Dengan dunia yang melesat dengan cepat menuju perang dunia yang dahsyat dan konflik Ukraina-Rusia yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, mengancam akan meledak menjadi konflik yang lebih luas, semua solusi yang ada saat ini sepertinya tidak ada artinya. Potensi perang nuklir yang tak terpikirkan, kini mulai sering dibicarakan sebagai sebuah kemungkinan. Sebuah solusi yang berbeda diperlukan untuk membendung gelombang awan kehancuran yang berkumpul dengan cepat untuk menciptakan perdamaian abadi.
Setelah membaca Ta`awwuz dan Bismillah, Hazrat Mirza Masroor Ahmad, (aba), Pimpinan Internasional Jemaat Muslim Ahmadiyah, Penerus Kelima Al-Masih yang Dijanjikan (as) berkata:
Hadirin yang terhormat, Assalamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuhu – salam dan berkah Allah bagi Anda semua.
Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua tamu yang telah bergabung dengan kami di sini pada malam ini. Karena pandemi COVID, kami tidak dapat mengadakan resepsi tamu seperti ini selama beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, kami sangat senang bahwa hari ini, setelah jeda empat tahun, kami dapat menjamu Anda semua, baik teman lama maupun teman baru, sekali lagi.
Acara ini diselenggarakan untuk meresmikan pembangunan kembali blok administrasi kompleks Masjid Baitul Futuh, dan bersamaan dengan peresmian tersebut, kami juga menyelenggarakan Simposium Perdamaian Nasional. Oleh karena itu, saya akan mencoba untuk menyebutkan secara singkat tujuan dari sebuah masjid dan juga menawarkan pemikiran saya tentang kondisi dunia saat ini dan bagaimana mencapai perdamaian dan keamanan global.
Nilai-Nilai Inti dari Seorang Muslim Sejati
Menurut keyakinan saya, tidak mungkin memenuhi hak-hak Allah SWT atau mencapai kedekatan dengan-Nya tanpa memenuhi hak-hak sesama manusia dan semua ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, Muslim sejati menjalani hidup mereka dengan damai dan berusaha untuk menyebarkan perdamaian, toleransi, dan saling pengertian dalam masyarakat.
Memang, Muslim Ahmadiyah percaya bahwa pendiri komunitas kami diutus oleh Allah Ta’ala untuk menarik perhatian umat manusia kepada prinsip-prinsip dasar Islam yang paling mendasar, yaitu memenuhi hak-hak beribadah kepada Allah Ta’ala, memenuhi hak-hak kemanusiaan, dan berusaha menyebarkan perdamaian dan keharmonisan di seluruh dunia. Beliau mewariskan kepada kita warisan perdamaian dengan menjelaskan bahwa ada korelasi langsung antara penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan pemenuhan hak-hak umat manusia.
Ini adalah sesuatu yang perlu diingat ketika kita berkumpul di bangunan yang berdiri berdekatan dengan masjid utama ini, dan merupakan bagian dari kompleks masjid. Masjid dibangun untuk beribadah kepada Allah SWT, dan dinyatakan dalam Al-Qur’an bahwa jika seseorang tidak memenuhi hak-hak ciptaan Allah, maka doa dan ibadahnya akan ditolak. Bahkan, Al-Qur’an menyatakan bahwa ibadah orang-orang yang tidak memperhatikan hak-hak orang lain akan menjadi sarana kejatuhan dan kehinaan mereka, bukan sarana keselamatan mereka.
Masjid – Memasuki Tempat yang Damai
Lebih jauh lagi, sangat penting untuk dicatat bahwa umat Islam diperintahkan untuk membangun sebuah masjid yang menghadap ke arah Ka’bah, rumah suci Makkah, dan beribadah ke arahnya. Namun, tidak cukup hanya dengan mengarahkan arah fisik seseorang ke Ka’bah, umat Islam dan masjid mereka harus memenuhi tujuan Ka’bah, yang diuraikan dalam Surat 3, ayat 98 Al-Qur’an, di mana dinyatakan bahwa barangsiapa memasuki rumah suci Allah, maka ia akan mendapatkan kedamaian.
