By: Mln. Neky Firdaus, Denpasar – Bali.
Ramadhan tahun ini terasa sangat berbeda karena dilaksanakan saat berjangkitnya wabah virus corona atau covid-19. Tidak ada kemeriahan buka bersama, tidak ada tarawih berjamaah di masjid, tidak terdengar pula lantunan tadarusan. Demikian pula tradisi mudik lebaran sebagai ritual tahunan telah resmi dilarang oleh pemerintah dengan alasan untuk memutus rantai penyebaran virus tersebut. Bahkan di beberapa daerah kegiatan dibatasi di dalam empat dinding rumah atau stay at home, melalui PSBB (pembatasan social berskala besar) yang tidak menutup kemungkinan akan berlaku di seluruh tanah air mengingat data statistic positif corona terus meningkat.
Situasi yang menimbulkan kegelisahan ini hendaknya tidak membuat lengah untuk tetap menjalankan ibadah puasa dengan penuh imanan wa ihtisaban. Di tengah berbagai kesulitan yang ada, hendaknya kita tetap fokus pada bagaimana meraih esensi Ramadhan. Sungguh Ramadhan datang sebagai sarana jitu untuk meningkatkan do’a-do’a dan amal saleh yang melaluinya kita berdo’a semoga Allah Ta’ala dengan kasih sayang-Nya menjauhkan umat manusia dari keburukan pandemic virus corona ini.
Makna Ramadahan
Ramadhan berasal dari kata ramadh yang artinya panas. Sedang Ramadhan memiliki makna dua panas. Yaitu, panas jasmani yang timbul karena tidak makan, minum dan bercampur atau bersenggama di siang hari. Kedua, panas ruhani yang timbul karena semangat beribadah yang menggelora. Jadi, menyatunya dua panas inilah yang melahirkan Ramadhan.
Dalam hal ini Tuhan telah menanam di dalam fitrat manusia bahwa dengan mengurangi makan dan minum maka potensi keruhanian semakin meningkat. Meninggalkan makan minum yang sejatinya sebagai sarana mempertahankan hidup lalu beralih kepada makanan dan minuman ruhani berupa amal saleh mengantarkan manusia untuk meraih keridhoan Tuhan.
Namun demikian, ada pula yang berpendapat bahwa dikatakan Ramadhan karena ibadah ini dilaksanakan di musim panas. Statement ini tentu tidak tepat, mengingat tahun Qomariah lebih singkat sekitar sebelas hari dari tahun Syamsiyah, sehinggga Ramadan bergeser sepanjang tahun dan musim. Jadi, puasa Ramadhan datang melewati setiap musim secara bergantian.
Esensi Puasa Ramadahan
Ibadah puasa di bulan suci Ramadhan merupakan kewajiban agama yang telah ditetapkan hukum dan peraturannya dalam kitab suci Al-Quran [2:184-188]. Peraturan ini mengandung hikmah sangat dalam sehingga tidak ada satu ajaran agama pun yang tidak mengajarkan puasa dalam upaya peningkatan spiritual. Sebgaimana firman-Nya : “…Kama kutiba ‘alal-ladziina minqoblikum….” (puasa telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian). Statement Allah Ta’ala ini selanjutnya lebih dipertegas lagi; “Wa an tashuumuu khairun lakum in kuntum ta’lamuuna.” Bahwa berpuasa itu adalah lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.
Melaksanakan ibadah puasa dengan atau tampa pengetahuan tentang hukum, peraturan dan hikma-hikmah yang terkandung di dalamya akan memberikan hasil yang berbeda. Untuk itu menjadi keharusan bagi kita memahami hukum dan peraturan puasa dengan benar untuk meraih kesempurnaan dalam ibadah tersebut.
Hadhrat Masih Mau’ud, Mirza Ghulam Ahmad as bersabda bahwa hikmah ibadah puasa di bulan suci Ramadhan dapat diketahui dari penjelasan Al-Quran, sunah dan hadits Nabi Muhammad saw, serta melalui pengalaman. Untuk itu perlu kiranya hal berikut diperhatikan; Hadhrat Umar bin Khatab ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw biasa berkhutbah kepada orang-orang dalam menyambut bulan suci Ramadhan, lalu beliau saw besabda:
“Bulan Ramadhan telah datang kepada kamu sekalian, maka bersiap-siaplah untuknya, dan perbaikilah niat-niat kamu dalam bulan itu. Dan agungkanlah kehormatannya“. [HR. Ad-Dailami dan di dalamnya ada Ishak bin Najih dan Kanjul Umal, Juz VIII/24269]
Untuk mencapai keberhasilan dalam puasa Ramadhan hendaknya seseorang harus mempersiapkan diri secara fisik, mental dan material, kemudian meluruskan niat di dalam hati untuk fokus meraih tujuan puasa dan mengangungkan Ramadhan dengan mengisi hari-harinya dengan dzikir Ilahi.
Esensi puasa Ramadhan dapat diketahui melalui sebuah hadits yang diriwayatkan Hadhrat Abu Hurairah ra, dimana beliau menerangkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Allah ‘azza wa jalla berfirman bahwa semua amal perbuatan anak Adam (manusia) itu membawa manfaat bagi dirinya sendiri kecuali puasa; sesugguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang menjadi ganjarannya.” [HR. Bukhari dan Muslim dalam Riyadlus Shalihin Jld. II hal. 182-183]
Jadi, esensi puasa adalah penyatuan antara khaliq dan mahluk. Inilah puncak tertinggi dari kesempurnaan seorang ‘ibadur-Rahman, menyempurnakan tujuan penciptaannya yaitu untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, menggapai keridhoan-Nya[9], dan manunggal dalam sifat-sifat-Nya.
Hukum Meninggalkan Puasa Ramadhan
Di dalam Sunan Ad-Darimi, Hadhrat Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Jika puasa Ramadhan ditinggalkan meski pun hanya satu kali tampa alasan yang benar, walau pun orang itu berpuasa sepanjang umur sebagai kaffarahnya tidak bisa dibayar”
Hadhrat Khalifatul Masih Ar-Rabi’, Mirza Tahir Ahmad rh bersada:
“Seseorang meninggalkan puasa karena alasan syar’i berapa banyak pun puasa yang ditinggalkan dapat mengqadhanya untuk itu. Akan tetapi, puasa yang ditinggalkan dengan sengaja artinya telah pergi atau hilang, obatnya hanyalah istigfar dan untuk yang akan datang tidak meninggalkan puasa dengan sengaja”. [Khutbah, 16/11/2001]
Semoga Allah Ta’ala senantiasa meneguhkan langkah-langkah kita dalam setiap kebaikan. Amin