Oleh: Mln. Tatep Wahyu Rohimmilloh
Allah Taala berfirman dalam Surah an-Nisa: 36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
Kemudian, dari Ibnu Umar dan Aisyah rha, mereka berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Malaikat Jibril selalu berpesan kepadaku untuk senantiasa berbuat baik kepada tetangga sehingga aku menyangka bahwa tetangga itu akan ikut mendapat warisan.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Dzar ra, ia berkata, “Rasulullah saw bersabda: ‘Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak makanan yang berkuah maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu.’” (HR. Muslim)
Yang disebut tetangga di sini bukanlah hanya orang yang tinggal di sekitar rumah kita saja, akan tetapi termasuk pula dalam kategori tetangga adalah orang yang senantiasa duduk berdampingan atau dekat dengan kita dalam satu ruang, apakah ruang kerja atau kelas dan ruang lainnya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Hadhrat Khalifatul Masih 1 ra. sebagai berikut:
“Di dalamnya termasuk juga orang-orang orang yang duduk bersama kalian di satu tempat duduk. Kini lihatlah, betapa luas ruang lingkupnya. Tidak hanya rekan seagama, tidak hanya rekan kalian saja, bahkan orang yang duduk bersama di sekolah, di universitas pun berhak untuk mendapat perlakuan baikmu; perhatikanlah juga mereka, berbuat baiklah terhadap mereka, perlakukanlah mereka dengan akhlak yang mulia.”
Kemudian, saat dalam perjalanan, saat duduk di bus, saat duduk di kereta api, orang-orang yang sama-sama duduk di kereta api inipun termasuk dalam kelompok ini; perlakukanlah mereka dengan baik.
Yang terakhir, marilah kita simak teladan yang baik dari Hadhrat Aqdas Masih Mau’ud as dalam memperlakukan orang orang di sekitar beliau as:
Hadhrat Sahibzadah Mirza Basyir Ahmad ra. menerangkan, “Pada suatu saat, Hadhrat Masih Mau’ud as mendapat informasi bahwa Mirza Nizamuddin yang merupakan seorang penentang keras beliau, jatuh sakit. Untuk menjenguknya, Huzur as tanpa segan segan pergi ke rumahnya. Saat itu dia sakit sedemikian kerasnya sehingga pikirannya terganggu karenanya. Sesampai di rumahnya, beliau as menyarankan beberapa alternatif pengobatan yang dengan karunia Allah swt kesehatannya menjadi pulih kembali.”
Ibu kami Hadhrat Ammajaan ra. menuturkan bahwa, “Meskipun, Mirza Nizammuddin merupakan penentang keras, bahkan seorang yang sangat membenci beliau, namun begitu mendengar akan berita sakitnya, beliau segera pergi ke rumahnya, mengobatinya, dan menyatakan rasa solidaritas terhadapnya.”
Inilah Mirza Nizamuddin yanag telah menuntut Hadhrat Masih Mauud as dengan kasus fiktif dipengadilan dan perlawanannya sedemikian rupa memuncaknya sehingga untuk menyakiti Hadhrat Masih Mau’ud as dan para sahabah beliau. Dia telah menutup jalan menuju masjid Hudhur as, yakni menutup jalan rumah Allah, dan terhadap orang-orang Ahmadi sedemikian rupa dia mendatangkan kesulitan kesulitan yang menyakitkan sehingga naluri orang orang yang bersih hatinya merasa enggan menyebut namanya. Akan tetapi, kondisi rahmat dan kecintaan Hudhur as sedemikian rupa sehingga begitu mendengar kondisi Mirza Nizamuddin seorang musuh yang sedemikian anti itu, tabiat Beliau as menjadi resah karenanya.” (Sirat Thayyibah dari Hadhrat Mirza Basyir Ahmad, hal. 290-291)