Ayat Al-Qur’an ini berarti bahwa seorang Muslim sejati, ketika memasuki masjid, akan memasuki keadaan damai dan dengan memenuhi hak-hak dan perintah-perintah Allah, akan menjadi mercusuar perdamaian dan keamanan bagi orang lain. Semua masjid kami secara spiritual mencerminkan Ka’bah Suci, di mana mereka tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal untuk beribadah kepada Allah SWT, tetapi juga merupakan sarana untuk memenuhi hak-hak umat manusia dan membangun perdamaian di dunia.
Sebagai Muslim, kita salat lima kali sehari, dan dalam setiap salat, kita diwajibkan untuk membaca surah pertama dari Al-Qur’an. Pada ayat kedua, Allah SWT menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam dan semua orang. Dia bukan hanya Penyedia dan Penopang umat Islam, tetapi Dia juga menyediakan dan menopang umat Kristen, Yahudi, Hindu, Sikh, dan tentu saja orang-orang dari semua agama dan kepercayaan. Dia memberi mereka kehidupan, dan Dia memenuhi kebutuhan dasar mereka melalui anugerah dan kasih sayang-Nya.
Oleh karena itu, sejak awal Al-Qur’an, umat Islam diajarkan bahwa pilar dasar ajaran Islam adalah bahwa seorang Muslim yang tulus tidak boleh menyakiti orang-orang dari kepercayaan atau agama lain, menyimpan kebencian dalam bentuk apa pun, atau menjelek-jelekkan mereka dengan cara apa pun, karena kita semua adalah ciptaan Allah SWT.
Sungguh, adalah keyakinan dan ajaran kami bahwa Allah Yang Maha Kuasa memenuhi kebutuhan mereka yang tidak menghargai anugerah-Nya dan menolak keberadaan-Nya. Dia tidak hanya memenuhi kebutuhan mereka, tetapi Dia juga memberi mereka hasil dari kerja keras mereka. Inilah konsep Tuhan Yang Maha Pengasih yang kita imani. Tentunya, mereka yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Pengasih tidak akan pernah berusaha merusak kedamaian dan kesejahteraan orang lain.
Dengan demikian, adalah semata-mata untuk mencapai kedekatan dan kecintaan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Pengasih sehingga Jemaat Muslim Ahmadiyah berusaha untuk membina perdamaian dan keharmonisan di seluruh dunia. Sejak komunitas kami didirikan pada akhir abad ke-19, di samping mengajak orang lain untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami secara konsisten mempraktekkan dan mendakwahkan pesan saling pengertian dan toleransi serta berusaha untuk membangun perdamaian sejati di dunia.
Perdamaian – Sebuah Kunci Emas
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, sebelum pandemi, kami mengadakan Simposium Perdamaian Nasional ini setiap tahun, dan kami bersyukur memiliki kesempatan untuk melanjutkan acara ini sebagai upaya untuk memajukan perdamaian. Selain itu, kami mengadakan konferensi dan acara serupa di seluruh dunia, berusaha menyatukan orang-orang, terlepas dari kasta, kepercayaan, atau warna kulit mereka, di bawah panji kemanusiaan dan berusaha mengidentifikasi solusi untuk masalah yang dihadapi dunia.
Motivasi kami adalah untuk mewujudkan perdamaian yang sejati dan abadi sehingga umat manusia dapat menyelamatkan diri dari kehancuran diri sendiri. Tujuan kami adalah untuk meningkatkan kesadaran akan fakta bahwa dunia berada di ambang bencana dan mendorong umat manusia untuk mengambil langkah mundur dan mempertimbangkan tanggung jawab kita, tidak hanya untuk orang-orang saat ini, tetapi juga untuk generasi mendatang.
Kami mengadakan acara-acara seperti ini agar kami dapat menyatakan keyakinan kami bahwa hanya dalam perdamaianlah terletak keselamatan dunia. Perdamaian adalah kunci emas untuk membuka pintu menuju kemajuan dan perkembangan masyarakat serta memastikan bahwa generasi masa depan kita dapat berkembang dan sejahtera. Meskipun kami telah lama mengkhotbahkan pesan ini, sepertinya pesan ini tidak didengar.
