Muhammad Nurzaini
Kata Pengkhidmatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diambil dari kata Khidmat yang berarti hormat, takzim dan tenang. Sedangkan Pengkhidmatan atau Berkhidmat mengandung arti berbuat khidmat atau tenang, memberikan rasa hormat atau bersikap sopan santun, mengabdi kepada sesuatu atau setia kepada sesuatu. Sehingga pengkhidmatan bermakna sesuatu pekerjaan atau perbuatan yang mampu mendatangkan manfaat serta menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih dekat. Adapula padanan kata lain adalah Pengabdian yang memiliki arti tidak jauh berbeda dengan kata Pengkhidmatan.
Islam Agama Pengkhidmatan
Allah Swt berfirman didalam Surah Ali Imran 3:113
“Ditimpakan kepada mereka kehinaan dimana saja mereka ditemukan/berada kecuali mereka berpegang teguh kepada tali (janji) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia…
Dari ayat ini Allah Swt menjelaskan bahwa supaya manusia terhindar dari tertimpa suatu kehinaan dan menjadikan hidupnya selamat baik didunia ini maupun juga diakhirat, maka perlu untuk senantiasa menjalin hubungan yang baik dengan Allah Swt serta menjalin hubungan yang baik pula dengan sesama manusia.
Melakukan Hablumminallah diperlukan suatu pengkhidmatan atau pengabdian dari manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya kepada Allah Swt sebagai penciptanya. Inilah bagian dari Dimensi Teologis (Ritual) yang dalam Islam dikenal dengan nama ibadah dan Islam telah merangkumnya dalam Rukun Islam yang 5 (lima) Perkara. Karena ibadahlah yang sejatinya bisa menciptakan kedekatan antara manusia selaku hamba-Nya dengan Allah Swt sebagai Tuhannya. Prinsip ini pula yang seharusnya menurut Al-Quran menjadi dasar dari tujuan hidup manusia didunia. Sebagaimana Allah Swt berfirman didalam Surah Adz-Dzariyat 51:57:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”
Hanya saja manusia selama hidup didunia, dituntut tidak hanya fokus pada Dimensi Teologis semata, yg berupa ibadah kepada Tuhan. Akan tetapi juga sangat dianjurkan adanya fokus terhadap Dimensi Sosiologis (Sosial) yakni segala bentuk pengkhidmatan kepada sesama umat manusia. Inilah yang dikenal dalam Islam dengan istilah Hablumminannaas. Jadi pengkhidmatan didalam Islam menjadi suatu keharusan bagi terwujudnya Hablumminallah dan Hablumminannaas yang baik.
Rasulullah saw dan Pengkhidmatan
Pribadi Rasulullah saw selain terkenal dengan kejujurannya sehingga beliau saw diberi julukan Al-Amin (sijujur), juga merupakan pribadi yang suka menolong atau membantu orang lain terutama orang-orang yang lemah. Mulai dari meringankan penderitaan orang-orang yang kesulitan, perhatian terhadap orang-orang miskin, perlakuan yang manusiawi terhadap para budak dan masih banyak lagi hal lain yang biasa beliau lakukan. Meskipun beliau saw lahir dari keturunan yang bisa dikatakan terpandang dijazirah Arab, tapi beliau saw senantiasa menyukai kehidupan yang sederhana. Dengan kata lain beliau saw adalah pribadi yang sangat suka berkhidmat, bahkan hal itu sudah menjadi kebiasaan atau tabiat beliau saw dari sejak usia kanak-kanak.
Padahal jika kita membaca sejarah hidup beliau saw dimasa kanak-kanak justru kita akan mendapatkan bagaimana kehidupan beliau saw ada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, seperti tidak adanya kehadiran ayahanda tercinta karena lebih dahulu dipanggil oleh yang Maha Kuasa sebelum beliau saw dilahirkan kedunia. Lalu dalam usia yang masih sangat belia ibunda beliau tercinta pun meninggal dunia, tapi semua itu tidak membuat beliau saw menjadi pribadi yang lemah dan putus asa dalam menjalani hidup. Bahkan beliau saw masih mampu menjadi pribadi yang bisa membangkitkan semangat hidup bagi orang lain apabila mengalami kondisi yang serupa.
