Akhir-akhir ini dunia dihebohkan dengan peristiwa operasi militer Rusia untuk menginvasi Ukraina. Hal itu pertama kali diumumkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (24/2/2022). Dengan demikian secara tidak langsung gendang peperangan sudah mulai ditabuhkan. Bahkan tak sedikit yang memprediksi invasi Rusia tersebut sebagai pemicu Perang Dunia III. Lalu pertanyaanya, mengapa Rusia begitu keukeuh ingin menyerang Ukraina?
Sebelum membahasnya kita harus mengetahui terlebih dahulu rentetan ketegangan yang terjadi antara kedua negara tersebut. Ukraina pada mulanya merupakan bagian dari negeri Uni Soviet yang kemudian pecah menjadi sebuah negara sendiri, begitu juga dengan Rusia. Dua negara ini saling berbatasan. Layaknya seperti dua rumah yang berdekatan selalu saja ada masalah yang timbul akibat dari hubungan sosial masyarakat.
Rusia menginginkan Ukraina menjadi bagian dari “blok”-nya, alasannya secara teritorial wilayahnya lebih dengan dengan Rusia. Namun di masa kepemimpinan Volodymyr Zelensky Presiden Ukraina sekarang, negaranya justru cenderung lebih akrab dengan negara-negara barat yang tergabung dalam NATO bahkan berkeinginan untuk menjadi bagiannya. Itulah yang membuat Rusia “cemburu” sehingga menimbulkan kemarahannya.
Ukraina memang berbatasan dengan negara-negara NATO seperti Polandia, Slovakia, Hongaria dan Rumania. Letak geografis itu juga yang membuat Ukraina seakan diharuskan untuk memilih antara NATO dan Rusia.
Percikan perang sebenarya telah terjadi sejak tahun 2014, hubungan Rusia dan Ukraina memanas kala di tahun itu muncul gerakan revolusi menentang supremasi Rusia. Akibat gerakan itu, presiden Ukraina pro-Rusia Viktor Yanukovych berhasil dilengserkan. Sejak muncul revolusi tersebut, kerusuhan terjadi di Ukraina hingga diambil jalur damai di tahun 2015 yang dinamakan kesepakatan Minsk.
Saat Yanukovych jatuh, Rusia memanfaatkan kekosongan kekuasaan di Ukraina untuk merebut Krimea dan mendukung kelompok separatis di provinsi Donetsk dan Luhansk. Sejak saat itu kelompok yang didiukung Rusia menjadi penentang pemerintahan Ukraina. Tak sedikit nyawa yang melayang akibat perang saudara di sana. Dua provinsi tersebut yang di dikuasai kelompok pro-Rusia menjadi titik awal invasi Rusia ke Ukraina.
Ketegangan Semakin Manjadi-Jadi
November 2021, tensi ketegangan dua negara tersebut kembali meninggi. Rusia dikabarkan mengerahkan 100.000 pasukan militer lengkap dengan tank dan alutsistanya di perbatasan Ukraina. Hal itu berlanjut hingga Desember 2021. Penampakan tersebut memancing Amerika Serikat -yang sudah cukup dekat dengan Ukraina- mengancam akan memberikan sanksi kepada Rusia jika menyerang Ukraina.
Tepat tanggal 17 Desember 2021, Rusia meminta NATO menghentikan aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina. Selain itu NATO juga diminta untuk tidak menerima Ukraina dan negara-negara bekas Uni Soviet lainnya sebagai anggotanya.
Namun permintaan Rusia tersebut tidak ditanggapi NATO, bahkan pada 24 Januari 2022 NATO mengirimkan pasukan militer siap tempur serta menambah kapal dan pesawat jet di Eropa Timur. Begitu juga dengan Amerika Serikat yang menempatkan 8.500 tentara dalam keadaan siaga di tempat yang sama.
Dua hari kemudian Wasinghton menulis secara resmi tanggapan tuntutan Rusia terhadap NATO dengan narasi tetap membuka pintu NATO terhadap negara-negara yang ingin bergabung, termasuk Ukraina.
Singkatnya dikarenakan tidak ada titik temu antara Rusia, NATO dan Ukraina sehingga menjadikan ketegangan semakin memanas. Maka pada 24 Februari 2022 Presiden Rusia resmi mengumumkan operasi militer di negara tetangganya, Ukraina. Serangan tersebut dimulai dengan menguasai provinsi Donetsk dan Luhansk, kemudian terus berlanjut hingga ke Kyiv, ibukota Ukraina. Rusia menginginkan tetangganya itu meletakan senjata dan kembali “merapat” ke Moscow.
Dalam operasi militernya, Rusia menolak dikatakan memulai perang dengan Ukraina. Rusia berdalih ia hanya membela ketidak adilan yang dilakukan oleh pemerintah Ukraina terhadap kelompok pro-Rusia di provinsi Donets dan Luhansk.
Perang sudah dimulai, namun hingga hari ini Ukraina belum tercatat sebagai anggota NATO. Kedekatannya selama ini nampaknya tidak begitu efektif untuk menggandeng NATO bersama-sama melawan Rusia. NATO tidak bisa membantu Ukraina dengan alasan belum terdaftar sebagai anggotanya. Kesendirian Ukraina itu tidak menjadi alasan negaranya untuk tunduk kepada Rusia. Presiden Zelensky mengklaim warganya tetap kompak menghadapi invasi Rusia hingga titik darah penghabisan.
Kesimpulan
Mengapa Rusia menyerang Ukraina? Jawabannya sederhana, Rusia ingin Ukraina menjadi negara yang kembali pro terhadapnya, mengingat rezim Ukraina saat ini secara tegas menolak pro-Rusia. Presiden Zelensky dengan terang-terangan memperlihatkan kemesraan dengan negara-negara barat yang tergabung dalam NATO. Hal itu memicu kecemburuan Presiden Putin sehingga muncul operasi militer Rusia saat ini yang menginginkan kepemimpinan Ukraina agar diganti menjadi pro-Moskow.