Saya percaya alasan mendasarnya adalah karena sebagian besar dunia telah berpaling dari Tuhan Yang Maha Esa dan menganggap keuntungan materialistis dan pengejaran duniawi sebagai tujuan akhir mereka. Karena pengejaran yang sia-sia dan tamak seperti itulah manusia terseret ke dalam dua perang dunia yang penuh bencana dan mengerikan selama abad ke-20. Alih-alih belajar dari kengerian di masa lalu, dunia sekali lagi dilanda peperangan dan konflik.
Pada titik ini, saya harus mengklarifikasi bahwa saya tidak percaya bahwa kesalahan hanya terletak pada Muslim atau non-Muslim, dan saya juga tidak mengatakan bahwa kekejaman atau ketidakadilan hanya dimiliki oleh satu kelompok atau bangsa. Setiap Muslim atau yang disebut kelompok Islam yang melakukan kekejaman atau melakukan tindakan biadab melanggar ajaran agama mereka dan sepenuhnya bersalah dan harus dikutuk dengan hukuman yang setimpal.
Menurut ajaran Islam, izin untuk berperang hanya diberikan dalam keadaan yang ekstrim sebagai tindakan defensif di mana ada upaya bersama untuk menghancurkan institusi agama dan kebebasan berkeyakinan melalui peperangan. Islam tidak pernah, dan tidak akan pernah, mengizinkan peperangan agresif demi keuntungan teritorial atau memenuhi ambisi geopolitik.
Metode Praktis untuk Rekonsiliasi di Masa Perang
Lebih jauh lagi, Al-Qur’an telah menginstruksikan bahwa setiap kesempatan yang memungkinkan untuk mencapai perdamaian harus dikejar, tidak peduli seberapa kecil peluang keberhasilannya. Dalam surah 49 ayat 10, Allah SWT menyatakan bahwa ketika dua negara berperang, pihak ketiga harus berusaha mendamaikan mereka dan menarik mereka ke penyelesaian damai. Jika pihak penyerang terus berperang, maka terserah kepada negara-negara lain untuk bergabung dan menggunakan kekuatan yang proporsional dan sah untuk menghentikan penindas.
Namun, setelah kekejaman mereka berhenti, pembalasan yang tidak adil atau balas dendam tidak boleh dilakukan. Mengenai prinsip ini, surat 5 ayat 9 dari Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa Anda tidak boleh membiarkan permusuhan bangsa atau pihak mana pun menghalangi Anda untuk menegakkan standar keadilan dan kesetaraan yang sebenarnya.
Oleh karena itu, sanksi hukuman atau tindakan tidak adil lainnya yang menghalangi sebuah negara untuk bergerak maju pascaperang dan membatasi kebebasan serta kemakmurannya harus dihindari dengan cara apa pun. Beberapa hari yang lalu menandai ulang tahun pertama perang di Ukraina, dan sayangnya tidak ada tanda-tanda bagaimana atau kapan perang akan berakhir. Meskipun begitu, hal ini tidak menghentikan para pemimpin politik tertentu untuk menyatakan bahwa begitu perang berakhir, Rusia harus dikenakan sanksi yang ekstrim dan harus membayar atas tindakannya.
Baru-baru ini, sebuah kolom dari jurnalis Matthew Parris diterbitkan di The Times yang menyatakan bahwa pernyataan semacam itu sebelum pembicaraan damai yang berarti adalah penilaian yang salah dan hanya akan memperkeruh situasi yang bergejolak dan mengurangi kemungkinan penyelesaian damai. Kolumnis tersebut menulis bahwa para pemimpin politik seharusnya tidak mencari pujian media jangka pendek dan menyadari, seperti yang dikatakannya, bahwa kata-kata yang diucapkan sekarang dapat menimbulkan bayang-bayang yang panjang di masa depan yang belum kita ketahui.
