Oleh: Mln. Murtiyono
Manusia sebagai makhluk sosial dimana suatu kemustahilan dia dapat hidup seorang diri. Manusia membutuhkan orang lain untuk kemajuan dirinya baik dalam berbagai macam kepentingan hidupnya. Manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi hajad hidupnya yang bersifat alamiah maupun sintesis.
Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain atau sarana kebendaan lainnya agar keinginanya dapat tercapai. Semandiri apa pun manusia akan tergantung kepada sarana kebendaan yang lain, dengan kata lain ada batasan kemandirian pada diri manusia.
Sebagai seorang muslim tentunya memiliki petunjuk di dalam hari-harinya menjalin relasi sosial. Al Qur’an mengajarkan kepada setiap muslim agar saling mengenal antara satu kelompok dengan kelompok yang lain, antar satu suku Bangsa dengan suku bangsa yang lain.
Semua itu dimaksudkan agar setiap kita dapat saling belajar dan mengambil manfaat kebaikan dari relasi sosial yang terjalin. Seorang muslim harus memiliki kemampuan memilih dan memilah dengan siapa dia bergaul. Karena dengan adanya hubungan sosial seorang muslim yang baik agar dapat memberikan pengaruh yang baik bagi yang lain.
Di sana ada proses take and give. Ketika energi kebaikannya tidak begitu besar maka dia akan mudah terpengaruhi hal buruk di luar dirinya. Untuk itu di dalam proses perkembangan seseorang perlu memperkaya pertemuan-pertemuan dengan relasi sosial yang bermanfaat baik secara norma sosial atau pun agama.
Namun, terkadang jika kita tidak memahami indikator teman yang benar dalam konteks ayat di atas mungkin saja kita akan terjebak pada satu subjektifitas pemahaman diri kita sendiri dalam melihat teman yang benar. Jika kita tilik kata Benar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1. Sesuai sebagaimana adanya (seharusnya); betul; tidak salah. 2. Tidak berat sebelah; adil, 3. Lurus (hati), Dapat dipercaya (cocok dengan keadaan sesungguhnya),tidak bohong, 5 Sah, 6. Sangat; sekali; sungguh.
Jika kita rangkai arti secara garis besarnya adalah, seorang yang benar itu adalah seseorang yang menyampaikan sesuatu apa adanya, adil dan lurus hati. Namun tidak elok sepertinya jika selaku seorang muslim, tidak menyandarkan apa itu pribadi yang benar dalam konteks al Quran dan Hadits di dalam kita memilih teman pergaulan. Berikut beberapa contoh indikator orang yang benar.
Jujur (Shiddiq)
Di dalam Surah At-Taubah 9:119 Allah Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.
Seseorang yang benar dia akan senantiasa berkata jujur apa adanya dan bijaksana di dalam menempatkan suatu masalah. Dengan kejujuran akan mencegahnya membuat suatu kesalahan serta orang akan menaruh kepercayaan kepadanya.
Amanah
Seorang yang benar dia akan menjaga amanah/titipan kepercayaan baik berupa perkataan maupun barang. Seorang yang benar adalah dia menjaga dengan penuh tanggung jawab skecil/sesepele apapun yang diamanahkan pada dirinya sendiri. Di zaman sekarang ini saking sulitnya menemukan pribadi yang amanah sampai ada istilah manusia itu dititipin omongan bisa bertambah tetapi dititpi uang bisa berkurang.
Allah Ta’ala telah jelas sekali berfirman:
وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِأَمَٰنَٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٰعُونَ
Dan mereka yang memelihara amanat-amanat dan perjanjian-perjanjiannya. (Q.S. Al-Mu’minuun 23 : 8)
Jadi seorang yang benar adalah dia yang menjaga betul amanah dan perjanjian yang diberikan kepadanya. Dia tidak berkhiyanat seberapa pun sulitnya.
Pekerja Keras
Di dalam Al Qur’an Allah Ta’ala telah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدۡحٗا فَمُلَٰقِيهِ
Hai manusia! Sesungguhnya engkau bekerja keras menuju Tuhan engkau, maka engkau bertemu dengan-Nya. (Q.S. Al Insyiqaaq 84 : 6)
Seorang yang benar juga memiliki ciri pekerja keras. Dia akan bekerja sepenuh hati terhadap apa yang menjadi tugas dan kewajibannya. Dia tidak akan berleha-leha untuk menjaga kepercayaan orang lain. Karena di dalam Al Qur’an secara fitrati manusia diciptakan untuk bekerja keras.
Di dalam banyak riwayat dan tarikh Nabi Muhammad saw mengkisahkan bahwa beliau begitu bekerja keras untuk menyampaikan amanah Ilahi yang begitu besar. Rasulullah saw menerima tugas tersebut dengan penuh dedikasi dan kecintaan kepada Allah ta’ala dan kepada ummat manusia. Maka bekerja keras dalam keamanah dan kebaikan juga merupakan ciri orang yang benar.
