By : Mln. Murtiyono Yusuf, Yogyakarta.
Sesungguhnya orang-orang munafik berada di bagian paling bawah dari Api, dan engkau tidak akan pernah mendapatkan penolong bagi mereka.
(Qs. An-Nisa, 4:146)
Di dalam malam-malam terakhir puasa Ramadhan Allah berjanji akan memberikan pembebasan api neraka bagi mereka yang berpuasa dengan keyakinan sepenuhnya dan memperbaiki diri. Bukanlah suatu hal yang mudah memang untuk memperbaiki diri tapi bukan juga suatu hal yang mustahil, terlebih jika keburukan itu sudah menjadi habit —biasa berkecimpung dalam penyakit ruhani—perlu karunia khusus, kasih sayang dari Allah Ta’ala. Berbeda dengan mereka yang memang memiliki bakat dan kebiasaan senantiasa berprilaku lurus.
Ada banyak jenis penyakit ruhani dengan berbagai tingkatannya, dari yang rendah sampai yang paling parah. Mulai dari dengki, iri hati, riya, angkuh, sombong, kikir, pemarah, pengumpat dan munafik. Nah, penyakit yang paling terakhir disebut tadi merupakan kategori penyakit yang sudah paling akut. Karena biasanya dalam diri orang munafik terdapat segala macam keburukan penyakit ruhani, tidak seperti keburukan ruhani lainnya yang belum tentu menandakan adanya sifat mufik.
Dengan kata lain munafik adalah muara dari sifat buruk ruhani. Begitu berbahayanya sifat ini sampai-sampai Allah Ta’ala mewanti-wanti kita agar menjauhi sifat satu ini dengan menyebutkan gejala-gejalanya, sebagaimana dijelaskan di awal-awal ayat dari surat Al Baqarah.
Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang beriman, mereka berkata: “Kami pun telah beriman”. Tetapi apabila mereka pergi kepada pemimpin-pemimpin mereka, mereka berkata: “Sesungguhnya kami beserta kamu, kami hanya berolok-olok.”[1] (Al Baqarah, 2:15)
Sifat munafik ini tidak muncul begitu saja, ia adalah puncak dari segala keburukan yang telah secara konsisten dilakukan. Karenanya perlu waktu pula untuk mengikis habis sifat-sifat yang membentuknya dan yang paling penting dibutuhkan karunia Rahman Rahim Allah Ta’ala.
Gejala lain dari sifat munafik ini juga, telah dijelaskan oleh Rasulullah saw dengan penjelasan yang sangat gamblang. Dimana beliau saw bersabda bahwa:
“Tanda orang munafik itu tiga; apabila ia berucap berdusta, jika membuat janji mengingkari, dan jika dipercayai mengkhianati” (HR Al-Bukhari, Kitab Iman, Bab Tanda-tanda Orang Munafik, no. 33 dan Muslim, Kitab Iman, Bab Penjelasan Sifat-Sifat Orang Munafik, no. 59)
Gambaran dari Rasulullah saw tersebut kiranya cukup untuk mengidentifikasi keberadaan sifat munafik dalam diri setiap kita. Karenanya maka, jika tiga tanda yang disebutkan dalam hadits tadi ada dalam diri kita maka jangan menunggu besok untuk memperbaikinya. Dan jika itu ada pada diri saudara kita maka segera nasehatkanlah, karena ia juga sangat berbahaya bagi orang di sekitarnya.
Dan puasa tentunya menjadi momentum yang sangat tepat untuk kita mengkritisi diri kita sendiri. Segala kelemahan dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk dibukakan, dan Dia juga membukakan pintu taubat dari segala kelemahan diri pada bulan ini. Karena di dalam puasa atau sholat sekalipun, sifat munafik itu senantiasa menyertai. Dia laiknya benalu yang tumbuh pada tanaman yang unggul. Nabi Akram Muhammad saw bersabda:
“Dan apabila ia mengerjakan puasa dan shalat, ia menyangka bahwa dirinya seorang muslim” (HR Muslim, Kitab Iman, Bab Penjelasan Sifat-Sifat Orang Munafik, no. 59).
Begitu halusnya penyakit hati ini bisa jadi melebihi halusnya penyebaran Covid_19, karena walau gejalanya terlihat tapi tidak setiap mereka yang terpapar merasakannya. Bahkan sering dijumpai ketika disampaikan tanda-tandanya, ia tidak mengakui kelamahannya.
Karena potensi keburukan yang besar bisa ditimbulkannya, maka “penghargaan” bagi orang-orang munafik ini pun tidak main-main. Sebagaimana dia menempati maqam penyakit ruhani yang sangat tinggi maka Allah Ta’ala pun mengganjarnya dengan sesuatu yang “istimewa”. Apa itu? Allah Ta’ala berfirman dalam Al Quran bahwa:
انّ المنفقين فى الدّرك الاسفل من النّار ولن تجد لهم نصيرا
Sesungguhnya orang-orang munafik berada di bagian paling bawah dari Api, dan engkau tidak akan pernah mendapatkan penolong bagi mereka. (An-Nisa 4:146)
Dari ayat ini jelas sekali bagaimana Allah Ta’ala sangat tidak senang pada sifat munafik, terlebih itu ada dalam diri hamba yang mengimani-Nya. Untuk itu, hal ini pun sejatinya menjadi sangkalan bagi pandangan keliru bahwa keimanan dalam Islam disebarkan melalui sarana pedang atau paksaan. Karena sejatinya iman itu merupakan ketundukan pikiran dan hati seseorang, sesuatu yang tak mungkin didapat dari penggunaan pedang atau pemaksaan
Mudah-mudahan di akhir puasa Ramadhan dan ditengah pandemik ini Allah ta’ala mengarunia kita kekuatan dan karunianya untuk mampu menjauhkan diri dari sifat kemunafikan, sehingga kita dapat terhindar dari api neraka dan kemurkaan-Nya.
Allaahumaghfirlanaa warhamnaa wa anta khaerur raahimiin
Wa’aakhiru da’wana ‘anil hamdulilaahi rabbil ‘aalamiini
[1] Referensi Al Qur’an Terjemah dan Tafsir singkat, JAI
Semoga kita senantiasa di jauhkan dari penyakit-penyakit rohani
Aamiin allaahumma aamiin,,
Good top markotob
trima kasih… yks simak artikel-artikel lainnya.