By: Mln. Murtiyono, Yogyakarta.
Setiap orang harus menelaah dirinya sendiri, bagaimana keadaan di dalam dirinya, dan bagaimana keadaan batinnya. Yakni jika di lidahnya lain dan di dalam hatinya ternyata lain lagi maka ia akan berakhir dengan tidak baik.
Islam menekankan kepada umatnya agar senantiasa takut kepada Allah Ta’ala. Karena ada keunikan tersendiri ketika takutnya menusia dinisbahkan hanya kepada Allah Ta’ala sebagai Dzat yang senantiasa mengawasi setiap langkah makhluknya, maka saat bersamaan akan timbul rasa cinta dan kebahagiaan dari dalam hatinya kepada Allah Ta’ala. Ini sangat berbeda dengan ketika dia takut kepada manusia, yang muncul hanya rasa benci dan duka.
Bentuk nyata dari takut kepada Allah Ta’ala salah satunya yaitu terdapat pada sejauh mana manusia melihat apakah kesesuaian antara ucapan dan perbuatannya telah tercitra dalam dirinya.
Ini penting sebab, jika dia mendapatkan ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatannya maka pahamilah bahwa dia akan menjadi sasaran murka Tuhan. Hati yang tidak suci betapa pun sucinya kata-kata yang ia ucapkan, di pandangan Tuhan hati yang seperti itu tidak mempunyai nilai apa-apa, bahkan karenanya kemurkaan Tuhan akan bergejolak. [i]
Nah, setiap orang harus menelaah dirinya sendiri, bagaimana keadaan di dalam dirinya, dan bagaimana keadaan batinnya. Yakni jika di lidahnya lain dan di dalam hatinya ternyata lain lagi maka ia akan berakhir dengan tidak baik. Kepura-puraan dan sandiwara hanya akan membuat hidup menjadi sempit, berat dan tak beberkat. Allah ta’ala menginginkan ketulusan dan keikhlasan kita sebagai bentuk kepasrahan kita akan taqdir Tuhan. Jika kepala kita telah kita serahkan untuk Tuhan, maka keburukan apapun itu yang mengarah kepada diri kita maka Allah Ta’ala sendiri yang akan mengambil pekerjaan itu.
Berkenaan dengan hal ini ada satu kisah dari sahabat Hadhrat Rasulullah saw yakni Hadhrat Abu Zar ra, menjelaskan bahwa suatu ketika saya menghadap Rasulullah saw, dan saya mohon kepada beliau. “Yaa Rasulullah saya minta dinasihati!” Lalu Beliau saw bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, karena takwa itu akan menjadikan semua amal ibadahmu indah dan juga diberkati Allah swt.” Lalu saya mohon lagi nasihat lainnya, beliau bersabda, “Pentingkanlah tilawat Al Qur’an Karim dan zikir Ilahi, karena zikir kepada Allah swt itu akan menjadikan sarana zikirmu di langit dan di bumi, yang akan menyebabkan kamu mendapat ma’rifat.” Saya meminta nasihat yang lainnya lagi, Beliau bersabda: “Biasakanlah berdiam diri, dengan begitu akan menyebabkan setan menjauh darimu, dan dengan berdiam diri akan memudahkanmu dalam pekerjaan untuk agama.” Lalu saya memohon kembali nasihat yang lain, maka Beliau saw bersabda: “Hindari banyak ketawa, karena itu akan membuat hatimu mati.” Lalu saya memohon kembali untuk nasihat lainnya, Beliau saw bersabda: “Berkatalah benar walau pun itu sangat pahit.” Saya mohon kembali untuk nasihat yag lain, Beliau saw bersabda: “dalam hal pekerjaan agama jangan pernah takut untuk melangkah dan jangan takut dihujat orang lain.” Lalu saya minta nasihat lainnya, Beliau saw bersabda: “Ketika ada suatu pikiran di dalam hati untuk mencari aib orang lain, pikirkanlah dahulu sebelum mengutarakannya, karena kamu juga punya aib”.[ii]
Betapa indahnya nasihat Hadhrat Rasulullah saw kepada sahabat beliau Hadhrat Abu Zar ra. Sangat dalam dan menyentuh hingga ke dasar hati kita dan kaitannya dengan kita dalam membentuk prilaku di tengah hubungan bermasyarakat dan berkehidupan.
Inti dari nasihat yang Panjang tersebut adalah hendaknya setiap kita menekankan kepada amalan yang akan membentuk pada ketakwaan, dan juga pentingnya setiap kita untuk ihtisaaban (Menginstropeksi diri) menyediakan waktu untuk berdiam diri sejenak, mengevaluasi prilaku diri dan kemudian melanjutkan kembali dengan sesuatu yang lebih baik lagi.
Semoga puasa ditahun ini dapat menjadi sarana untuk kita dapat melihat kelemahan diri kita secara jelas, dan semoga Allah swt berkenan menurunkan Rahmat kasih sayangNya kepada kita sehingga darinya lahir kekuatan untuk menjadi pribadi lebih baik lagi.
Satu Firman Allah ta’ala menjadi renungan bagi kita:
“Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan? Sangatlah dibenci di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (Qs. As Saff 61 : 3)[iii]
[i] Malfuzat, jld I, hlm 11 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau‟ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897.
[ii] Phulwari Taman Bunga Penuh Hikmah, Amatul Basit Ayaz
[iii] Al Qur’an Terjemah dan Tafsir Singkat