Oleh: Mln Muhammad Jaelani
Ketika permulaan dibentuknya sebuah Jemaat Ilahi maka akan nampak suasana yang mencekam yang menimbulkan ketakutan. Adanya kondisi ini juga pada dasarnya diiringi dengan kehendak Ilahi, bahwa Dia akan memberikan keteguhan dalam beragama dan menggantikan ketakutan-ketakutan dengan keamanan. Kisah-kisah para nabi dan kekhalifahan pasca nabi merupakan bukti bahwa wujud wujud suci ini adalah sosok yang membawa kepada keteguhan dalam beragama dan yang memberikan rasa aman. Wujudnya disertai dengan keagungan dan keindahan Tuhan. Di dekatnya terasa tenang dan damai, kalamnya menyegarkan hati. Banyak bukti sejarah dalam masa khilafat ‘ala minhajin nubuwwah suatu kondisi mencekam yang menimbulkan ketakutan digantikan dengan keteguhan dan keamanan.
Seperti di jaman kekhalifahan Hazrat Abu Bakar ra. setelah kewafatan Nabi Muhammad saw ada orang yang berpaling dari agama, ada yang bimbang bagaimana janji janji Tuhan tentang kemenangan bisa terwujud sedangkan Rasulullah saw telah wafat. Sudah menjadi kehendak Allah swt bahwa benih yang telah ditanam oleh utusan-Nya akan tumbuh menjadi sebuah pohon yang akarnya kokoh kuat dan cabang-cabangnya menjulang ke langit. Setelah kewafatan Nabi Muhammad saw terpilih Hazrat Abu Bakar sebagai penggantinya.
Ada sebuah riwayat yang menerangkan bahwa Hazrat Aisyah r.ha berkata, “Tatkala Rasulullah meninggal, kemunafikan muncul di mana-mana, sedangkan orang-orang Arab ada yang murtad dari Islam. Ada pun orang-orang Anshar ada yang tidak memihak mulai menjauhkan diri. Andaikata hal-hal yang menimpa ayahku menimpa gunung-gunung, maka gunung-gunung itu akan hancur. Dan tidak satu masalah pun dimana orang-orang berbeda pendapat kecuali ayah saya akan datang untuk menyelesaikannya.”
Seiring dengan perjalanannya sebagai seorang khalifah telah menggantikan kondisi yang mencekam bagi Islam yang sedang tumbuh menjadi sebuah Jemaat Ilahi yang berangsur-angsur mulai kokoh dan membawa keamanan. Sosok yang lemah lembut sebelum menjadi seorang khalifah menjadi sosok yang gagah perkasa disaat memerangi para pemberontak, memerangi orang orang Islam yang terang-terangan tidak mau membayar zakat dan memerangi yang berbuat zhalim terhadap Islam. Setelah wafatnya Abu Bakar ra kekhalifahan berada di sosok Umar ra, beliau terpilih sebagai Khalifah berikutnya.
Ketika beliau menjadi seorang khalifah, Islam sedang menghadapi banyak peperangan. Ada seorang panglima perang yang gagah berani dijuluki pedang Allah yakni Khalid bin Walid diturunkan dari jabatannya sebagai pemimpin pasukan. Alasannya karena Islam bukan saja memikirkan bagaimana berperang, karena suatu saat tidak akan ada peperangan. Perlu juga untuk memikirkan bagaimana mengorganisir dan menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Hazrat Ibnu Umar berkata, Umar ra mengirim satu pasukan oleh seorang laki-laki bernama Sariyyah, tatkala Umar sedang khutbah di atas mimbar dia memanggil, “Wahai Sariyyah ke gunung! ke gunung! ke gunung!” kemudian setelah itu datanglah utusan pasukan Islam menemui Umar. Umar menanyakan tentang kondisi pasukan.
Utusan itu berkata, Wahai Amirul Mukminin, kami telah terdesak kalah. Namun tatkala kami berada dalam kondisi demikian, kami mendengar teriakan yang memerintahkan, “Wahai Sariyyah ke gunung! ucapan itu kami dengar sebanyak tiga kali. Kemudian kami menuju gunung. Lalu Allah menghancurkan musuh kami. Sesungguhnya engkaulah yang meneriakkan kata-kata itu. Di masa Hazrat Usman ra menjadi Khalifah, telah menyelesaikan penyusunan Al-Qur’an seperti yang bisa dibaca saat ini. Kemudian di masa kekhalifahan Hazrat Ali ra keadaan umat Islam dipenuhi dengan perselisihan. Di masa awal kekhalifahan Ali ra ada beberapa sahabat yang ingin membalaskan kematian Hazrat Usman ra, dan mereka berkumpul di Bashrah.
