By : Mln. Harpan Aziz Ahmad, Kepulauan Seribu -DKI Jakarta.
Dan barangsiapa menyelamatkan nyawa seseorang, maka ia seolah-olah menghidupkan seluruh manusia.
(Qs. Al-Maidah, 5:33)
Bukan suatu hal yang mengada-ada bahwa kondisi di tengah pandemi covid_19 ini telah memunculkan kegalauan dan ketakutan yang luar biasa. Bagaimana tidak, sejak awal maret lalu ketika wabah ini terdeteksi masuk di negeri ini, belum ada tanda penurunan dalam penyebarannya. Bahkan Juru Bicara Pemerintah untuk Covid_19, Achmad Yurianto dalam keterangan resminya per hari ini (31 Mei 2020) mengkonfirmasi bahwa pasien positif Covid_19 naik 700 orang menjadi 26.473 dan total pasien yang meninggal mencapai 1.613 orang.[1]
Lonjakan pasien positif Covid_19 ini tidak lah terjadi secara alami, melainkan karena ketidak-teraturan sebagian masyarakatnya terhadap peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah. Prosedur perlindungan diri dan himbauan #stayathome –jika tidak ada urusan yang mendesak, banyak dilanggar dengan alasan-alasan yang kurang benar semisal tradisi mudik dan atau ketupat lebaran. Karenanya maka tak heran jika kemudian hastag #indonesiaterserah menjadi tranding di media social, satu bentuk kekecewaan dari tim medis yang merasa perjuangannya di garda terdepan disia-siakan.
Memang menjadi PR besar Pemerintah untuk terus memberikan penyadaran bahwa komitmen untuk seiring sejalan antara pemerintah dan rakyat adalah senjata andalan melawan corona. Sebaliknya, ketidak pedulian warga merupakan batu sandung terbesarnya. Kita semua tahu bahwa corona tidak hanya menyerang negara kita saja, hampir di seluruh dunia wabah ini ada. Dan dimana negara yang ketertibannya tidak dijaga, maka di sana menjadi lumbung pengintai nyawa.
Amerika Serikat mendapat gelar pertama dengan kasus corona terbanyak mencapai 1.816.601 kasus. Dari total itu, 105.551 orang telah meninggal dunia. Brazilia menduduki posisi kedua setelah virus dari Wuhan – China itu tidak ditangani secara serius oleh pemerintahnya. Dari 498.440 kasus, 28.834 orang telah meninggal dunia. Urutan ketiga adalah Rusia dengan 396.575 kasus, dan 4.555 orang darinya meninggal dunia.[2]
Nasib buruk yang dialami oleh Amerika, Brazilia ataupun Rusia itu tak semestinya dialami oleh Indonesia. Karena sebagai bangsa yang besar, Indonesia memiliki falsafah hidup yang lengkap dimana tergambar dalam nilai-nilai Pancasila yang merupakan jati diri bangsa. Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan butir pertama dari Pancasila adalah landasan keyakinan kita untuk tetap optimis dalam melangkah, karena kita yakin bahwa Dia yang kita Esa-kan itu, senantiasa menyediakan solusi dan jalan keluar dari setiap permasalahan, sekompleks apapun permasalahan itu. Sebagaimana firman-Nya;
وَلَا تَايْئَسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللهِ
“Dan janganlah kamu putus asa akan rahmat Allah..” (Q.S. Yusuf :88).
Kemanusiaan yang adil dan beradab, butir kedua Pancasila menuntut kita untuk memperhatikan hak-hak satu sama lain. Nilai luhur dari keadilan tentu tidak melulu soal sama-rata, tetapi juga tentang menempatkan sikap yang tepat sesuai waktu dan keadaan. Misalkan, sebagai warga negara kita punya hak untuk bergerak kesana-kemari, berkumpul dengan kawan ataupun kerabat. Namun dalam kondisi darurat seperti saat ini, kita perlu korbankan hak kita itu dengan mematuhi anjuran pemerintah. Seperti; beraktifitas di rumah, beribadah di rumah, tidak mudik saat lebaran, tidak berkerumun dan membuat keramaian-keramaian tanpa alasan.
Persatuan Indonesia yang menjadi butir ketiga dari Pancasila menghendaki setiap masyarakat untuk senantiasa seiring-sejalan dengan gerak langkah Pemerintah dalam strategi-strategi dan aturan yang sudah ditentukan.
Butir ke-empat dari Pancasila adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Karenanya untuk mencapai tujuan dari sebuah rencana, program atau strategi menuntut kepatuhan kepada seorang pemimpin. Maka langkah-langkah strategis yang diambil Pemerintah dalam hal ini adalah Presiden, patut untuk didukung dan penting bagi masyarakat untuk menunjukan ketaatannya.
Dan butir kelima dari Pancasila adalah Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yakni upaya dari kelompok-kelompok atau perorangan yang menghambat langkah-langkah pada percepatan pemulihan kondisi di tengah wabah ini harus ditindak, karena penerapan sangsi kepada para pelanggar aturan adalah satu bentuk pemenuhan keadilan bagi masyarakat yang taat pada aturan.
Jadi sebetulnya, Bangsa ini punya solusi dari krisis dunia karena pandemi ini. Karenanya maka, Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 juni ini, adalah momen baik bagi kita untuk bersama-sama bangkit melawan pandemi covid_19 dengan mengamalkan spirit dari Pancasila tadi. Terlebih peraturan baru yang akan kita jalani adalah new normal atau normal baru yang menuntut kesadaran diri dari masing-masing individu warga, untuk tertib menjalani prosedur keamanan diri dan menerapkan pola hidup yang sehat lagi bersih. Kita mesti sadar bahwa, penjagaan terhadap diri di masa pandemi ini bukanlah termasuk keegoan yang perlu disesali. Bahkan sebaliknya ia menjadi jihad dalam melawan pandemi, sebagaiman yang telah Allah Ta’ala firmankan;
و من احياها فكانّما احيا النّاس جميعًا
Bahwa “Dan barangsiapa menyelamatkan nyawa seseorang, maka ia seolah-olah menghidupkan seluruh manusia”. (Qs. Al-Maidah, 5:33)
Mari bersama wujudkan Pancasila dalam Tindakan yang nyata, selamat Hari Pancasila!
[1] Sumber : https://covid19.go.id/p/berita/kasus-positif-covid-19-naik-700-pasien-sembuh-293-meninggal-40
[2] Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20200531085403-4-162069/corona-tembus-61-juta-ini-10-negara-dengan-kasus-terbanyak