Tanggal 26 September 2015, terjadi kebakaran besar di Kompleks Masjid Baitul Futuh. Ketika gedung itu terbakar, para jamaah dari komunitas muslim Ahmadiyah dan juga masyarakat umum hanya bisa memandangi kepulan asap tanpa bisa berbuat banyak. Sayangnya, ada juga yang malah melontarkan ejekan.
Namun kemunduran ini tampaknya bukanlah gunung yang akan mutlak menghalangi kemajuan mereka. Sebaliknya, Ahmadiyah terus maju, bahkan berencana untuk membangun kompleks yang lebih besar dan lebih baik.
Pada tanggal 4 Maret 2018, Pemimpin Internasional Jemaat Ahmadiyah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad meletakkan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan Kompleks Baitul Futuh. Pekerjaan dimulai dengan kekuatan penuh, dan akhirnya terbuktilah puncak dari upaya besar ini sebagai wujud keteguhan tekad dari komunitas ini yang tak tergoyahkan.
Selama kemunduran sementara ini, Sang Khalifah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad senantiasa memberikan ketenangan beserta bimbingan kepada Jemaatnya. Beliau juga mendorong Jemaat untuk ikut serta dalam pengorbanan harta untuk pembangunan kembali. Dan seperti biasa, para Ahmadi datang dengan sepenuh hati dan menyumbang dengan penuh semangat.
Dalam Khotbah Jumat pada tanggal 17 November 2017, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad menyampaikan bahwa orang-orang yang sebelumnya tidak dapat memberikan pengorbanan untuk tujuan ini harus berusaha untuk mengambil bagian kali ini.
Berbicara tentang ejekan beberapa Muslim saat melihat kebakaran, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad dalam Khotbah Jumatnya pada tanggal 2 Oktober 2015 sangat memberikan ketenangan.
“Beberapa orang Muslim mengekspresikan kegembiraan dan menyebut SubhanAllah. Baiklah, hari ini mereka mungkin menyebut SubhanAllah dengan ejekan. Namun, Insya Allah, kita akan segera membangun gedung yang lebih baik dan lebih indah lagi, dan kita akan menjadi orang-orang yang dengan tulus mengucapkan SubhanAllah dan juga MashaAllah.”
Pada 5 Maret 2023, dunia menyaksikan betapa indahnya perkataan Pimpinan Internasional Ahmadiyah telah terwujud dengan diresmikannya kompleks Baitul Futuh.
Sebuah perjalanan keimanan, yang mungkin, para Ahmadi sangat mencecap rasa manisnya. Betapa keyakinan pada pertolongan Allah Taala, berpadu dengan ketaatan pada pimpinan (khalifah) akan membuahkan hasil yang menakjubkan dan sangat di luar dugaan.
Aktivitas Peresmian Kompleks Baitul Futuh
Sekitar pukul 17.30 waktu setempat, Khalifah Ahmadiyah tiba di Masjid Baitul Futuh di Morden, Surrey, untuk meresmikan kompleks serbaguna yang baru. Setibanya di sana, beliau menanam pohon dan kemudian membuka plakat peresmian. Beliau juga melakukan tur singkat di kompleks tersebut, memeriksa berbagai fitur dan fasilitasnya.
Pada pukul 19.10, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V tiba di Aula Tahir di Kompleks Masjid Baitul Futuh dan menyapa para tamu yang datang dari empat puluh negara di seluruh dunia untuk menghadiri Simposium Perdamaian Inggris Nasional tahun ini, sekaligus menyaksikan peresmian kompleks yang baru saja selesai dibangun.
Tema untuk acara Peace Symposium tahun 2023 ini adalah “Fondasi Perdamaian Sejati”. Fareed Ahmad Sahib, Sekretaris Nasional Jemaat Ahmadiyah Inggris untuk Urusan Eksternal, membacakan pesan khusus dari Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, yang diikuti oleh tiga pidato singkat dari para pembicara. Mereka adalah Sir Ed Davey MP, Pemimpin Partai Demokrat Liberal, Paul Scully MP, Menteri Teknologi dan Ekonomi Digital dan Fleur Anderson MP, Shadow Paymaster General.