Kemudian, Hz Ali ra mengutus seseorang ke Bahrah untuk menyampaikan pesan, “Peperangan akan menyebabkan kekacauan. Keadaan negeri ini sedang tidak baik. Jika anda membunuh seseorang maka seribu orang akan bangkit untuk menuntut balas dan orang yang akan mendukung akan lebih banyak lagi. Demi terciptanya islah, pertama ikatlah negeri dengan tali persatuan. Setelah itu, barulah menghukum para penjahat itu. Jika tidak, menghukum orang dalam keadaan yang mencekam seperti ini dapat menimbulkan kekacauan dalam negeri.
Hal pertama, kokohkan dulu pemerintahan, setelah itu baru menghukum mereka.” Setelah mendengar hal itu mereka berkata, Jika memang rencana Hazrat Ali seperti ini, maka kami siap berjumpa dengan beliau. Kemudian mereka bertemu lalu dibuat keputusan bahwa berperang tidaklah baik, hendaknya ditempuh jalan damai.
Setelah berakhirnya era Khulafaur Rasyidin maka turunlah para mujaddid pada setiap abad dan pada abad ke empat belas yakni Mujaddid ‘Azham Mirza Ghulam Ahmad as sebagai Imam Mahdi dan Almasih yang kedatangannya telah dikabarkan oleh Nabi Muhammad saw. kedatangannya untuk menegakkan kembali Khilafat ‘ala minhajin nubuwah, agar dalam beragama memiliki keteguhan dan menggantikan ketakutan dengan rasa aman.
Setelah kewafatannya kemudian diteruskan oleh Khalifatul Masih. Dan sekarang ini yang meneruskan beliau as adalah Khalifatul Masih V. Beruntunglah orang yang telah bertemu dengan beliau kemudian mengimaninya dan beruntunglah orang yang belum bertemu dengan beliau namun telah mengimaninya.
Dalam diary Abid Khan menuliskan, selama mulaqat (dengan Hazrat Khalifatul Masih V), Huzur menyinggung sebuah artikel yang terbit di Al-Hakam seminggu yang lalu, yang mana di dalamnya Huzur memberikan sebuah wawancara tentang perasaan dan kenangan beliau saat terpilih sebagai Khalifatul Masih pada tahun 2003. Itu merupakan sebuah wawancara yang sangat menyentuh dan mengagumkan.
Di dalamnya, pembaca dapat menerima pengetahuan yang sangat pribadi tentang hari hari ketika kehidupan Huzur berubah untuk selamanya. Saya berkata kepada Huzur bahwa saya menemukan bagian yang sangat emosional, dimana huzur memberitahukan bahwa beliau menghabiskan waktu sendiri dengan jasad beberkat Hazrat Khalifatul Masih IV rh di sebuah ruangan yang berdekatan dengan Mahmud Hall. Menanggapi ini Huzur bersabda, “Itu tidak disebutkan di dalam artikel Al-Hakam, tapi awal mulanya ada seorang penjaga keamanan yang berdiri di dekat peti jenazah Hazrat Khalifatul Masih IV rh akan tetapi saya berkata kepadanya untuk pergi, karena tidak mungkin bagi saya untuk membuka hati saya di hadapan Tuhan atau menunjukkan perasaan saya di depan seseorang . setelah dia pergi, saya kemudian berkomunikasi dengan Allah Ta’ala. Saya mendapati perkataan Huzur yang terakhir sangat indah sekaligus sedih. Dalam Bahasa Urdu, Huzur bersabda, “Phir Allah ke saath baateng ki.” (Lalu saya berkomunikasi dengan Allah Ta’ala). Di dalam diary lainnya Abid Khan tentang kujungan Hz Khalifatul Masih V aba ke Singapur menulis, Seorang khudam bernama Khalid Ahmad dari Indonesia berumur 22 tahun mengatakan, Saya merasa sangat bahagia setelah mulaqat dengan Huzur karena sebelumnya saya hanya bisa melihat Huzur di TV.
Sekarang saya katakan bahwa saya telah bertemu dalam kehidupan ini. Beliau memiki aura dan auranya itu begitu membekas di dalam diri saya yang tidak bisa saya ungkapkan. Saya merasa bahwa setelah mengunjungi Huzur saya telah menjadi orang yang lebih baik. Sekarang saya merasa lebih dekat dengan Allah dan ini semua karena telah bertemu Huzur.