Oleh : Mln. Muhammad Syarif Hidayatullah
Materi yang akan saya sampaikan pada kesempatan ini adalah seputar Islam dan Terorisme. Dua kata yang sebenarnya sangat bertentangan. Tetapi pada saat ini terorisme seakan telah melekat ke tubuh agama Islam. Sehingga stigma yang merebak adalah teroris adalah Islam dan Islam adalah teroris.
Tentu ini adalah kesan yang sangat salah, bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi sayangnya, kesan negatif terhadap Islam ini dikuatkan oleh sebagian umat Islam sendiri, dimana mereka terlibat dalam tindakan-tindakan ekstremisme yang mengatasnamakan Islam, sebut saja yang terjadi baru-baru ini, penyerangan Teroris di brusel, Belgia, Ankara Turky, kota Nice, Perancis, munchen Jerman dan bom di Kabul, Afghanistan .
Sungguh sangat disayangkan, bahwa Islam, yang merupakan agama damai, yang penuh ajaran kasih sayang, kebaikan dan persaudaraan telah ternodai oleh para pelaku terorisme dan ekstremisme yang kita saksikan di berbagai belahan dunia.
Definisi kata Islam dan Terorisme
Dalam kamus bahasa Arab; Al-Misbah, kata Islam di serap dari kata, salama – yaslamu-salaman-salamatan; yang berarti : selamat, aman, damai. (kamus Al-Misbah, hal. 199, penerbit bina iman Jakarta-Surabaya) Jadi Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, yang mengajarkan tentang, keselamatan, keamanan dan kedamaian.
Sedangkan kata teror berarti, usaha menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. (hhtp://kamusbahasaindonesia.org/terror). Jadi kata terorisme berarti usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan untuk mencapai tujuan atau keinginan, terutama tujuan politik.
Islam Menentang Terorisme
Bicara Islam, tidak lepas dari pembawa ajaran Islam itu sendiri yaitu Rasulullah saw, karena beliau saw orang yang diutus sebagai pembawa ajaran Islam, apa yang di contohkan dan diamalkan Beliau itulah yang harus kita ikuti sebagai pengikut Beliau saw, (Al-Ahzhab :22),
Memang di dalam Islam terdapat perintah berperang, tetapi peperangan tersebut diizinkan hanya dalam bentuk peperangan depensif, karena keadaan yang memaksa mereka untuk berperang. Dalam riwayat bagaimana Nabi kita Muhammad saw, mulai mendapat izin dari Allah untuk melakukan peperangan, karena selama + 13 Tahun, setelah menerima mandat Kenabian dari Allah saw, dan da’wa beliau sampaikan kepada masyarakat di Mekah, beliau dan orang-orang yang menerima penda’waan beliau SAW, mendapat pertentangan dan permusuhan disertai juga tindakan-tindakan diskriminatif, melihat Islam yang mulai terus berkembang, para penentang Islam berusaha menghambat lajunya kemajuan Islam bahkan mereka berusaha menghancurkan Islam dengan cara menangkap hidup atau mati pembawa ajaran Islam yaitu Rasulullah SAW, hingga akhirnya Beliau Hijrah ke Madinah, setelah hijrah ke madinah pun permusuhan tidak juga berhenti, mereka berusaha menghancurkan Islam dengan cara menyerang orang-orang Islam yang ada di Madinah, hingga turun ayat :
“Telah diizinkan (berperang) bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah dianiaya Dan sesungguhnya Allah berkuasa untuk menolong mereka. Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami adalah Allah.” Dan sekiranya Allah tidak menangkis (serangan) sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan hancurlah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Q.S. Al-Hajj: 40-41)
Di dalam ayat ini izin untuk berperang diberikan karena keadaan yang terpaksa. Di dalam ayat yang sama, Allah memerintahkan bahwa dalam peperangan tersebut adalah untuk menegakkan kebebasan untuk melakukan ibadah yang mana mereka telah dianiaya bertahun-tahun sehingga mereka tidak bisa bebas untuk menyatakan bahwa Tuhan mereka adalah Allah yang Esa. Dan dijelaskan juga bahwa peperangan tersebut bukan hanya untuk kepentingan Islam semata, melainkan untuk kepentingan agama-agama samawi, seperti yahudi dan Kristen, yang jika mereka tidak melawan maka akan hancur semua Sinagog, Gereja, dan Masjid-masjid.
Peperangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, melahirkan peraturan-peraturan yang bernilai kebaikan universal, diantaranya: Jangan berkhianat, jangan bertindak secara berlebihan (melampaui batas), jangan ingkar jani, dilarang mencincang mayat, dilarang membunuh anak kecil, orang tua renta dan wanita; dilarang membakar dan menebang pohon; dilarang menyembelih binatang ternak kecuali untuk di makan, dan dilarang mengusik orang-orang Ahli Kitab yang sedang beribadah. (hadits Abu Daud, bab, perang, Sinar Islam, Vol. I, edisi ke 5, Juli 2014).
Bahkan dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad SAW, tidak pernah membunuh musuh di medan perang, memang ada riwayat bahwa ada seseorang yang tewas dalam perang uhud yang bernama Ubay bin Khalaf, tetapi kematian Ubay bin Khalaf bukan terjadi di medan perang tetapi, beberapa hari setelahnya, yaitu saat perjalanan pulang menuju Makkah di suatu tempat yang bernama Saraf. Di kisahkan, dalam perang Uhud tahun 625 M, Ubay bin Khalaf dengan mengenakan pakaian perang lengkap sambil memegang pedang dan menunggangi kuda, di medan laga mencari Nabi Muhammad SAW, Ubay menunggangi kuda sambil berkata,”Jika Muhammad tidak di bunuh hari ini aku tidak akan selamat.” Kata-kata itu terus-menerus diteriakkan berulang-ulang. Pada akhirnya Ubay menemukan Nabi Saw, dan berusaha menyerangnya. Para sahabat memutuskan untuk menghabisi Ubay sebelum ia berusaha mendekati nabi, tetapi mereka dicegah oleh Nabi. Ketika Ubay mendekat, Nabi mengambil lembing dari salah satu sahabatnya yaitu Harits bin As-Shinmah, kemudian lembing itu di lempar tepat mengarah ke Ubay dan berhasil mengenai lehernya. Ubay terkejut dan jatuh bersimbah darah lalu berlari menuju pasukannya. Sambil menangis ubay bin khalaf berkata, “Demi Tuhan, Muhammad telah membunuh ku!”. Anak buahnya berusaha menghibur dan mengatakan itu hanya luka kecil dan tak perlu dikhawatirkan. Tetapi Ubay bin Khalaf mengatakan bahwa, “Muhammad telah berkata di Mekkah bahwa dialah yang akan membunuhku”.
Abu Sufyan yang pada masa itu masih aktif memerangi kaum muslimin, mengatakan jangan mempermalukan diri sendiri dengan menangis meraung-raung, hanya karena luka kecil. Ubay menjawab,”Tak tahukah kau yang mengakibatkan luka ini? Dia adalah Muhammad. Demi Latta dan Uzza! Jika penderitaan ini di sebarluaskan ke seluruh masyarakat Hijaaz, tidak satu pun akan selamat. Sejak saat itu ia menyatakan bahwa ia akan membunuhku dan kematianku berada ditangan Muhammad. Jika saja di ,meludahi ku, pada saat ia berkata, aku pasti sudah mati.” Pada akhirnya Ubay bin Khalaf menghembuskan nafas terakhir saat perjalanan pulang menuju Makkah, tepatnya disebuah tempat bernama Saraf. (Sinar Islam, Vo. I, edisi 5, Juli 2014)
Peperangan di masa Nabi Saw, menjadi fakta penting bahwa perang yang dilakukan oleh Nabi Saw, bukan dilatarbelakangi oleh kebencian, nafsu barbar apalagi niatan membunuh manusia-manusia yang berbeda keyakinan. (Sinar Islam, Vo. I, edisi 5, Juli 2014)
Akan tetapi kenapa pelaku-pelaku terror umumnya orang Islam? Apakah mereka lupa dengan riwayat yang dialami oleh Rasulullah Saw?