Dia menulis bahwa sekarang bukan waktunya untuk berbicara tentang reparasi dari Rusia yang kalah atau menyerukan pengadilan kejahatan perang gaya Nuremberg. Saya yakin dia benar dalam memberikan peringatan ini. Insentif apa yang dimiliki Rusia dan para pemimpinnya untuk menghentikan permusuhan jika mereka tahu bahwa penarikan diri mereka akan menyebabkan kehancuran mereka?
Seperti yang telah saya katakan, ajaran Islam mengharuskan setiap upaya dilakukan untuk membawa solusi damai bagi sebuah konflik. Untuk alasan ini, saya percaya bahwa sangat penting untuk menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka dan berusaha untuk menemukan kesepakatan yang dapat diterima bersama. Namun, jika pihak penyerang tetap bersikeras untuk menyebabkan kesengsaraan dan kehancuran serta menolak untuk mundur, Islam mengajarkan bahwa negara-negara lain harus bergabung menjadi satu dan menggunakan kekuatan yang proporsional dan diperlukan untuk mengakhiri kekejaman tersebut.
Tujuan dari pihak-pihak yang melakukan intervensi harus selalu untuk menciptakan perdamaian, bukan untuk membalas dendam atau mempermalukan pihak penyerang, dan tidak boleh ada niat untuk mengisi kantong sendiri atau mengeksploitasi konflik untuk memajukan kepentingan pribadi. Jika tidak, mereka yang telah direndahkan pasti akan menyimpan rasa ketidakadilan dan kebencian. Rasa frustrasi seperti itu pada akhirnya akan mendidih dan menyebabkan konflik lebih lanjut, sehingga siklus kekerasan yang tak henti-hentinya akan terus berputar dengan kemarahan yang lebih besar.
Sayangnya, seperti yang dicatat oleh kolumnis tersebut, alih-alih bertindak bijaksana, para pemimpin dan pejabat tertentu justru membuat pernyataan atau janji yang hanya menyiramkan bensin ke dalam api. Alih-alih membantu mengakhiri perang, komentar-komentar mereka justru mengurangi peluang perdamaian dalam jangka panjang.
Dengan nada yang sama, konsekuensi yang sangat berbahaya dari perang di Ukraina adalah penguatan blok-blok politik dan aliansi yang berlawanan, dan retorika yang digunakan dalam hubungan internasional menjadi semakin tidak bersahabat di semua pihak. Sebagai contoh, banyak yang telah ditulis tentang bagaimana Rusia dan Cina menjalin hubungan yang lebih dekat yang diikat oleh antagonisme timbal balik mereka terhadap Barat.
Mengakhiri Siklus Pertumpahan Darah
Kenyataannya adalah bahwa perang sering kali melahirkan perang. Ada kekhawatiran nyata bahwa konflik Ukraina dapat menyebar, atau bahwa negara-negara lain dapat berani meninggalkan upaya diplomatik untuk menyelesaikan perselisihan mereka dan menggunakan kekerasan. Sebagai contoh, situasi di Taiwan menjadi semakin genting karena Cina berusaha untuk menegaskan kontrolnya. Oleh karena itu, para pemimpin dunia, media, dan pihak-pihak lain tidak boleh jatuh ke dalam perangkap pemikiran bahwa perang di Ukraina dapat dengan mudah diatasi.
Dalam hal ini, jurnalis Peter Hitchens baru-baru ini menulis di sebuah surat kabar nasional mengenai keputusan beberapa negara Barat untuk mengirim tank-tank mereka ke Ukraina. Ia menulis, “Jika mereka (tank-tank yang diberikan ke Ukraina) menyeberang ke wilayah yang dianggap Rusia sebagai wilayahnya sendiri, maka jangan kaget dengan apa pun yang terjadi.”