Pengkhidmatan Rasulullah saw Untuk Islam
Allah Ta’ala dalam Al-Quran Surah Al-An’am 6:163 berfirman:
“Katakanlah, sesungguhnya shalatku, pengorbananku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam”
Dari ayat ini Allah Swt ingin mengingatkan kepada manusia bahwa shalat atau ibadah, pengorbanan, hidup dan mati yang meliputi seluruh bidang amal perbuatan manusia didunia dapat dipersembahkan adalah semata hanya kepada Allah Swt. Ini pulalah yang diemban oleh Hadhrat Muhammad Mustofa saw ketika Allah Swt mengangkatnya menjadi Nabi dan Rasul ditengah bangsa atau masyarakat yang jahiliyah. Dimana kepada beliau saw diperintah untuk menyatakan bahwa semua amal ibadah beliau saw, semua pengorbanan yang dilakukan oleh beliau saw dan seluruh aspek kehidupan beliau saw dipersembahkan hanya untuk berbakti kepada-Nya, maka bila dijalan agama mendapatkan kematian, itupun guna meraih keridhaan-Nya.
Apalagi berbicara tentang pengkhidmatan Rasulullah saw untuk Islam tentu hal ini berkaitan erat dengan tugas besar beliau saw yang selama 23 tahun diamanatkan sebagai Nabi dan Rasul. Bahkan Allah Swt dalam Surat Al-Anbiya 21:108 berfirman bahwa Rasulullah saw adalah Utusan Tuhan yang Rahmatan Lil’Aalamiin“Dan tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai Rahmat bagi seluruh alam”. Oleh karenanya Rasulullah saw adalah pembawa rahmat untuk seluruh umat manusia, sebab amanat beliau saw tidak terbatas hanya kepada suatu negri atau kaum tertentu saja. Dan dengan perantaraan beliau saw, bangsa-bangsa dunia telah diberkati seperti belum pernah mereka diberkati sebelum itu.
Pengkhidmatan Rasulullah saw di Mekkah
23 tahun bukanlah waktu yang sebentar, ketika beliau saw mulai mendakwakan diri sebagai Nabi dan Rasul atas perintah-Nya, dalam upaya menyampaikan ajaran Agama Islam yang dibawanya beliau saw cukup banyak mendapatkan rintangan. Selain dari masyarakat yang kehidupannya sangat jahiliyah ada orang-orang musyrik yang senantiasa merintangi dan menghalang-halangi dakwah beliau saw, karena merasa dengan kedatangan beliau saw yang mengajarkan agama Islam, menjadi ancaman tersendiri bagi keyakinan mereka selama ini dalam menyembah berhala. Lalu orang-orang kafir yang tidak henti-hentinya mengancam keselamatan nyawa beliau saw, karena berfikir kedatangan beliau saw akan mengurangi wibawa dan kekuasaan mereka. Belum lagi ulah orang-orang munafik dengan berbagai manuvernya yang cukup membahayakan, sehingga tidak jarang jika beliau saw dan umat Islam terkadang mengalami kerugian berat baik fisik maupun mental.
Ketika beliau saw pertama kali mendapatkan amanat dari Allah Swt, keadaan beliau saw menjadi begitu sangat gelisah dengan wajah yang begitu muram. Atas pertanyaan istri beliau yaitu Khadijah ra, beliau saw terangkan seluruh pengalamannya tersebut: “Seorang lemah seperti aku ini, bagaimana aku dapat melaksanakan tugas yang Tuhan telah berkehendak meletakkannya pada pundakku?”. Istri beliau lalu menjawab: “Demi Allah, Dia tidak akan menurunkan Firman-Nya supaya tuan gagal dan terbukti tidak layak, lalu kemudian meninggalkan tuan. Bagaimana Tuhan dapat berbuat demikian, sedangkan tuan adalah orang yang baik dan ramah terhadap sanak saudara, menolong simiskin dan terlantar dengan meringankan bebannya? Tuan menghidupkan kembali sifat-sifat baik yang telah lenyap dari negri kita. Tuan memperlakukan tamu-tamu dengan penuh kehormatan dan membantu orang-orang yang dalam kesusahan. Dapatkah tuan dimasukkan oleh Tuhan dalam percobaan apapun?” (Bukhari)
13 tahun masa Kenabian beliau saw berada di Mekkah sudah mengalami ujian yang sangat berat, namun demikian hal tersebut tidak menyurutkan langkah beliau saw dalam melakukan pengkhidmatan untuk Islam demi Allah Swt. Sejak lama sekali bangsa Arab tidak lagi kedatangan Guru yang berpegang pada Tauhid dan sekali kemusyrikan menyelinap serta berakar dalam sesuatu masyarakat, menjadi tersebarlah kepercayaan itu seperti tanpa batas dan tepi. Bangsa Arab tahu benar bahwa Nabi Ibrahim as itu adalah Guru Agama yang berpegang pada Tauhid, berketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian mereka tetap saja berpegang pada Polytheisme (meyakini tuhan banyak) dan melakukan perbuatan-perbuatan yang musyrik. Mereka katakan bahwa Nabi Ibrahim as adalah orang suci dan mulia, beliau as dapat mencapai perhubungan dengan Tuhan tanpa perantara, tapi orang-orang Mekkah biasa tidak mungkin mencapai itu.