Hadhrat Masih Mau’ud as menjawab atas pertanyaan ini:
“Filosofi dan sifat sejati dari Jihad adalah masalah yang kompleks dan halus. Kesalahan fatal telah dibuat baik dizaman kita dan diabad pertengahan karena orang gagal memahami masalah ini. Ini adalah cela yang teramat besar, saya terpaksa mengakui bahwa kesalahan-kesalahan yang berbahaya ini telah mencemari agama suci Islam, yang merupakan cermin dari hukum-hukum alam dan manisfestasi dari kemuliaan Allah Ta’ala, untuk dikritik-lawannya.” (The Brithis Government and Jihad, Sinar Islam, vol.I, edisi 5, Juli 2014)
“Harus diingat bahwa ulama-ulama Islam hari ini (ulama-ulama garis keras, peny), benar-benar telah salah memahami Jihad dan salah dalam menjelaskan kepada masyarakat umum. Naluri kekerasan masyarakat mengakibatkan mereka meradang dan melucuti diri dari semua kebajikan mulia manusia. Ini adalah fakta dari apa yang sebenarnya terjadi. Saya tahu pasti bahwa para mulvi/mulla yang bertahan dalam menyebarkan faham/doktrin berlumuran darah ini sebenarnya bertanggung jawab terhadap pembunuhan yang dilakukan oleh orang bodoh, orang egois yang tidak tahu mengapa Islam di paksa berperang dalam sejarah awal”. “Semoga Allah membawa para Mauvi/mullah yang bodoh ini kembali kejalan yang benar. Mereka telah menyesatkan masyarakat/umat, untuk percaya bahwa kunci surga terletak pada keyakinan untuk melakukan penindasan,kekejaman dan tindakan-tindakan tidak bermoral. (The Brithis Government and Jihad, Sinar Islam, vol.I, edisi 5, Juli 2014)
“Mereka menganggap jihad menjadi wajib dalam hati mereka ……. Mereka mematuhi begitu kuat doktrin mereka tentang Jihad, yang benar-benar sesat dan sepenuhnya bertentangan dengan ajaran Al-quran dan hadits, … label Dajjal, senantiasa mereka alamatkan dan menganjurkan pembunuhan kepada siapa saja yang menjadi objek. Sebuah fatwa semacam ini pernah dialamatkan kepada saya beberapa waktu lalu.” (The Brithis Government and Jihad, Sinar Islam, vol.I, edisi 5, Juli 2014)
“mereka (para mullah) adalah sumber pemberontakan terhadap setiap pemerintah. Mereka memiliki kekuasaan atas masyarakat umum dan menciptakan kekacauan dengan mengubahnya kearah apapun yang mereka inginkan.” (The Brithis Government and Jihad, Sinar Islam, vol.I, edisi 5, Juli 2014)
Bahkan dengan tegas Hadhrat Masih Mau’ud as menyatakan bahwa, para mullah yang meyakini ideoligi Jihad berdarah adalah musuh tersembunyi bagi pemerintah dan penjahat serta tidak mentaati perintah Allah T’ala. (The Brithis Government and Jihad, Sinar Islam, vol.I, edisi 5, Juli 2014)
Jihad dalam pandangan Hadhrat Masih Mau’ud as
Beliau as bersabda:
”Didalam Al-Quran terdapat perintah jelas, janganlah mengangkat pedang untuk menyebarkan agama. Dan tampilkanlah keindahan-keindahan substansial agama. Dan tariklah orang-orang dengan suri tauladan yang baik. dan jangan berpikiran bahwa pada permulaan Islam telah dikeluarkan perintah mengangkat pedang. Sebab, pedang tersebut tidak dicabut untuk menyebarkan agama, melainkan untuk membela diri dari serangan-serangan musuh. Atau pedang itu di cabut untuk menegakkan keamanan. Namun tidak pernah dengan tujuan untuk melakukan pemaksaan bagi agama.”dari serangan-serangan musuh. Atau pedang itu di cabut untuk menegakkan keamanan. Namun tidak pernah dengan tujuan untuk melakukan pemaksaan bagi agama.” (Sitarah Qaishariyah, hal. 16, mahzarnamah, JAI, 2002)