Menjauhi Kemalasan
Seorang yang benar adalah mereka yang senantiasa menjauhi kemalasan. Bahasa millenialnya mager males gerak. Kita banyak menemukan bagaimana Rasulullah saw itu dalam menjalani hari-hari beliau seperti halnya orang yang sedang berenang. Artinya selama sehari-hari beliau senantiasa terlihat selalu dalam kesibukan. Ditempat lain kita menemukan bahwa Rasulullah saw senantiasa jauh dari tulang rusuknya yang bermakna, saking bekerja kerasnya beliau, beliau seperti tidak pernah tidur.
Oleh karenanya beliau mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa membaca doa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَالْعَجْزِ وَالْبُخْلِ…
…Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat malas, dan lemah, serta sifat pelit). (At-Tirmidzi No. 3495)
Cerdas Fathanah
Seorang yang benar bukanlah seorang yang lambat di dalam berfikir dan bertindak. Dia sangat cerdas karena mencintai ilmu dan mengamalkannya. Seorang yang benar dia sangat faham betul kapan dia bertindak dan kapan harus diam.
Kita ketahui di dalam Al Quran setiap Nabi dikarunia Fathanah kecerdasan. Jika kita melihat laku kehidupan Yang Mulia Nabi Muhammad saw kita akan melihat betapa beliau dikarunia kecerdasan yang luar biasa dari Allah Taala. Mukjizat yang tak terbantahkan hingga hari ini ialah, di mana beliau dalam keadaan ummi tidak dapat membaca namun beliau sanggup menghafal seluruh Wahyu Al Qur’an yang telah Allah amanahkan kepada beliau.
Maka kecerdasan merupakan ukuran kebenaran selanjutnya bagi kebaikan seseorang. Dalam Surah Al Mujaadilah 58 : 11 termaktub:
… ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha waspada tentang apa yang kamu kerjakan.
Jadi suatu penghargaan yang istimewa dari Allah Ta’ala bagi orang-orang yang beriman dan berilmu hingga sampai pada tingkatan kecerdasan terntentu. Derajat kehormatan mereka lebih dari yang lain. Tentu jika ini kemudian dimbangi dengan keindahan budinya maka insyaallah dia akan menjadi sumber kemaslahatan bagi yang lain.
Menjaga kebersihan dirinya
Seorang yang benar adalah dia yang senantiasa menjaga kebersihan dirinya, ucapannya dan pakaiannya. Layaknya pakaian yang putih, sang pemilik pakaian tidak ingin pakaiannya terpercik kotoran sekecil apapun itu. Begitu juga batin seorang yang benar, dia tidak ingin dikotori oleh kekotoran fikiran. Sebagaimana juga tempat dia tinggal akan senantiasa bersih asri dan sejuk. Terbebas dari kesan jorok dan kotor.
Rasulullah saw dalam banyak kesempatan tak bosan mengingatkan kepada para sahabat agar hidup bersih, dan harum. Karena mengamalkan kebersihan adalah bagian dari keimanan. Untuk hal kecil, memotong kuku, menyikat gigi sampai menjaga agar tidak mengkonsumsi makanan yang berbau keras ketika hendak masuk masjid. Hal ini dimaksudkan agar orang lain terjaga dari bau yang kurang sedap yang bisa saja keluar dari mulut orang yang sedang shalat atau keringatnya.
Jadi sebagai seorang Muslim hendaknya kita benar-benar dapat mencari teman yang tepat yang akan membawa kebaikan dan manfaat pada diri. Berkenaan dengan ini, pendiri komunitas Muslim Ahmadiyah yakni Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as mengkisahkan.
Ada seorang pelajar dari Sikh (satu Agama besar di India) yang fanatik terhadap beliau. Pelajar tersebut berkirim surat dan menyampaikan bahwa dirinya tadinya sangat mempercayai Tuhan, namun keyakinan itu mulai luntur.
Berkenaan dengan ini, beliau Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as bertanya, jika kamu duduk sebangku dengan orang atheis maka pindahlah. Lalu setelah si pelajar Sikh tadi pindah tempat duduk belajarnya, baru keyakinannya kepada Tuhan berangsur-angsur kuat kembali.
Bahkan dalam satu majlis Hadhrat Rasulullah saw biasa beristighfar. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai ada gerakan dan pengaruh buruk yang akan mengotori kesucian beliau saw.
Ref.
- Al Quran Terjemah dan tafsir singkat Jemaat Ahmadiyah Indonesia
- Hadits.id
- https://www.alislam.org/archives/sermons/summary/FST20040611-ID.PDF