Pada tanggal 28 Maret 2021 Indonesia dikagetkan dengan ledakan bom di sebuah Gereja Katedral Makasar. Peristiwa tersebut merenggut 2 nyawa tersangka serta melukai 20 warga lainnya termasuk penjaga keamanan dan jemaat gereja. Tidak lama dari kejadian itu, pada tanggal 31 Maret 2021 kembali terjadi penyerangan di Mabes Polri yang dilakukan oleh seorang wanita muda. Pernyerang tersebut menggunakan senjata api dan dilakukan sendirian atau dikenal dengan lone wolf.
Tentu peristiwa-peristiwa seperti tersebut sangat mencoreng citra Islam. Karena jika diperhatikan para pelaku bom bunuh diri di Makasar menggunakan pakaian bernuansa keislaman. Begitu juga dengan penyerangan di Mabes Polri, sang pelaku telah menulis surat wasiyat yang menyinggung pemahaman pribadinya soal Islam mulai dari riba bank, pemilu, konsep tauhid, hingga jihad.
Dalam surat wasiyat tersebut tertulis. “Mama, Ayah, semua lihat disamping itu adalah tingkatan amalan. Insyaallah dengan karunia Allah amalan jihad akan membantu memberi syafaat kepada keluarga di akhirat. Jihad adalah amalan tertinggi dalam Islam”. Dari beberapa pernyataan dalam surat wasiyat itu pelaku terorisme meyakini amalan jihad yang mampu memberi syafaat di akhirat dan sebagai amalan tertinggi dalam Islam. Lalu, apakah pemahaman yang dituliskan pelaku itu benar?
Mari kita cocokkan konsep jihad yang Islam ajarkan dengan konsep yang dipahami oleh para pelaku terorisme tersebut.
Makna Jihad
Mengutip statemen dari Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. secara sematik jihad berasal dari kata jahada yang membentuk tiga kata kunci, pertama jihad itu sendiri yang artinya perjuangan yang lebih mengedepankan totalitas diri manusia, kedua ijtihad yaitu perjuangan yang lebih menggunakan nalar, dan ketiga mujahadah yang maknanya perjuangan yang lebih mengedepankan kekuatan rohani. Ketiganya harus memiliki keterkaitan sehingga ketika akan berjihad banyak yang harus dipertimbangkan dari sisi ijtihad dan mujahadah. Maksudnya ketika akan berjuang menggunakan totalitas diri alangkah baiknya melibatkan nalar juga kerohanian, tujuannya agar apa yang dilakukan tidak mendatangkan kemudharatan bagi banyak orang bahkan justru akan mendatangkan rahmat. Namun sayangnya keterbatasan dalam mengolah kata dari Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia kadang mendatangkan pembiasan makna yang berakhir pada miskonsepsi.
Memahami jihad tidak dapat dilakukan dengan terlalu terbuka sehingga bisa menciptakan persepsi bahwa apapun yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan berakhir dengan jihad. Pemahaman jihad juga tida bisa dilakukan dengan terlalu sempit karena akan menciptakan persepsi bahwa jihad adalah sebuah pertempuran melawan sesuatu yang dia pribadi anggap salah. Oleh sebab itu pemahaman jihad alangkah lebih baik dilakukan secara jeli.
Jelasnya jihad memang berjuang menggunakan totalitas pada diri dan mencurahkan segala kemampuan untuk berkorban dengan segala tenaga, pikiran, emosi juga apa saja demi menghancurkan atau mencegah dari kesesatan, kemungkaran ataupun kezaliman yang dibuat oleh musuh-musuh Allah. Baik berupa wujud manusia-manusia ingkar , setan yang menyesatkan maupun hawa nafsu diri sendiri.
Jihad yang baik adalah jihad yang dengan melaksanakannya akan mendatangkan kebaikan bagi siapapun, meraih rahmat Allahswt dan tidak memberikan kemudharatan. Tentu ini berbanding terbalik dengan pemahaman para teroris. Aksi mereka justru mendatangkan ketakutan dan kecemasan di masyarakat luas. Selain itu juga menimbulkan kembali Islamophobia dengan framing bahwa Islam identik dengan Jihad yang dikaitkan dengan membunuh orang lain.
Tujuan Jihad
Tujuan jihad adalah agar syariat Allahswt bisa ditegakan dan diamalkan oleh semua orang sehingga orang beriman dan berjihad di jalan Allahswt mendapatkan rahmat-Nya.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 218).
Namun apakah dengan langkah kekerasan yang dilakukan oleh para terorisme akan menimbulkan minimal kesadaran di antara orang-orang yang menerima tindakan kekerasan itu? Tentu tidak. Korban justru akan merasakan trauma dan ketakuan tersendiri serta menimbulkan imej negatif. Terbukti kemudian muncul Islamophobia sebagai bentuk feedback negatif terhadap perilaku teroris yang mengatas namakan dirinya muslim.
Singkatnya apabila kita gambarkan ideologi mereka seperti demikian, ketika kita hidup dikelilingi orang yang dianggap kafir kemudian karena pemahaman yang salah maka kita melakukan kezaliman atau dalam kasus ini tindakan terorisme terhadap mereka dan pada akhirnya mereka meninggal dalam keadaan suul khatimah kemudian masuk neraka. Namun apakah ini tidak menjadikan tujuan kita sama dengan tujuan syaithan?
“Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaithan-syaithan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Fatir: 6).
Jadi jihad bukanlah bentuk balas dendam dan upaya menzalimi kaum yang lemah atau salah, justru sebaliknya untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi ini serta meluruskan pemahaman-pemahannya yang salah. Tujuan Jihad juga bukan untuk membunuh orang kafir dan melakukan teror terhadapnya, karena Islam sangat menghormati hak hidup setiap manusia.
Sebenarnya Rasulullahsaw tidak selalu mengedepankan perang dalam melawan kaum kafir, Rasulullahsaw lebih memilih menggunakan pendekatan soft power atau pendekatan non-militeristik. Dengan kata lain beliau tetap mengedepankan kemanusiaan, bahkan bila ditelisik lagi bahwa setiap perang yang dilakoni kaum Muslim pada zaman kepemimpinan Rasulullahsaw, itu semua hanya dilakukan jika memang diharuskan dan berperang menjadi pilihan terakhir. Beliau juga tetap mengingatkan pasukannya untuk tidak melakukan tiga hal, yaitu membunuh anak-anak dan perempuan serta orang-orang yang beribadah, tidak merusak tanaman dan tidak menghancurkan rumah ibadah musuh.
Tingkatan Jihad
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan jenis jihad ditinjau dari objeknya memiliki empat tingkatan, yaitu:
1. Jihad melawan hawa nafsu
Ini merupakan dasar dari segala jenis jihad. Sedangkan jihad melawan musuh adalah subpoin dari jihad melawan hawa nafsu. Sebelum seseorang mampu berjihad melawan musuh, ia terlebih dahulu harus menundukkan hawa nafsunya. Itu dapat dicapai melalui 4 hal:
- Menundukkan hawa nafsunya dengan mempelajari petunjuk dan sunnah Rasulullahsaw.,
- Menundukkan hawa nafsunya dengan mengamalkan semua apa yang dia ilmui secara ikhlas karena Allah Ta’ala dan itiiba’ (mengikuti) kepada sunnah Rasulullahsaw.,
- Menundukkan hawa nafsunya dengan berusaha mendakwahkan apa yang telah diilmui dan diamalkannya,
- Menundukkan hawa nafsunya dengan bersabar atas rintangan dan hambatan yang ia jumpai ketika mempelajari ilmu agama, mengamalkannya dan mendakwahkannya.
2. Jihad melawan syaithan
Syaithan merupakan musuh yang harus ditundukkan terlebih dahulu sebelum melawan musuh berjenis manusia. Dalam melancarkan serangannya terhadap manusia, syaithan menggunakan dua senjata yaitu syubhat (ketidakjelasan) dan syahwat (nafsu). Dua hal ini hanya dapat ditangkal dengan ilmu dan sabar.
3. Jihad melawan orang-orang kafir
Jenis jihad ini memiliki 4 tingkatan, yaitu hati, lisan, harta dan jiwa.
4. Jihad melawan kezaliman, kebid’ahan dan kemungkaran
Jihad ini dapat dilakukan dengan tangan sendiri. Apabila tidak mampu, berpindah pada lisan. Jika tidak mampu juga maka diingkari dengan hati.
Apabila kita sesuaikan dengan tingkatan yang dijelaskan oleh Ibnu Qayyim, maka segala tindak para pelaku terorisme tidak masuk dalam klasifikasi manapun. Karena sebenarnya Al-Quran pun telah menjelaskan batasan-batasan untuk mengahadapi kaum kafir, salah satunya termaktub dalam surah Luqman ayat 15:
“Dan jika keduanya berjihad terhadapmu agar mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentangnya, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah mereka di dunia dengan ma’ruf (kebaikan sesuai tradisi).”
Merujuk kepada ayat di atas maka tentu saja tidak ada kebaikan didalam tindakan yang para teroris lakukan dan gugur semua tujuan dari Jihad itu. Di sisi lain Rasulullahsaw pun selalu menekankan kepada kaum Muslimin untuk tetap mengedepankan kemanusiaan, seperti tertera dalam sebuah hadits:
“Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Laila bahwa ketika Qais bin Saad ra dan Sahal bin Hunaifra sedang berada di Qadisiyah, tiba-tiba ada iringan jenazah melewati mereka, maka keduanya berdiri. Lalu dikatakan kepada keduanya, ‘Jenazah itu adalah termasuk penduduk setempat (yakni orang kafir)’. Mereka berdua berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullahsaw pernah dilewati iringan jenazah lalu beliau berdiri’. Ketika dikatakan, ‘Jenazah itu Yahudi’, Rasulullahsaw bersabda: ‘Bukankah ia juga manusia?’” (Shahih Muslim No.1596).
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman jihad yang dianut oleh para pelaku teroris sangat berbanding terbalik dengan apa yang Islam ajarkan. Salah satu upaya kita dalam berjihad melawan teroris adalah dengan memperdalam kembali Al-Quran dan hadits. Jihad melawan efek Islamophobia adalah dengan menginformasikan esensi sebenarnya mengenai jihad untuk melawan miskonsepsi yang suah terlanjut terbentuk di tengah-tengah masyarakat.
Penulis: Renna Aisyah