Untuk mencari dan mendapatkan perantaraan itu kaum Mekkah telah membuat patung beberapa orang suci dan mukhlis yang kemudian mereka sembah. Dalam catatan sejarah jumlah berhala sembahan mereka semacam itu setiap saat terus bertambah bahkan didalam Ka’bah telah mencapai 360 patung berhala. Menurut Islam, pendirian yang demikian itu adalah bodoh dan tidak masuk akal sehingga berdampak pada kebiasaan-kebiasaan buruk dalam keseharian hidup mereka. Adapun Rasulullah saw datang adalah untuk menghapuskan kebiasaan buruk tersebut lalu memberikan petunjuk agar mereka melangkah diatas jalan yang lurus.
Hal inilah yang kemudian memunculkan kemarahan dan kebencian beberapa kaum yang ada di Mekkah terhadap beliau saw, sehingga berbagai cara dan upaya dilakukan untuk menghentikan upaya Rasulullah saw tersebut. Perlawanan terus meningkat, pada waktu itu Rasulullah saw dan para pengikutnya terus menerus berusaha sekuat tenaga untuk menjelaskan ajaran Islam kepada kaum Mekkah. Ketika ajaran Islam disampaikan kepada kaum Mekah, ada orang-orang yang berwatak baik dan memperhatikan mulai terpengaruh. Pemuka-pemuka Mekkah mulai mengerti apa yang sedang terjadi. Mereka menjumpai paman Rasulullah saw (Abu Thalib) dan mengatakan kepadanya:
“Tuan adalah salah seorang dari pemimpin-pemimpin kami dan demi kepentingan tuan, kami telah membiarkan keponakan tuan yang bernama Muhammad hingga kini. Tetapi saatnya telah tiba untuk menghentikan keributan ini dikalangan kita. Kami menuntut agar ia menghentikan mencela berhala-berhala kami. Biarlah ia menyebarkan bahwa Tuhan itu satu, tetapi janganlah ia mencela berhala-berhala kami. Jika ia setuju, ketegangan dan permusuhan kita akan berhenti. Kami meminta supaya tuan menjelaskan ini kepadanya. Tetapi jika tuan tidak sanggup berbuat demikian, maka salah satu akan terjadi, yaitu tuan harus meninggalkan keponakan tuan atau kaum tuan akan meninggalkan tuan. (Hisyam)
Abu Thalib dihadapkan dengan pilihan yang berat, meninggalkan keponakannya adalah sangat berat, tetapi tidak kurang beratnya ditinggalkan oleh kaumnya sendiri. Orang Arab tidak begitu mengindahkan harta karena kehormatannya terletak pada kepemimpinan. Mereka berjuang untuk kaumnya dan kaumnya untuk mereka. Menghadapi situasi yang demikian Abu Thalib sangat gelisah, dipanggilnya Rasulullah saw dan menerangkan tuntutan-tuntutan pemuka Mekkah: “jika engkau tidak setuju, kata Abu Thalib dengan berlinang air mata. Maka aku harus meninggalkan engkau atau kaumku akan meninggalkan aku”.
