Bandung (24/05/22), Lajnah Imaillah (Perempuan Muslim Ahmadiyah) memenuhi undangan Sosialisasi Protokol Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial, Budaya (Ekosob) bagi Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM). Acara digelar selama dua hari di Grand Hotel Dafam, Braga-Bandung, oleh Jaringan Advokasi Jawa Barat, yang bekerja sama dengan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB). Mereka tergabung dalam Indonesia Protection for Women Human Rights Defenders atau WHRD Network IPROTECTNOW, yakni gerakan yang berfokus pada pemenuhan hak-hak Perempuan di Indonesia.
Sebagai organisasi perempuan, Lajnah Imaillah turut meningkatkan kesadaran diantara para perempuan tentang peran penting dan tanggung jawab mereka dalam organisasi keagamaan, dan tugas kemanusiaan. Meskipun tidak sedikit perempuan Ahmadiyah masih mendapat penentangan dan diskriminasi pada daerah ataupun kasus tertentu. Lajnah Imaillah menilai, semua perempuan harus setara berdasarkan hak-hak sebagai perempuan dan warga negara.
Tergabung dengan 24 perwakilan pengurus komunitas yang kerap menjadi korban kekerasan terhadap perempuan minoritas agama dan kepercayaan, Lajnah Imaillah Kota Bandung menghadiri workshop tersebut. Tujuannya, untuk mensosialisasikan protokol, memetakan potensi, tantangan implementasi, serta menyusun rencana implementasi protokol hak ekosob oleh PPHAM dan lembaga penyedia layanan.
Pembela HAM baik secara individu, maupun kelompok berhak memberikan partisipasi dalam pemenuhan dan penghormatan HAM, mengakui hak asasi yang universal dan kebebasan hakiki. Bentuk-bentuk kerentanan pembela HAM yakni menghadapi resiko pembunuhan, penyiksaan, penganiyaan dan lain-lain. PPHAM yang melakukan pendampingan korban kekerasan kerap mendapatkan stigma dan dianggap membawa aliran sesat dan lainnya.
Protokol PPHAM disusun dengan maksud sebagai rujukan, memberikan kerangka normatif hak-hak PPHAM instrumen HAM internasional maupun nasional sebagai pijakan ideal pemenuhan hak ekosob PPHAM. Kemudian Memberikan gambaran situasi, kerentanan dan resiko PPHAM, Menyediakan panduan prinsip dan mekanisme dalam perlindungan asasi. Menguatkan layanan dan dukungan lembaga pengada layanan bisa mengembangkan model lindungan sosial yang memadai. Di bahas juga mengenai Hak Ekosob PPHAM diantaranya; pendidikan, budaya, kesehatan, ekonomi, kesejahteraan sosial, mendapat hunian yang layak, keamanan dan keselamatan kerja serta jaminan hari tua.
Perlindungan hak ekosob bagi PPHAM sudah terdapat dalam kerangka nasional, UUD 45, UUHAM, SDGs dan lain-lain. Semua pihak, baik negara maupun aktor non pemerintah negara dapat menjadi bagian dalam pemenuhan hak PPHAM. “Negara tidak boleh mewajibkan atau melarang penggunaan atribut keagamaan tertentu. Jaringan, kreativitas, pengetahuan yang luas memungkinkan menjadi sumber pemenuhan hak ekosob bagi PPHAM.” Ujar Yuniyanti Chuzaifah, Aktivis dan Komnas Perempuan.
Lajnah Imaillah, Fatimiyyah, Puanhayati dan Jakatarub sepakat memiliki masalah yang sama. Hak pendidikan PPHAM usia 18-25 khususnya mahasiswa masih rentan mendapatkan perundungan di kampus. Hak budaya yakni identitas atau atribut masih belum diterima secara bebas malah mendapatkan diskriminasi. Serta masih adanya stigma yang berdampak dari adanya fatwa MUI tentang aliran sesat dan menyesatkan. Sementara, hak keamanan dan keselamatan kerja belum terjamin, rentan mendapat penentangan dari Masyarakat bahkan aksi demo.
Acara berakhir dengan agenda selanjutnya mengenai perkembangan sosialisasi perlindungan PPHAM oleh peserta kepada perempuan dalam organisasinya.
Kontributor: Liana S.Syam
Editor : Sofia Farzanah