Setelah pidato-pidato tersebut, para penerima Penghargaan Muslim Ahmadiyah untuk Kemajuan Perdamaian diperkenalkan secara singkat. Mereka adalah Barbara Hofmann (Mozambik/Swiss) dan Dr Tadatoshi Akiba (Jepang).
Dalam pidato utamanya, Pimpinan Internasional Jemaat Ahmadiyah menyoroti tujuan pembangunan masjid serta mengomentari kondisi dunia saat ini, memberikan pandangannya tentang bagaimana mencapai perdamaian dan keamanan global.
Pimpinan Internasional Jemaat Ahmadiyah mengatakan, tidak mungkin memenuhi hak-hak Tuhan tanpa memenuhi hak-hak sesama manusia dan semua ciptaan Tuhan. Muslim Ahmadiyah percaya pada prinsip-prinsip inti Islam ini. Ada korelasi langsung antara penyembahan kepada Tuhan dan memenuhi hak-hak sesama manusia.
“Dalam setiap doa harian, umat Islam membaca Surah al-Fatihah, yang menyatakan bahwa Tuhan adalah Tuhan seluruh alam dan semua orang, tidak hanya umat Islam. Dia menyediakan dan memelihara orang-orang Kristen, Yahudi, Hindu, Sikh, dan tentu saja, orang-orang dari semua agama. Dia memberi mereka kehidupan dan memenuhi kebutuhan dasar mereka melalui kasih karunia dan belas kasihan-Nya.”
Secara eksplisit beliau hendak menyampaikan bahwa sejak surat awal dalam Al-Qur’an, umat Islam diajarkan untuk tidak menyakiti orang-orang dari agama lain, menyimpan kebencian terhadap mereka, atau berbicara buruk tentang mereka, karena kita semua adalah ciptaan Tuhan semesta alam.
“Hanya dalam perdamaianlah terletak keselamatan dunia. Perdamaian adalah kunci emas untuk membuka pintu menuju kemajuan dan perkembangan masyarakat.” tegas beliau.
Siapapun yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Pengasih tidak akan pernah berusaha merusak perdamaian dan kesejahteraan orang lain. Oleh karena itu, komunitas Muslim Ahmadiyah berusaha untuk membina perdamaian dan keharmonisan di seluruh dunia semata-mata demi mencapai kedekatan dan kasih sayang Tuhan.
Hal ini telah menjadi cara yang konsisten dari komunitas ini sejak awal berdirinya. Melalui penyelenggaraan simposium perdamaian dan acara-acara serupa, yang bertujuan untuk menyatukan dunia di bawah panji-panji kemanusiaan.
Pesan-pesn perdamaian semacam ini sangat perlu untuk terus digaungkan. Tanpa perlu melihat siapa yang bicara, namun perhatikan saja apa pesannya. Al-Qur’an memerintahkan kita untuk mengejar setiap jalan terakhir untuk mencapai perdamaian, tidak peduli seberapa jauh kemungkinan keberhasilannya.
Islam mengizinkan perang defensif hanya dalam keadaan yang ekstrim, di mana ada upaya bersama untuk menghancurkan kebebasan beragama atau agama itu sendiri. Islam tidak pernah mengizinkan dan tidak akan pernah mengizinkan peperangan untuk memenuhi ambisi geopolitik.
Acara Peace Symposium 2023 diakhiri dengan silent prayer yang dipimpin oleh Hadhrat Khalifatul Masih V. Sebuah tradisi khas, yang menggambarkan bahwa setiap jiwa memiliki keinginannya masing-masing, bersamaan dengan hak yang sama untuk didengar doanya oleh Tuhan seluruh alam.