Rasulullah saw sangat kasihan melihat pamannya dan dengan berlinang air mata beliau bersabda:
“Saya tidak meminta paman meninggalkan kaum paman. Saya tidak meminta paman melindungi saya. Bahkan sebaiknya tinggalkanlah saya dan berpihaklah kepada kaum paman. Tetapi Tuhan yang Tunggal menjadi saksi dan saya mengatakan, andaikata mereka meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku, saya tidak akan berhenti menyebarkan kebenaran akan ke-Esaan Tuhan. Saya harus berjuang sampai mati. Paman dapat menetapkan pilihan paman (Hisyam Zurqani)
Jawaban gagah, tegas dan sungguh-sungguh itu telah membuka mata Abu Thalib. Dia termenung beberapa saat. Walaupun tidak berani beriman, ia merasa beruntung dapat menyaksikan sesuatu yang agung, luhur dan rasa tanggung jawab atas kewajiban. Sambil memandang kepada Rasulullah saw ia berkata:
“Wahai keponakanku, silahkan teruskan tugasmu, laksanakanlah kewajibanmu. Biarlah kaumku meninggalkanku. Aku besertamu (Hisyam)
Dikarenakan keaniayaan demi keaniayaan banyak dialami oleh umat Islam, Rasulullah saw mengumpulkan para pengikutnya dan sambil menunjuk kebarat beliau mengatakan tentang suatu negri disebrang lautan yaitu Abessinia, dimana orang tidak dibunuh karena berganti agama, dimana mereka bisa berbakti kepada Tuhan tanpa dianiaya dan dimana ada seorang raja yang adil. Hijrah ke Abessinia ini sedikit jumlahnya dan sangat mengharukan.
Pengkhidmatan Rasulullah saw di Madinah
Islam telah meluas sampai Madinah melalui para peziarah yang datang ke Mekkah. Rasulullah saw menjumpai tiap-tiap rombongan orang yang ada dan menjelaskan kepada mereka tentang ke-Esaan Tuhan. Beberapa orang Madinah memperhatikan lalu menjadi tertarik masuk kedalam Islam meskipun terkadang kaum Mekkah mengusir orang-orang yang mau mendengarkan dakwah Rasulullah saw.
Ketika keaniayaan telah memuncak, makin lama makin keras dan tak terperikan beberapa orang Muslim telah meninggalkan Mekkah. Walaupun demikian mereka tidak menyimpang sedikitpun dari jalan yang mereka telah memilihnya, hatinya makin membaja, imannya kokoh dan kuat. Sampai akhirnya kaum Mekkah mengadakan musyawarah besar-besaran dan diputuskan untuk mengadakan pemboikotan menyeluruh terhadap orang-orang Muslim. Sampai akhirnya seluruh umat Islam yang ada di Mekkah hijrah ke Madinah.
Dalam beberapa hari kedatangan Rasulullah saw di Madinah, suku-suku penyembah berhala disana mulai tertarik kepada Islam dan bagian besar dari antara mereka masuk Islam. Beberapa orang yang dalam hatinya tidak tertarik, ikut masuk juga. Dengan demikian sebagian golongan menggabungkan diri, tetapi didalam hatinya mereka bukan Muslim. Anggota-anggota golongan inilah yang kemudian menjalankan siasat jahat dalam sejarah berikutnya. Jadi belum ada keamanan dan ketentraman yang pasti bagi kaum Muslimin. Di Madinah sendiri segolongan Arab hanya pada lahiriahnya saja masuk Islam tapi batinnya adalah musuh yang tidak kenal damai terhadap Rasulullah saw, disamping itu masih ada kaum Yahudi yang terus berkomplot terhadap beliau saw.
10 tahun Rasulullah saw berada di Madinah, berbagai upaya menyampaikan kebenaran agama Islam dilakukan terutama mengirimkan surat seruan atau ajakan untuk menerima Islam kepada berbagai Raja-raja dan para pemimpin yang ada dibeberapa negara. Sementara kondisi yang demikian buruk sampai akhirnya berbagai peperanganpun tidak dapat dihindari. Pasang surut berbagai peristiwa terjadi sampai akhirnya Rasulullah saw berhasi juga menaklukkan Mekkah. Ketika beliau saw berhasil menaklukkan Mekkah, yang pertama sekali beliau lakukan adalah membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala yang ada didalamnya dan beliau memaafkan semua musuh-musuh beliau yang selama ini begitu sengit memusuhi bahkan berusaha untuk membunuh beliau saw.