Misalkan guru anda memberi anda tiga esai yang harus diselesaikan pada akhir semester. Tapi ada tawaran yang mengejutkan. Anda akan mengirimkan ketiganya pada hari terakhir sekolah, atau anda memilih sendiri tenggat waktunya. Pilihan mana yang lebih anda sukai?
Pilihan yang biasanya diambil adalah mengirimkan esai pada hari terakhir untuk memberi anda lebih banyak fleksibilitas dan kebebasan. Bagi kebanyakan orang, dengan sengaja memperangkap diri sendiri pada tenggat waktu yang lebih awal akan tampak tidak masuk akal dan membatasi.
Dengan kecenderungan terhadap kebebasan dan fleksibilitas ini, mungkin pada awalnya akan terasa aneh menetapkan batasan untuk diri sendiri. Akan tetapi, pembatasan diri sendiri dapat menjadi alat yang efektif dalam menahan godaan dan menjauhkan kepuasan sesaat ketika ditindaklanjuti, seperti gratifikasi dan bujukan yang seringkali merusak tujuan kita.
Seperti yang dijelaskan Katy Milkman dalam bukunya, How to Change, sejarah dipenuhi dengan kisah-kisah tentang orang-orang yang telah menerapkan langkah-langkah pembatasan guna menahan godaan. Contohnya, penulis Prancis Victor Hugo, yang menunda menyelesaikan draf pertama The Hunchback of Notre Dame. Dia menunda begitu lama sehingga dia menciptakan krisis kecil untuk dirinya sendiri. Merasa putus asa untuk memenuhi tenggat waktu yang ketat dari penerbitnya, dia mengunci semua pakaiannya, kecuali satu selendang untuk menutupi dirinya. Dengan melakukan itu, ia menghilangkan godaan untuk pergi keluar dan memaksa dirinya untuk tinggal di rumah dan benar-benar menulis novelnya. Akibatnya, ia berhasil memenuhi tenggat waktunya, dan banyak orang sepanjang sejarah telah menikmati novel klasik Hugo.[1]
Dalam ranah keimanan, bulan suci Ramadan adalah contoh paling baik akan suatu bentuk komitmen keagamaan. Selama bulan ini, umat Islam memberlakukan pembatasan-pembatasan tertentu pada diri mereka sendiri dalam mengejar tujuan yang lebih tinggi. Kita sengaja menahan diri dari makan dan minum dari fajar hingga matahari terbenam, dan kita juga menghindari ucapan dan tindakan yang tidak pantas. Kedua batasan itu agar kita bisa lebih fokus pada cita-cita spiritual kita. Dengan menghabiskan lebih sedikit waktu di meja makan dan lebih sedikit waktu meringkuk di depan layar TV kita, kita menghabiskan lebih banyak waktu menempati masjid terlibat dalam doa-doa yang mendalam, berefleksi, dan membacaan Al-Quran. Meski demikian, sebuah masyarakat yang terbiasa menonton rata-rata lima jam TV per hari [3] dan secara kolektif menghabiskan hampir 200 miliar dolar untuk makanan cepat saji dalam setahun dapat melihat ini sebagai penghalang kebebasan atau beban yang tidak perlu. Bagi seorang Muslim, bagaimanapun ini adalah kesempatan untuk belajar menahan diri dan mengembangkan hubungan yang bermakna dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk memenuhi tujuan atau aspirasi apa pun, mulai dari menurunkan berat badan hingga mendapatkan pekerjaan impian, membutuhkan pengorbanan yang konsisten di sepanjang jalan. Meskipun sulit untuk tidak tunduk pada godaan, kita memaksa diri kita untuk menunda mencari kepuasan sesaat tersebut karena kita tahu bahwa kita pada akhirnya akan diberi imbalan. Apa yang membedakan puasa di bulan Ramadan dari semua upaya lain dalam hidup adalah pahala yang tak tertandingi, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana Allah SWT menyatakan, pahala puasa adalah diri-Nya sendiri, artinya Allah SWT memberikan orang yang berpuasa kedekatan khusus dengan-Nya. [4]
Maka, bukankah sangat menguntungkan bagi kita untuk menolak kepuasan sesaat di bulan ini dan sebagai imbalannya mendapatkan kesempatan untuk tumbuh lebih dekat dengan Pencipta kita? Bukankah ikatan yang hidup dengan Pencipta kita akan membebaskan kita dari belenggu dunia dan dengan demikian menjadi puncak suatu kebebasan?
Tentang Penulis: Qasim Choudhary adalah lulusan Ahmadiyya Institute of Languages and Theology di Kanada, dan menjabat sebagai Imam Jemaat Muslim Ahmadiyah di Amerika Serikat.
Alih bahasa: Seruni Fauzia Lestari
Catatan kaki:
[1] Milkman, Katherine L., How to Change: The Science of Getting from Where You Are to Where You Want to Be, [New York], Penguin Random House, [2021], pg. 53.
[2] Milkman, Katherine L., How to Change: The Science of Getting from Where You Are to Where You Want to Be, [New York], Penguin Random House, [2021], pg. 54.
[3] https://www.nytimes.com/2016/07/01/business/media/nielsen-survey-media-viewing.html
[4] Sahih Al-Bukhari, Kitab Al-Saum, Bab: Hal yaqulu innee saa’imun izaa shutima.
Sumber: Ramadan – Curbing Temptation | The Review of Religions