Oleh : Nanang Salman Lesmana
Keyakinan akan terwujudnya khilafat didalam agama Islam merupakan suatu keniscayaan yang tertuang didalam al-quran karim, hal ini pun telah terjadi didalam sejarah panjang umat Islam berkenaan dengan Khilafat. Khilafat merupakan sistem kepemimpinan ditengah-tengah umat Islam setelah sistem kenabian.
Diawali pada zaman kenabian kepemimpinan Umat Islam dipimpin oleh seorang Nabi yakni Nabi Muhammad Saw kemudian setelah Nabi Muhammad Saw wafat maka kepimimpinan sistem kenabian digantikan oleh kepemimpinan sistem Khilafat yang dipimpin oleh seorang khalifah.
Sebagaimana sejarah mencatat ketika Nabi Muhammad Saw wafat maka kepemimpinan beliau digantikan oleh para sahabat beliau Saw yang disebut sebagai Khilafutul Rasyidiin, sahabat Nabi Saw yang menjadi khalifah diantaranya Hadhrat Abu Bakar As-sidiq ra, Umar bin Khathab ra, Usman Bin Affan ra dan Ali Bin Abi Tholib ra.
A. Janji Allah Taala di dalam Alquran akan Menjadikan Khalifah.
Sebagaimana dialam al-quran surah An-Nur ayat 56
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ يَعۡبُدُونَنِي لَا يُشۡرِكُونَ بِي شَيۡٔٗاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ
Artinya : “Allah telah berjanji kepada orang-orang dari antara kamu yang beriman dan beramal shaleh bahwa sesungguhnya Dia akan menjadikan mereka itu khalifah-khalifah dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah-khalifah dari antara orang-orang sebelum mereka, dan dia pasti akan meneguhkan agama yang Dia telah pilih untuk mereka, dan pasti dia kan memberi mereka kedamaian dan keamanan sebagai ganti ketakutan, mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak akan menyekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Kemudian barang siapa yang ingkar dan tidak bersyukur sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang durhaka”.
Keterangan dari ayat diatas dijelaskan tafsirnya sebagai berikut: ayat itu disebut ayat “Istikhlaf”. Didalamnya hal ini dijelaskan, bahwa sebagaimana Allah Swt selalu menjadikan khalifah – khalifah sesudah kewafatan Nabi dimasa lalu, sesudah kewafatan Rasulullah pun hal ini akan terus berlangsung. Khilafat itu mengambil cahaya dari Nabi dan menyebarkannya. Setiap khalifah akan wafat, jamaah diliputi perasaan takut yang dengan karunia-Nya berkat Khilafah akan merubahnya menjadi perasaan aman. Maka tanda kebenaran Khilafat ialah Ia merubah rasa tidak aman menjadi rasa aman. Inilah yang disabdakan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ( Al-Masih Al-Mau’ud as ) di buku beliau yang berjudul Al-Wasiyat; bahwa sesudah wafatnya seorang Nabi atau khalifah, untuk sementara waktu jamaah akan merasakan bahwa sekarang musuh akan memadamkan cahaya kenabian itu. Tapi diayat Istikhlaf ini ada janji yang qath’i, bahwa setiap musuh akan gagal. Tujuan kenabian adalah tegaknya tauhid di dunia. Ini juga tanda kebenaran Khilafat, bahwa tujuan akhirnya adalah tegaknya tauhid.
Arti khilafat dalam kamus bahasa arab berasal dari kata kho-la-fa, yakh-lu-fu, khi-laa-fa-tan, yang artinya menggantikan, meninggalkan, pengganti atau pewaris. Jadi khilafat adalah kepemimpinan sebagai peganti untuk mengatur kehidupan suatu umat. Orang yang memimpin untuk mengatur umat disebut “Khalifah”(al-Kholifatu).
Setiap Allah mengangkat seorang Nabi, Dia juga yang akan mengangkat seorang Khalifah. Dia memilih orang yang paling layak untuk menjadi seorang Khalifah, dan membimbing umat Islam yang bertakwa untuk mewujudkan Kehendak-Nya melalui proses pemilihan Khalifah. Dengan demikian pemilihan Khalifah yang dipilih oleh orang – orang bertakwa, tapi sebenarnya Kehendak Allah-lah yang membimbing jiwa mereka untuk memilih Khalifah Pilihan-Nya. Begitu seorang Khalifah terpilih, dia akan menjadi Khalifah hidup sebagai bukti hidup dari Kehendak Tuhan.
Khilafah mengukuhkan kekuasaan Allah di bumi, dan Khalifah berjuang untuk menegakkan kekuasaan itu di dalam jamaah pengikutnya. Bagi orang-orang yang beriman, Khilafah adalah perwujudan Tauhid Ilahi, karena mereka memilih untuk menerima kekuasaan Ilahi melalui pribadi Khalifah. Orang-orang beriman mengambil bagian dari berkat Khilafah dengan memegang teguh iman dan amalan-amalan mereka, bersatu di bawahnya.
