh cinta dan keralaan. Karena tujuan utamanya adalah melahirkan kasih sayang dan kedamaian demi tegaknya rasa persatuan dan kemanusiaan.
Dalam dunia Islam sosok Pahlawan sejati itu nyata tergambar pada wujud suci Rasulullah SAW yang menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup. Berbagai peperangan melawan kedzaliman Beliau SAW hadapi dengan mengedepankan cinta dan kasih sayang demi terwujudnya perdamaian sesuai perintah-Nya. Bahkan Allah Ta’ala telah menyatakan dalam Al-Quran bahwa sosok agung Beliau SAW merupakan rahmat bagi sekalian alam:
Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya:107)
Betapa banyak pahlawan sejati yang lahir di negeri ini menerapkan nilai-nilai akhlak beliau dalam berjuang. Mereka berkorban tulus ikhlas dengan cinta. Berjuang tanpa kenal lelah karena dorongan rasa kasih sayang pada sesamanya. Bukan untuk dipuja atau mengedepankan kepentingan pribadinya.
Mengutip beberapa catatan dari para Pahlawan, salah satunya ungkapan Sang Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara:
“Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bagi bangsanya, dan bermanfaat bagi manusia pada umunya.”
Hal ini sejalan dengan Hadits Nabi Saw bahwa “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.” (HR. Ath-Thabari dalam al-Mu’jam al-Awsath VI/58).
Di tempat lain Pahlawan wanita kita Cut Nyak Dien, wanita tangguh yang penuh keberanian menorehkan sebuah ungkapan yang cukup indah:
“Dalam menghadapi musuh, tak ada yang lebih mengena dari senjata kasih sayang.”
Cinta dan kasih sayang sejatinya adalah landasan sejati untuk melindungi nilai-nilai kemanusian, demi mewujudkan perdamaian di dunia dan melawan keserakahan hasrat segelintir manusia.
Setiap kita sebenarnya bisa menjadi pahlawan, dengan ranah dan masing-masing tanggungjawab yang diemban, dengan berjuang untuk menjadi manusia yang bermanfaat lagi lebih baik. Semua orang tua adalah pahlawan keluarga dengan menjadi tauladan yang baik dan penuh tanggung jawab atas anak-anaknya. Semua Guru adalah pahlawan pendidikan dengan memberikan contoh dan ilmu kebaikan bagi generasi bangsa. Semua petani adalah pahlawan bagi kita dengan hasil bumi yang mereka tamam demi ketahanan pangan masyarakat. Semua tenaga kesehatan adalah pahlawan bagi kita dengan pengabdian mereka untuk masyarakat. Kita semua adalah pahlawan bagi bumi dan isinya selama kita menjaga kelestrian alam dan kebersihan lingkungan. Semua pemimpin adalah pahlawan selama kebaikan dan kesejahteraan rakyat yang diperjuangkannya. Semua tokoh agama adalah pahlawan bagi ummatnya, selama mengajak manusia ke jalan Tuhan dengan penuh cinta dan kedamaian, serta menjauhi kebencian dan perpecahan.
Selamat Hari Pahlawan.