Masyarakat Minangkabau terkenal dengan ketaatan mengamalkan adat dan agama. Hal ini tergambar dalam ungkapan yang populer “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” (adat bersendi agama, agama bersendi kitabullah). Salah satu akulturasi yang menarik adalah Balimau.
Pra-Islam di Minangkabau
Secara historis, sebelum masuknya berbagai agama ke Minangkabau, masyarakat di samping mentaati peraturan peraturan adat, juga telah menganut kepercayaan pra-agama, dalam bentuk animisme dan dinamisme.
Agama yang lebih dahulu memasuki kepulauan Nusantara adalah Hindu dan Budha. Abad ke-6 atau ke-7 Masehi keduanya sudah berada di pulau Sumatera. Namun demikian, Orang Minangkabau tidak begitu terpengaruh dengan agama Hindu dan Budha.
Mereka menyusun kebudayaan dan adat istiadat tersendiri. Susunan adat dan pemerintahannya berdasarkan kepada dua, yaitu Koto Piliang dan Bodi Chaniago.
Adapun Sumatera Barat (Minangkabau pada waktu itu), menurut satu pendapat telah mulai diislamkan oleh pedagangpedagang Muslim yang berlayar dari Malaka menelusuri Sungai Kampar dan Indragiri pada abad ke-15 dan ke-16 Masehi.
Akulturasi Adat dan Islam dalam Balimau
Salah satu bentuk akulturasi adat dan agama Islam di Minangkabau adalah balimau. Tradisi ini berbentuk mensucikan badan menyambut bulan Ramadhan, yang merupakan kebiasaan kolektif masyarakat Minangkabau yang telah membudaya.
Secara spesifik, Balimau adalah Mandi khusus memasuki bulan Ramadhan, ada yang mandi dengan air bunga atau jeruk (limau) yang wangi atau mandi di tempat permandian khusus atau sungai-sungi secara beramai-ramai.
Ketika datang Ramadhan, kerap terdengar “marhaban bilmuthahhir” artinya “selamat datang wahai pembersih.” Marhaban artinya ruangan luas tempat perbaikan untuk mendapatkan keselamatan dalam perjalanan. Kata-kata ini kerap dipakai untuk menyambut dan menghormati tamu yang mulia, dengan makna ungkapan selamat datang.
Ucapan ini mencerminkan rasa kegembiraan menyambut tamu mulia bulan Ramadhan. Oleh sebab itu wajar dilakukan pembersihan badan (balimau). Ramadhan dapat membersihkan jiwa dan badan bagi yang melakukan amalan puasa dengn baik.
Walaupun tidak ada nash yang mendukung sebagai satu kaitan ibadah wajib atau sunat daloam menyambut Ramadhan, akan tetapi kebanyakkan masyarakat telah mengadopsinya sebagai suatu kegiatan yang punya kaitan eerat dengan ibadah puasa.
Pergeseran Tradisi Balimau
Pada awalnya kegiatan balimau dikembangkan dalam berbagai bentuk acara, seperti jelang menjelang (kunjung mengunjungi). Berkunjung sambil membawa hantaran yang dikenal dengan istilah Ini dikenal ungkapan kok bajalan babuah batih, kok malenggang babuah tangan (membawa oleh-oleh untuk memperat hubungan kekerabatan).
Ketika saling berkunjung ini, terjadi komunikasi/musyawarah yang dapat menyelesaikan permasalahan dan memberikan ketenangan serta saling mengasihi. Pada malam harinya biasanya semua keluarga bersama-sama ke masjid, surau atau langgar untuk menunaikan ibadah shalat tarawih.
Melestarikan budaya balimau masyarakat Minangkabau pada awalnya sejalan dengan dakwah Islam yaitu untuk menggairahkan menyambut bulan Ramadhan dan mempererat ukhuwah sesama umat serta membersihkan diri.
Budaya atau tradisi lokal, bisa menjadi salah satu media penghantaran nilai-nilai agama. Menyatu, tanpa meniadakan satu sama lain.