By : Mln. Surya Ahmadi, Mahato – Riau.
Pada waktu datangnya bencana, siapa yang dapat bersabar selain orang yang telah meleburkan kesukaannya dengan keridhoan Allah Ta’ala. (Hadhrat Masih Mau’ud as)
Penderitaan berasal dari kata derita atau menderita yang berarti sesuatu yang menyusahkan atau menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan. Namun apakah penderitaan ini sesuatu yang selalu mendatangkan kerugian bagi manusia?
Sejatinya manusia terdiri dari dua unsur yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Seiring berjalannya waktu keduanya tumbuh bersama-sama di dalam diri manusia. Jika untuk memelihara pertumbuhan jasmani, diperlukan makanan dan minuman yang disediaka oleh Allah Ta’ala di bumi ini, maka untuk memelihara pertumbuhan rohani diperlukan penderitaan-penderitaan jasmani.
Ada dua jenis penderitaan di jalan agama yang keduanya bertujuan untuk peningkatan kemajuan rohani yaitu penderitaan yang desebabkan oleh syariat dan penderitaan yang datang langsung dari Allah Ta’ala.
Pertama penderitaan yang disebabkan oleh syariat seperti sholat, puasa, zakat dan haji dimana tubuh kita secara jasmani dituntut untuk menanggung kesusahan didalam melaksanakannya. Seperti halnya sholat seseorang harus bangun dari istirahatnya mengambil air wudhu di cuaca yang dingin sekalipun dan berangkat ke masjid. Di bulan Ramadhan seseorang harus menahan lapar dan haus seharian, kemudian dari harta yang dia peroleh dengan susah payah harus ia berikan sebagai zakat, dan dibulan haji ia juga harus menanggung berbagai kesulitan di dalam perjalanan menunaikan ibadah haji tersebut.
Inilah contoh pendiritaan jasmani yang disebabkan oleh syariat yang membuatnya terikat pada suatu aturan sehingga ia tidak bebas melakukan sesuatu sesuai keinginan hawa nafsunya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw bahwa “ Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang yang ingkar”. (HR. Muslim No.2392)
Namun Allah Ta’ala memandang penderitaan ini belum cukup bagi manusia karena dalam kondisi tertentu Dia juga memberikan keringanan-keringanan di dalam melaksanakannya. Sholat bila sakit atau musafir dapat dilakukan dengan duduk, berbaring, tayamum, dijamak dan lain sebagainya. Di bulang Ramadhan bagi yang sakit atau musafir dapat diganti di hari lain. Untuk Haji dan Zakat hanya diwajibkan bagi yang mampu dan mencapai nisab. Di sisi lain kebanyakan manusia juga tidak mengetahui tentang hakikat ibadah tersebut sehingga tanpa disadari mereka hanya mengerjakan ritual zahirnya saja.
Untuk itulah Dia mendatangkan penderitaan jenis kedua sebagaimana yang Dia berfirman dalam Al-quran “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS Al-Baqarah:156)
Inilah jenis penderitaan kedua berupa musibah-musibah yang diturunkan Allah melalui tangan-Nya. Ini merupakan ujian yang menimbulkan rasa takut pada manusia. Setiap saat ia khawatir jangan-jangan masalahnya menjadi besar sehingga mengalami kesulitan menjalani kehidupan hingga kelaparan, perniagaan hancur, buah-buah menjadi rusak, sawah ladang mengalami gagal panen atau keluarga yang dicintai meninggal dunia.
Terlebih di masa-masa pendemi Covid-19 ini segala sesuatu kerugian, hingga kemalangan terkadang tidak bisa dihindarkan. Bahkan tenaga medis sekalipun yang telah dilengkapi oleh sarana alat pelindung, tidak sedikit yang juga tertular dan berujung kematian. Tentu hal ini menjadi sesuatu yang sangat menakutkankan bagi manusia saat ini.
Dalam hal ini Hadhrat Masih Mau’ud as pernah bersabda :
“ Zaman ini sangat genting. Allah Ta’ala telah berkali-kali mewahyukan kepada saya bahwa akan datang lagi masa-masa yang lebih berbahaya. Dari itu tampak bahwa kiamat sudah mendekat dan datang dengan cepat. Maut akan datang dalam berbagai bentuk. Ada pes dan berbagai macam wabah, musim kemarau dan gempa.
Tatkala bala bencana seperti ini melanda, maka akal pikiran orang-orang menjadi buta dan mereka tenggelam dalam suatu kedukaan serta musibah yang mendalam. Mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman : “Dan Kami lihat manusia dalam keadaan mabuk padahal mereka bukan mabuk, tetapi azab Allah sangat keras” (QS Al-Hajj :3).
Dalam kondisi seperti itu selain orang muttaqi tidak ada yang memiliki kekuatan untuk bersabar. Dalam perkara-perkara rohani, tanpa ketakwaan siapapun tidak akan mempu meraih kesabaran. Pada waktu datangnya bencana, siapa yang dapat bersabar selain orang yang telah meleburkan kesukaannya dengan keridhoan Allah Ta’ala. Selama iman belum kuat, maka dengan kerugian yang kecil sekalipun manusia akan tergelincir lalu berubah menjadi tidak bertuhan. Seseorang yang tidak memiliki hubungan dengan Allah Ta’ala, di dalam dirinya tidak terdapat kemampuan untuk menghadapi musibah”.( Malfuzat, Add Nazir Isyaat, London, 1984 jld.10.h.80)
Dari kedua jenis penderitaan ini dapat kita ambil suatu pelajaran bahwa penderitaan dalam corak pertama yang disebabkan oleh Syariat merupakan modal untuk menguatkan keimanan kita, sehingga bila kita lakukan dengan benar sesuai dengan hakikat tujuan dari ibadah itu, maka akan dapat membentuk kita menjadi orang-orang yang muttaqi. Setelah itu kita akan mampu menghadapi penderitaan jenis kedua berupa musibah-musibah yang datang melalui tangan-Nya yang bertujuan untuk menguji dan menaikkan derajat kerohanian kita ke tingkat yang lebih tinggi.
sangat bermanfaat semua artikel ini menggugah semangat.trmksh
terima kasih,, silahkan disebar jika bermanfaat