Dalam hidup, selalu ada fase-fase tertentu yang harus dijalani. Akan selalu ada proses adaptasi dan kembali pada garis start. Akan selalu ada kebingungan dan pertanyaan yang muncul ketika pada situasi yang baru. “Kemanakah aku harus melangkah selanjutnya?”
“Apakah jalan yang aku lalui ini benar?”
“Akankah jalan ini membuatku bahagia?”
Keresahan seperti itulah yang pasti dialami pada fase quarter life crisis. Fase yang biasa dialami pada usia 20 hingga awal 30 tahun, periode dimana seseorang merasakan sebuah ketidakpastian dan pencarian jati diri.
Berada pada quarter life crisis terkadang menjadikan kalimat “Takut menjadi dewasa,” menjadi sebuah alasan untuk diam tak melangkah. Entah karena keraguan akan kemampuan diri atau takut akan beban dan tanggung jawab yang kelak akan dipikul, atau justru keduanya, complicated memang. Jika harus menggambarkan dalam warna, mungkin fase ini seperti warna abu–abu. Tidak begitu gelap, tapi tetap membuat diri tak bisa merayap.
PPikira–pikiran, “Mengapa aku tidak seperti dia?”
“Akankah aku sanggup menjadi sepertinya?” pun terus merasuk dan mulai memerintahkan otak mempertanyakan segalanya. Hati menjadi tak tenang, seakan hidup diri ini tak semenyaenangkan mereka. Jika ddipiki–pikir, lucu memang. mengapa harus membandingkan diri dengan orang lain?
Watak dan kepribadian setiap orang berbeda, ya pasti jalan hidup masing–masing pun akan berbeda pula. Franklin Roosevelt pernah berkata “Satu-satunya batasan untuk meraih mimpi adalah keraguan kita akan hari ini. Marilah maju dengan keyakinan yang aktif dan kuat.”
Masih banyak waktu untuk dapat mencoba, merasakan dan memilih jalanmu. Take your time, trust the process, and be responsibility. Tak apa ketika jalan yang kelak dipilih membuatmu tersesat, karena akan selalu ada jalan kembali untuk menemukan jalan yang membuatmu berfikir, “Inilah yang saya cari selama ini.” Seraya terus melangkah menemukan jalan hidup diri, panjatan do’a harus selalu mengiringi.
Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 46: “Dan mohonlah pertolongan (Allah SWT) dengan sabar dan do’a.” Ingatlah, kau tidak sendirian di dunia ini, Allah Ta’ala akan selalu dengan murah hati menunjukkan jalan terbaik kepada hamba-Nya yang berikhtiar.
Hidup tetap harus terus berjalan. Boleh melambatkan langkah, tapi jangan sampai surut arah. Jika fase ini membuat hati meragukan segalanya termasuk kemampuan diri. Lakukan perubahan! agar menjadi orang yang pantas bagi diri sendiri, menjadi orang yang akan menyeru pada diri sendiri, “Aku bisa menjadi ssepert mereka, menemukan jalanku sendiri.”
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS. Ar-Ra’d: 12). Ingatlah, jangan tenggelam pada lautan penghakiman diri. Tegakkan kepala, teguhkan hati untuk memantaskan diri, percayakan pada diri yang telah berjalan dengan kuat hingga detik ini.
Fase quarter life crisis akan menuntut diri menjadi dewasa dengan sendirinya. Memang begitu berat untuk meninggalkan pintu remaja menuju pintu dewasa. Berulang kali diri akan merasa tidak percaya akhirnya tiba memasuki dunia yang ditunggu-tunggu semasa menempa pendidikan. Tapi nyatanya keraguan begitu besar muncul menghadang. Takut akan standar-standar dunia dewasa yang selalu melayang tersirat. Tapi seyogiyanya, tak perlu menjadi standar dewasa orang lain, cukup menjadi standar diri sendiri.
Temukanlah jalan yang kelak akan membuatmu bahagia, bukan jalan yang hanya memuaskan kebahagiaan orang lain. Karena jalan ini akan menjadi jalan terpanjang dalam hidupmu, jalan yang akan menjadi pengingat akan namamu kelak. Ingatlah, menjadi dewasa memang tidak seinstan itu, perlu tempaan yang begitu kuat untuk membentuknya. Inilah langkah pertama yang harus dilewati, menghadapi sebuah krisis dalam seperempat hidup.
Untuk kamu yang tengah berada pada quarter life crisis, mari bersama-sama melangkahkan kaki dengan penuh kebanggaan pada diri sendiri. Hargailah usaha dan jerih payah diri dalam mencapai jalan yang kau inginkan. Hujani diri dengan kalimat-kalimat, “Terima kasih wahai diri ini, sudah membersamai suka dan duka.” “Terima kasih wahai diri ini, sudah memiliki tujuan dan mimpi yang akan digapai.”
“Wahai diri, tetaplah bersama menjadi sosok yang kuat untuk melangkah.”
Tak perlu terburu-buru mendapatkan mimpi dan kebahagianmu. Tidakkah kau sadar bahwa dirimu di masa depan tengah menatapmu saat ini sambil tersenyum seraya mengatakan “kau sudah bisa melewatinya dengan baik.”
Kontributor : Ammatul Rizkia Toyyibah