“Orang-orang yang menyebut diri mereka Muslim, tapi menyakini bahwa Islam harus disebarkan dengan pedang, mereka tidak menyadari keunggulan Islam yang melekat pada Islam, dan tindakan mereka seperti tindakan binatang.” (Taryaqul-Qoluub, Ruhani Khazain, ol. 15, hal. 167, Sinar Islam, vol. I, edisi 5, Juli 2014)
Beliau as bersabda: ”Mereka yang memiliki penglihatan, membaca hadits dan merenungkan Al-Quran harus memahami dengan baik bahwa jenis jihad yang di peraktekkan oleh banyak orang-orang barbar saat ini bukanlah jihad Islam. Sebaliknya, kegiatan sesat yang menyebar diantara umat Islam adalah hasutan Nafs-Amarah (nafsu yang manghasut kejahatan) atau nafsu hewani untuk meraih surga.”(the British Government and jihad, Sinar Islam, vol.I, edisi 5, Juli 2014)
“Tradisi umum dikalangan kaum Muslim yang menyerang orang-orang dari agama lain, yang mereka sebut dengan jihad, bukanlah jihad agama Ilahi (syariat), sebaliknya itu adalah dosa besar dan pelanggaran terhadap instruksi yang jelas dari Allah dan Rasul-Nya, Nabi Muhammad Saw. ((The Brithis Government and Jihad, Sinar Islam, vol.I, edisi 5, Juli 2014)
“Mereka harus ingat bahwa pemahaman mereka tentang jihad sama sekali tidak benar dan simpati kepada manusia itu adalah yang utama. (the British Government and jihad, Sinar Islam, vol.I, edisi 5, Juli 2014)
Hadhrat Masih Mau’ud as, bersabda :
”Apakah itu tidak memalukan, ada orang asing harus tewas dengan cara tidak adil hingga menciptakan kesusahan urusan rumah tangga sehari-hari, menjadikan istrinya seorang janda, membuat anak-anaknya yatim piatu, dan mengubah rumahnya menjadi rumah duka ? hadits atau ayat dari Al-Quran yang mana yang memberikan kewenangan perilaku seperti itu ? Apakah ada mullah atau ulama yang dapat menjawab pertanyaan in ? Orang bodoh mendengar kata jihad dan dia menjadikan alasan untuk pemenuhan keinginan ego mereka sendiri. Atau mungkin itu adalah kegilaan belaka yang condong menuju pertumpahan darah.” (the British Government and jihad, Sinar Islam, vol.I, edisi 5, Juli 2014)
“Dizaman sekarang ini, dimana kita hidup didalamnya, tidak ada kebutuhan dan kebutuhan mutlak untuk melakukan peperangan lahiriyah, melainkan di akhir zaman ini yang dikehendaki adalah memperlihatkan contoh peperangan non-lahiriah. Dan yang menjadi perhatian adalah perlawanan rohani. Sebab pada saat ini sarana-sarana dan persenjataan untuk menyebarluaskan kemurtadan rohani dan penyimpangan agama telah banyak di buat. Oleh karena itu untuk melawannya juga diperlukan senjata semacam itu. Sebab, sekarang adalah zaman yang aman dan damai. Dan kita memperoleh segala macam kemudahan serta keamanan. Setiap orang bebas dapat melakukan penyebaran dan pertablighan agama masing-masing, …. Islam yang merupakan pendukung sejati terhadap keamanan bahkan secara hakiki hanya Islamlah penyebar keamanan, ketentraman dan kedamaian. Bagaimana mungkin pada zaman sekarang ini Islam dapat menyukai untuk memperlihatkan contoh pertama iu yaitu peperangan lahiriah dalam kondisi aman dan bebas? Jadi, pada masa sekarang ini yang dikehendaki adalah contoh kedua, yaitu peperangan rohani.” (Malfuzhat, jld.I, hal. 58, Mahzarnamah, JAI, 2002)
