Oleh : Mln. Yusuf AwwabKetika putra seorang Mubaligh dirawat di Rumah Sakit karena kecelakaan, tiga orang dari kelompok Milah Abraham datang menjenguk. Mereka masuk ke ruangan kelas dua tempat di mana putra sang Mubaligh berada.
Saat mereka tiba, didapati sang Mubaligh sedang melaksanakan salat Ashar. Sementara di pembaringan sang putra terbaring dengan infusan di tangan.“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.” Ucap Sang mubaligh mengakhiri salatnya.“Selamat sore, Pak Ustadz.” Sapa salah satu dari mereka.“Sore.” Jawab sang Mubaligh menolehkan wajahnya “Eh, Pak Sur! Monggo.” Kejut sang Mubaligh seraya bangkit dan menjabat tangan mereka satu persatu.“Kapan datang, kok tiba-tiba sudah ada di sini.”ujar Sang Mubaligh.“Tadi pas pak Ustadz sedang salat.” Jawab Pak Sur“Kenapa tidak sekalian saja ikut salat.” Canda sang Mubaligh yang disambut tawa mereka.
Kelompok Milah Abraham meyakini bahwa masa Muhammad (saw) sudah berakhir sesuai dengan surah Al-Araf ayat 34 bahwa setiap umat ada batas waktunya. Dan, bagi mereka sekarang ini bukan lagi masa umat Muhammad (saw) tetapi umat yang lain sebagaimana surah Al-Jumuah ayat 3. Mereka mengklaim bahwa mereka adalah kelompok umat yang lain tersebut. Dan sebagaimana Muhammad (saw) pada masa-masa awal tidak diperintahkan salat begitupun dengan mereka. Suasana di ruang kelas dua tersebut mendadak ramai. Hal itu bukan hanya karena kedatangan mereka bertiga, namun karena dua penghuni lain di ruangan itu pun kedatangan penjenguk.
Ruangan tersebut berisi tiga pasien. Masing-masing pasien hanya dipisahkan dengan gorden putih sebagai pembatas.Sang Mubaligh menjelaskan kronologis kecelakaan yang menimpa putranya. Mereka nampak menghela napas panjang saat mendengarkan kisah tersebut. Beberapa dari mereka mengkerutkan dahi mengeksperikan kengerian. Sedangkan yang lainnya melirik ke atas pembaringan di mana sang putra Mubaligh masih terpejam dengan infusan yang membelit tangan.Waktu berjalan cepat. Tema obrolan pun mulai bergeser, tidak lagi membicarakan kronologis kecelakaan tapi mulai melebar kemana-mana. Sementara, para penjenguk dari dua pasien lain yang ada di kamar tersebut sudah tidak ada.
Dari balik Masjid Rumah Sakit terdengar suara sound system dibunyikan dan sejurus kemudian suara azan Magrib pun terdengar. “Kayaknya sudah Magrib. Dan, sepertinya pak Ustadz pun harus salat. Jadi kami harus pamitandulu, pak Ustadz.” Ujar Pak Sur“Padahal ikut saja sama-sama berjamaah di sini.” Kelekar sang Mubaligh yang disambut tawa semuanya.“Kita sudah selesai salatnya pak Ustadz.” Balas pak Sur.“Loh kok bisa.” Heran sang Mubaligh.“Salat itu kan artinya doa. Dan doa itu adanya di hati. Jadi doa itu tidak perlu diperlihatkan. Makanya tadi saya bilang kami ini sudah salat. Karena saat kita berbincang-bincang kami pun sedang mengingat Tuhan. Jadi salat kita ini tidak dibatasi hanya lima waktu tapi setiap waktu.” Ujar pak Sur.“Bahkan sekarang, kita ini sedangsalatloh Pak Ustadz?” Timpal salah satu kawannya.“Yang saya bingung kenapa SHALAT ITU HARUS DENGAN GERAKAN. Ini kan urusan hati, Pak Ustadz?” ucap Pak Sur.“Pak Sur, bagi kami salat itu adalah makanan rohani. Sebagaimana jasad butuh makan maka ruh pun perlu makan.” Ujar sang Mubaligh. “Coba perhatikan kenapa makanan itu terasa nikmat. Karena ada proses gerakan di dalamnya. Sebelum makanan masuk ke dalam perut, terlebih dahulu ada tangan yang mengambilnya dan memasukan ke dalam mulut. Kemudian gigi mengunyahnya. Lalu lidah menyerapnya dan merasakan nikmatnya. Begitu juga dengan salat, kenapa harus ada gerakan karena untuk merasakan nikmatnya salat.” Jelas sang Mubaligh“Saya tidak menyalahkan kawan-kawan yang salat cukup dengan hati tanpa perlu gerakan. Karena kami pun melakukan itu. Nabi Muhammad (saw) mengajarkan bahwa jika kami tidak mampu salat dengan berdiri maka duduk.
Jika duduk tidak mampu maka berbaring. Dan apabila dalam berbaring tidak bisa menggerakan tangan maka cukup dengan hati. Tapi hal itu biasanya terjadi kepada orang-orang yang SAKIT PARAH.” Lanjut sang Mubaligh.“Di Rumah Sakit ini, orang-orang yang sakit parah hanya bisa berbaring. Mulut mereka sama sekali tidak mendapatkan asupan makanan. Namun, bukan berarti mereka tidak makan. Karena makanan yang mereka terima tidak melalui mulut melainkan melalui infusan.
Itulah sebabnya meski mereka makan tapi mereka tidak merasakan nikmatnya makanan.” Terang sang Mubaligh.“Begitupun salat. Salat yang hanya dilakukan dengan HATI tanpa GERAKAN sama seperti orang yang DIINFUS tersebut. Ia salat tapi sama sekali tidak merasakan nikmatnya salat. Dan salat yang seperti itu bukan untuk orang yang sehat melainkan salat untuk ORANG-ORANG SAKIT PARAH.” Tegas sang Mubaligh. “Nyuwun Sewu loh Pak Sur. Ini menurut kami.” Senyum sang Mubaligh.“Kalau begitu kami pamitan, Pak Ustadz. Semoga putra panjenengan cepat sembuh.” Ujar Pak Sur.“Terimakasih Pak Sur dan kawan-kawan semuanya, karena sudah mau menjenguk.” Balas sang Mubaligh.Tiga pria dari kelompok Milah Abraham tersebut keluar ruangan diantar sang Mubaligh sampai ke depan pintu. Lalu, ketiga orang tersebut pun menghilang di balik tikungan selasar Ruangan Kelas dua Rumah Sakit Islam Sunan Kudus.