Dia melanjutkan, “Ada kemungkinan nyata bahwa sebagian besar wilayah Eropa akan berubah menjadi kuburan radioaktif dan hubungan konvensional Amerika untuk hal ini (yang akan menjadi sangat marah dan kuat) akan membuat kita lebih jauh masuk ke dalam dunia yang penuh dengan kengerian, kehilangan, pengungsian, wabah penyakit, dan kemiskinan yang selalu terjadi setelah perang.” Mengenai Rusia dan Ukraina, ia mengatakan, “Dua negara sedang bergulat dengan kemarahan karena kepentingan mereka yang mendalam, keras dan tidak dapat diubah. Kebijakan yang waras dan layak bagi kekuatan luar mana pun adalah membantu mendorong mereka ke dalam kompromi yang langgeng, seperti yang dilakukan dunia terhadap Prancis dan Jerman setelah 1945. Sebaliknya, kita mengirim tank. Seolah-olah pemadam kebakaran yang menyalakan api.”
Komentator lain juga memiliki kesimpulan yang sama. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, ekonom terkenal Profesor Jeffrey Sachs mengatakan, “Saya memang menghubungi Gedung Putih (pada akhir 2021) dan mengatakan akan terjadi perang kecuali AS melakukan pembicaraan diplomatik dengan Presiden Putin terkait masalah perluasan NATO. Saya diberitahu bahwa AS tidak akan pernah melakukan itu. Itu tidak mungkin terjadi. Sekarang kita memiliki perang yang sangat berbahaya. Dan kami mengambil taktik yang sama persis di Asia Timur yang menyebabkan perang di Ukraina. Kami mengorganisir aliansi, membangun persenjataan.” Dia melanjutkan, “Pemerintah Tiongkok mengatakan, ‘Tolong turunkan suhu, turunkan ketegangan. Kami berkata, ‘Tidak, kami melakukan apa yang kami inginkan,’ dan sekarang mengirim lebih banyak senjata. Ini adalah resep untuk perang lain, dan menurut saya ini sangat menakutkan.”
Semakin banyak akademisi, pakar politik, dan analis terkemuka yang memperingatkan bahwa kita sedang mendekati masa-masa genting dalam sejarah kemanusiaan. Sebagai contoh, Jam Kiamat simbolis yang dikendalikan oleh panel ilmuwan internasional, yang meramalkan kemungkinan terjadinya bencana global akibat ulah manusia, baru-baru ini diubah menjadi hanya 90 detik hingga tengah malam, waktu yang paling dekat dengan bencana global yang pernah diramalkan.
Para ilmuwan tersebut menyatakan bahwa kita hidup di masa yang penuh dengan bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memperingatkan bahwa ada risiko yang signifikan akan terjadinya perang global yang dipicu oleh ketidaksengajaan, kesalahan perhitungan atau bahkan kesengajaan.
Ketika kita merenungkan peringatan yang mengerikan ini, pertanyaan yang jelas adalah bagaimana dunia dapat mengakhiri siklus peperangan dan pertumpahan darah yang kita saksikan saat ini. Dunia sangat berpengalaman dalam mendukung para korban dan mereka yang menderita ketidakadilan, seperti halnya dengan bangsa Ukraina saat ini, namun mungkin akan mengejutkan Anda jika mendengar bahwa Islam mengajarkan umat Islam untuk membantu bukan hanya korban yang teraniaya tetapi juga pelaku dan penindas. Tentu saja, ini tidak berarti bahwa Anda memberikan kebebasan kepada penyerang untuk melakukan kekejaman lebih lanjut. Sebaliknya, menolong penyerang berarti menghentikan mereka untuk melakukan kekejaman dan ketidakadilan lebih lanjut.
Apapun kesalahan yang dilakukan oleh negara Rusia, kita harus mengingat gambaran yang lebih luas bahwa jika perang tidak segera diakhiri, itu akan menyebabkan krisis global yang semakin dalam dengan hasil yang berpotensi menimbulkan bencana. Blok-blok yang berseberangan akan semakin mengakar. Kebencian akan semakin mengakar, meningkatkan kemungkinan terjadinya perang dunia.