B. Hadits Tentang Masalah Khilafat
Sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw telah menubuwahkan bahwa akan ada 4 (empat) masa kepemimpinan dalam Islam yaitu dimulai dari masa Rasulullah Saw sendiri sebagai Khilafah Ala Minhajin-Nubuwwah pertama sampai dengan datangnya Imam Mahdi (Masih Mau’ud a.s) sebagai Khilafah Ala Minhajin – Nubuwwah kedua. sebagaimana sabdanya:
حدثنا سليمان بن دوود الطيالسي حدّثني داود بن إبراهيم الواسطي حدثني حبيب بن سالم عن النعمان بن بشير قال : كنا قعدوا في المسجد مع رسول الله ﷺ وكان بشير رجلا يكف حديثه فجاء أبوثعلبة الخشني فقال : يا بشير بن سعد أتحفظ حديث رسول الله ﷺ في الأمراء، فقال حذيفة : أنا أحفظ خطبته فجلس أبو ثعلبة فقال حذيفة : قال رسول الله ﷺ : ” تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها ، ثم تكون خلافة على منهاج النبوة، فتكون ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها، ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها، ثم تكون ملكا جبريا فتكون ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها، ثم تكون خلافة على منهاج النبوة. ثم سكت
“Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.”
(Dikeluarkan oleh: Imam Ahmad; Musnad Imam Ahmad no.18319 hal.162 Jilid 14 cet.Darul Hadits) Hadits ini bersumber dari Musnad Imam Ahmad, hadits no.17680, juga musnad al Bazzar (no. 2796). Riwayat ini termasuk hadits marfu’ (bersambung hingga sampai Rasulullah saw).
Dalam mengomentari hadis Imam Aḥmad rh tentang Khilāfah ‘alā Minhāj an-Nubuwwah, Mullā ‘Alī al-Qāri’rh mengatakan:
وَالْمُرَادُ بِهَا زَمَنُ عِيْسٰى عَلَيْهِ السَّلَامُ وَالْمَهْدِيُّ رَحِمَهُ اللّٰهُ.
“Maksudnya adalah zaman ‘Īsā as dan Al-mahdi as.” (Lihat: Mirqāt al-Mafātīḥ Syarḥ Misykāt al-Maṣābīḥ, Kitāb ar-Riqāq, Bāb al-Indzār wa at-Tandzīr, no. 5378)
Dari nubuatan Rasulullah Saw diatas jelas bahwa ada empat masa dalam kepemimpinan Islam yakni:
Masa Kenabian (Nabi Muhammas Saw )
Masa ini, jelas merujuk kepada masa Kenabian Nabi Muhammad Saw. karena Beliau Saw yang memimpin umat muslim dalam satu Jama’ah dan Imamah. mereka mengamalkan wahyu Allah dengan mengikuti suritauladan Rasulullah Saw. Adapun Orang yang pertama memenuhi seruan Rasulullah Saw ialah Hz. Khadijah dari kalangan wanita, Hz. Abu Bakar dari kalangan pria, dan Hz. Ali bin Abi Thalib serta Zaid bin Haritsah dari kalangan pemuda, termasuk shahabat-shahabat besar seperti ‘Utsman bin ‘Affan, Hamzah bin ‘Abdul Muthalib, ‘Umar bin Khaththab dan lain-lainnya. ini berlangsung selama 23 tahun kenabian Rasulullah saw.
Masa Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah ( Al-Khulafaur-Rasyidin )
Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah adalah masa kepemimpinan yang mengikuti jejak Kenabian Nabi Muhammad Saw, Masa Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah ini, dimulai sejak wafatnya Rasulullah Saw. Masa ini kita kenal dengan kepemimpinan Al-Khulafaur-Rasyidin seperti; Abu Bakar Ash-Shidiq, ‘Umar bin Khaththab, ‘Usman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib r.a.