“Pada masa permulaan Islam, peperangan bela diri dan pertempuran jasmani memang diperlukan saat itu karena jawaban yang diberikan kepada para pelaku da’wa Islam bukanlah dalil-dalil dan argumentasi, melainkan di balas dengan pedang. Oleh karena itu, tanpa pilihan lain dalam menghadapinya terpaksa digunakan dengan pedang. Namun, sekarang tanggapan tidak dilakukan dengan pedang, melainkan serangan kecaman-kecaman dilakukan terhadap Islam melalui pena dan dalil-dalil. Itulah sebabnya pada zaman ini Allah Ta’ala telah menghendaki agar fungsi pedang digantikan oleh pena. Dan agar dilakukan perlawana melalui tulisan , sehingga penentang dikalahkan. Oleh karena itu sekarang tidak pantas bagi siapapun untuk menjawab pena dengan menggunakan pedang.” (malfuzhaat, jld. I, hal. 58-59, Mahzarnamah, JAI, 2002)
Generalisasi tentang ayat-ayat Alquran
Para penentang Islam dan sebagian umat Islam dalam memahami sumber-sumber Islam memaknainya secara parsial dan tidak menyeluruh. Misalnya mereka memilih sumber-sumber asli yang terkait dengan peperangan Rasulullah saw dan berdasarkan itu mereka membuat generalisasi pada keseluruhan hidup dan ajaran Rasulullah saw dan mengabaikan ayat-ayat lain yang yang lebih memberikan gambaran yang akurat.
Misalnya dalam upaya mereka membuktikan Rasulullah saw telah menyerukan pembunuhan terhadap orang kafir mereka mengambil ayat Al-Qur’an yang nyata-nyata keluar dari konteksnya. Salah satu ayat yang sering dikutip adalah:
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti.” (47:5)
Dengan ayat ini orang-orang dapat memiliki pandangan negatif terhadap Islam dan umat Islam sendiri menjadi terinspirasi melakukan semangat yang sama. Tetapi yang sebenarnya dalam memahami ayat ini jangan dibaca sepotong saja dengan mengabaikan konteks dan latar belakang sebenarnya.
Ayat ini turun saat umat Islam sedang menghadapi orang-orang Mekkah dalam Perang Badar. Jumlah orang Islam pada waktu itu sebanyak 313 orang sedangkan kaum Mekkah berjumlah lebih dari 1000 orang. Kaum Quraisy memiliki senjata yang lebih lengkap dibandingkan umat Islam. Kaum Quraisy sudah siap untuk menghabisi umat Islam. Ayat ini diturunkan dalam konteks ini.
Jika kita berpikir secara rasional tentang ayat ini maka pengertiannya adalah di dalam perang umat Islam diizinkan untuk membunuh, sebagaimana pasukan Amerika atau pasukan lainnya di dunia mengajarkan para tentaranya untuk membunuh selama peperangan terjadi yang jika tidak demikian mereka sendiri yang akan dibunuh. Bagian kedua ayat ini berbunyi bahwa ‘apabila kamu telah mengalahkan mereka, maka perkuatlah belenggu mereka’. Bagian ini dengan jelas menunjukkan bahwa pembunuhan itu diperbolehkan di masa peperangan tetapi saat kalian telah menundukkan tentara musuh, perkuatlah ikatannya sehingga ia tidak bisa melarikan diri dan ia dapat bergabung kembali dengan musuh. Setelah perang berakhir kalian dapat membebaskan mereka sebagai bentuk kebaikan atau untuk tebusan.
Wa’akhiru da’wana anilhamduillah rabbil a’lamin