Oleh karena itu, ketika mereka terus mendukung Ukraina untuk mempertahankan diri, kekuatan-kekuatan dunia juga harus melakukan segala upaya yang memungkinkan untuk mengakhiri perang melalui perundingan damai dan negosiasi dengan itikad baik. Jika tidak, saya khawatir perang akan menyebar ke luar Eropa dan ke arah timur menuju Asia, dan siapa yang tahu di mana ia akan berhenti.
Selama bertahun-tahun, saya telah memperingatkan tentang risiko perang dunia skala penuh dan telah berbicara tentang bagaimana konsekuensi yang mematikan dan merusak jauh di luar pemahaman kita. Setelah lama memperingatkan tentang perang semacam itu, saya tidak merasa puas dengan kenyataan bahwa kita semakin dekat ke arah itu dan bahwa orang lain sekarang mengungkapkan sentimen dan ketakutan yang sama. Sebaliknya, saya hanya merasakan kesedihan dan kesedihan ketika saya melihat dunia semakin cepat menuju perang dunia yang menakutkan di mana nyawa jutaan orang tak berdosa akan hilang atau dihancurkan secara permanen.
Meninggalkan Warisan untuk Generasi Mendatang
Selain itu, masa depan seperti apa yang akan kita tinggalkan untuk mereka yang belum datang? Alih-alih memberikan warisan perdamaian dan kemakmuran kepada generasi mendatang, hadiah perpisahan kita kepada mereka hanyalah kematian, kehancuran, dan kesengsaraan.
Tentu saja, saya sangat khawatir bahwa ketegangan geopolitik saat ini dapat menjadi tidak terkendali dan pada akhirnya mengarah pada perang nuklir. Kita tidak boleh berilusi tentang fakta bahwa jika Tuhan melarang, senjata nuklir akan menghantam bumi dengan kecepatan dan kekuatan sedemikian rupa sehingga efek toksiknya akan terasa selama beberapa dekade mendatang. Ratusan ribu atau bahkan jutaan orang pasti akan mati seketika atau setelahnya.
Mereka yang selamat akan menderita kehidupan yang menyedihkan dan berliku-liku saat mereka berusaha memungut puing-puing kemanusiaan yang hancur. Adapun dampak yang menghancurkan bagi generasi mendatang, banyak bayi yang tak terhitung jumlahnya akan terlahir dengan cacat genetik dan cacat sebagai akibat dari efek radiasi yang terus-menerus.
Oleh karena itu, dengan sepenuh hati, saya berdoa semoga Allah SWT mengasihani umat manusia dan semoga masyarakat dunia, terutama para pemimpin dan pembuat kebijakan, dapat melihat akal sehat sebelum semuanya terlambat. Saya berdoa agar alih-alih menghasut dan mengadu domba, mereka menggunakan semua kemampuan dan sumber daya mereka untuk membina perdamaian dan keamanan bagi semua orang dan bangsa, bukannya berusaha memberi makan ego mereka dan memuaskan nafsu mereka untuk berkuasa dengan menyulut peperangan.
Semoga mereka menyadari tanggung jawab mereka untuk melindungi umat manusia demi generasi sekarang dan generasi mendatang dengan membuat kebijakan yang mengakhiri segala bentuk konflik. Semoga mereka menjadi penjaga perdamaian dan kemakmuran, bukannya menjadi agen perang dan pertumpahan darah. Sebagai seorang yang beragama, saya sangat yakin bahwa hal ini hanya dapat terjadi ketika umat manusia mengesampingkan cara-cara egois dan keinginan materialistisnya dan mengakui dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa serta berusaha untuk memenuhi hak-hak-Nya dan menjalankan ajaran-ajaran-Nya.
Saya berdoa semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kebijaksanaan kepada manusia dan semoga seluruh umat manusia dapat mewujudkan tujuan-tujuan utama yang diinginkan oleh Pencipta dan Penguasa dunia ini, Allah Ta’ala, untuk memenuhi hak-hak-Nya dan hak-hak ciptaan-Nya. Amin. Dengan kata-kata ini, sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kehadiran Anda semua pada malam hari ini. Terima kasih banyak.
Naskah pidato diterbitkan oleh “The Review of Religions” – diterjemahkan oleh redaksi loveforall.id