Sebelum wafat Rasulullah Saw. telah berwasiat kepada umat muslim agar selain berpegang teguh pada Sunnah beliau Saw, juga berpegang pada Sunnah Khulafaur Rasyidiin Al-Mahdiyin, seraya bersabda Saw :
“Aku berwasiat kepada kamu sekalian agar tetap bertaqwa kepada Allah, mendengar dan tha’at, sekalipun yang memimpinmu seorang budak Habsyi, karena orang yang hidup diantara kamu di kemudianku, akan melihat perselisihan yang banyak. Maka dari itu, hendaklah kamu berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyin (para Khalifah yang mendapat petunjuk yang benar). Hendaklah kamu pegang teguh akan dia, dan kamu gigitlah dengan geraham. Dan kamu jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan, karena sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan itu bid’ah dan semua bid’ah itu sesat”.(HR. Ahmad dari Al-Irbadh bin Sariyah, Musnad Ahmad, Jilid 4:126-127, Sunan Abu Dawud, Jilid 4:200-201)
Masa Kerajaan-kerajaan yang menggigit (Mulkan‘Adhan), dan masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyah)
Masa Mulkan Adhon kerajaan-kerajaan yang mengigit dan Mulkan Jabariyyatan kerajaan yang menyombong/takabur. Setelah syahidnya Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, Maka Mu’awiyah bin Abi Sufyan tampil memimpin umat Muslim dan dialah yang merubah kepemimpinan Umat muslim menjadi kerajaan. Dan raja pertama dari keturunan ‘Umayyah. Dan Mu’awiyyah telah memegang kendali kepemimpinan Muslimin dari 41-80 H (661-680 M). Kemudian diteruskan oleh putranya bernama Yazid, dan kemudian diteruskan oleh keturunan Bani Umayyah sampai raja yang terakhir Marwan bin Muhammad bin Marwan (128-131 H/744-750 M) itupun tidak berlangsung lama.
Sistem kerajaan baik (Mulkan ‘Adhan maupun Mulkan Jabariyyatan), pada awalnya ada kemajuan pesat dan Islam meluas ke seluruh Jazirah Arabia, Asia Selatan, Afrika dan sebagian Eropa, namun terdapat keretakan dalam kepemimpinannya karena mereka telah mengantikan sistem Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah dengan Mulkan ‘Adhan maupun Mulkan Jabariyyatan. Akibatnya, tiap-tiap individu umat Islam pada waktu itu tidak saling menyatu baik dalam perasaan, pemikiran maupun sistem/aturan, sehingga lenyaplah kehidupan Islam yang berlandaskan atas aqidah dan syariah Islam di dalam kehidupan mereka dalam bermasyarakat.
Secara zahir, Umat Muslim pun masih berada dibawah satu kepempimpinan yakni dibawah Mulkan Adhon dan Mulkan Jabariyyatan namun oleh Allah SWT tidak menghendaki itu berlangsung lama. dengan runtuhnya Dinasty ‘Utsmadiyyah di Turki pada tahun 1342 H/1924M, setelah lebih dahulu pada 1 Nopember 1922 M, Sultan Muhammad IV diturunkan dari tahtanya oleh Turki Muda Nasional pimpinan Mustafa Kemal Pasya. Masa kekuasaan Mulkan Adhan dan Mulkan Jabariyatan, berlangsung sekitar 1263 tahun (661 M – 1924 M). Mengisi kevakuman selama masa itu, wujud Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian, diamanahkan Allah SWT., kepada para Mujadid, yang bangkit di setiap permulaan abad, sesuai dengan janji-Nya kepada Nabi Muhammad Saw:
“Innallooha yab’atsu lihaadihil ummati ‘alaa ro’si kulli miatin sanatin mayujaadi laha diinaha”
“Sesungguhnya Allah berjanji kepada umat ini bahwa pada setiap permulaan abad, Dia akan membangkitkan seorang Mujadid yang akan memperbaharui bagi mereka agama mereka” (Abu Dawud).
Masa Khilafat ‘alaa Minhajin Nubuwwah
Proses berdirinya Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah ke II, memiliki kesamaan dengan proses berdirinya Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah ke I :
1. Sama-sama diawali dengan kebangkitan seorang Reformer : Muhammad – Rasulullah Saw. dan Mirza Ghulam Ahmad – Imam Mahdi-Masih Mau’ud a.s,.
2. Sama-sama dipilih dari dan oleh orang-orang beriman, dengan cara yang diajarkan Al-quran dan dicontohkan Rasulullah Saw: (Ali Imran, 3:159; Asy-Syuura, 42:38).
3. Sama-sama memikul tugas risalah Nabi : memenangkan agama (Islam), diatas semua agama (Ash-Shaf, 61:9).
4. Sama-sama bercorak agamis, bukan bercorak politis. Wilayah kekuasannya universal – global, tidak mengenal toritorial batas negara, meliputi seluruh alam dan seluruh hati umat manusia.
Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah ke II, berdirinya setelah diawali dengan kebangkitan seorang Reformer (pembaharu), hal ini telah dialami oleh Mirza Ghulam Ahmad, bahwa beliau mendapat wahyu diutus Allah swt. sebagai Mujadid A’dham abad XIV H, Imam Mahdi-Masih Mau’ud a.s., dengan missi melanjutkan risalah Rasulullah Muhammad Saw.
Tiga tahun sebelum kewafatannya, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Mujadid A’dham abad XIV H, Imam Mahdi-Masih Mau’ud a.s, mengkabarkan kepada orang-orang yang mengimaninya, bahwa sepeninggal beliau akan tampil Kudrat kedua. seperti Khalifah-Khalifah Abu Bakar ra, ‘Umar ra, ‘Usman ra, dan ‘Ali, ra sepeninggal Rasulullah Saw. “Aku lahir sebagai suatu Kudrat dari Tuhan. Aku adalah Kudrat Tuhan yang berjasad. Kemudian sesudah aku, akan ada lagi beberapa wujud yang jadi mazhar – cerminan atau tempat zahir – Kudrat kedua, Hendaknya tiap jemaat para shalihin di setiap negeri senantiasa berhimpun dan terus menerus berdoa, supaya Kudrat kedua turun dari langi. Hendaknya, orang-orang tua jemaat yang berjiwa suci, sepeninggalku menerima bai’at atas namaku dari orang-orang”, pesan Pendiri Ahmadiyah kepada orang-orang yang mengimannya seperti ditulis beliau dalam bukunya berjudul: Al-Wasiyat.
Khilafah Ahmadiyah Berdiri Sebagai Khalifah Islam Saat ini
Pada tanggal 26 Mei 1908, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Imam Mahdi dan Al-Masih Al-Mau’ud as wafat. Tanggal 27 Mei 1908, sesuai dengan pesan didalam buku Al-wasyiat, dan sesuai dengan petunjuk al-quran (Ali Imran, 3:159; Asy-Syuura, 42:38), juga Sunnah para Sahabat Rasulullah Saw secara aklamasi terjadi pemilihan Khalifah yang dinamakan Khalifatul Masih atau Khalifah pengganti Al-Masih Al-Mau’ud as, terpilih Hadhrat Al-Haj Maulana Hakim Nuruddin rh sebagai Khalifatul Masih I (1908 – 1914). Cara yang sama, dilakukan saat memilih Hadhrat al-Haj Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad rh sebagai Khalifatul Masih II (1914 – 1965), Hadhrat Al-Hafiz Mirza Nasir Ahmad rh sebagai Khalifatul Masih III (1965 – 1982), Hadhrat Mirza Thahir Ahmad rh sebagai Khalifatul Masih IV (1982 – 2003), dan Hadhrat Mirza Masroor Ahmad sebagai Khalifatul Masih V (2003 hingga sekarang). Dengan demikian, silsilah Khilafah ini, sudah berada di Masa silsilah Khilafah yang ke-5, dan sudah 113 tahun (27 Mei 1908 – 27 Mei 2021) silsilah Khilafah ini telah berdiri.
Silsilah Khilafah ini bercorak kerohanian atau bersifat agamis dan tidak berpolitik. Dalam sapaan kesehariannya Khilafat ini disebut: Khilafah Al-Masih atau Khilafah Al-Ahmadiyah. Disebut Khilafah Al-Masih atau Khalifatul Masih, karena ia merupakan pengganti atau pelanjut dari Mujadid A’dham abad XIV hijriah yang menyandang gelar Al-Masih Al-Mau’ud as. Disebut Khilafah Al-Ahmadiyah atau Khalifah Ahmadiyah, kerena ia berada dalam silsilah Jamaah Ahmadiyah, dengan segala ciri dan karakternya. Tetapi, esensi fungsi dan missi dari Khilafah ini ialah melaksanakan tugas Risalah An-Nubuwwah Muhammad Saw, yakni: Liyud hirahu ‘alad-diini kullihi – memenangkan agama (Islam) diatas semua agama (Ash-Shaf, 61:9). Oleh karena itu, istilah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah menjadi namanya juga dan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari silsilah Khilafah ini.
Untuk menyempurnakan missinya, pada 23 Maret 1889, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Imam Mahdi Al-Masih Al-Mau’ud a.s, mendirikan Jamaah / organisasi bernama: Jama’ah Ahmadiyah. Ahmadiyah hanyalah wadah perjuangan, didirikan hanya untuk membedakan wadah perjuangan ini dengan wadah-wadah perjuangan yang lain. Nama Ahmadiyah diambil dari nama Rasulullah Saw yang ke dua yaitu Ahmad. Mengisyaratkan, warna perjuangan Jama’ah Ahmadiyah dalam upaya: Yuhyiddiina wa yuqimus- syari’ah – menghidupkan agama dan menegakan syariat Islam, dan Liyud hirahu ‘alad-diini kullihi – memenangkan agama (Islam) diatas semua agama, hanya dengan sifat Jamali – keindahan dan keluhuran akhlak Islam dan akhlaq Rasulullah Muhammad Saw bukan dengan sabetan pedang.
One thought on “KHALIFAH ISLAM SAAT INI”