By: Mln. Sufni Ahmad, Jawa Tengah.
Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam Lailatul Qadr dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.
(Hadits)
Bulan Ramadhan tahun ini sudah memasuki sepuluh hari terakhir, jalan menuju kemenangan semakin dekat. Limpahan rahmat, serta pengamampunan-Nya kita nantikan dan semoga benar-benar telah terbebas dari jurang api neraka. Ramadhan menjadi kesempatan yang berharga untuk merekondisi hidup kita. Selama sebulan ditempa dengan puasa dan amal ibadah, dibentuk menjadi insan Rabbani yang lebih baik. Seperti mesin kendaraan yang aus, telah kembali performa terbaiknya, setelah mendapat perawatan berkala.
Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan ini, umat Islam menyambut datangnya Lailatul Qadr dengan suka cita. Ritual ibadah semakin meningkat dari segi kwantitas dan kwalitasnya. Berharap ini menjadi sarana untuk mendapat karunia Lailatul Qadr, di salah satu malam ganjilnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan.” [HR. Bukhari]
Lailatul Qadr sendiri merupakan moment yang sangat istimewa, di dalam Al Quran disebutkan bahwa Lailatul Qadr itu lebih baik dari pada seribu bulan.
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan“. [QS. Al-Qadr: 3].
Peristiwa langka ini nyatanya tidak semua orang bisa mendapatkannya, banyak yang tidak merasakan dan melewatkan begitu saja. Meskipun sudah berjaga sepanjang malam, dengan segala daya dan upaya. Lantas bagaimana kita tahu bahwa Lailatul Qadr datang pada malam itu? Dalam beberapa hadist, Rasulullah SAW telah menjelaskan berkenaan dengan tanda-tanda dan suasananya. Sehingga kita bisa mengetahui, bahwa Lailatul Qadr telah turun pada malam itu.
Lantas jika kita selama bulan Ramadhan tidak mendapatkan lailatul qadr, apakah ada kesempatan di waktu yang lain? Lailatul Qadr adalah malam kemuliaan, yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Seribu bulan jika dijumlahkan dalam nilai tahun, sama dengan 83 tahun 4 bulan, atau bila dibulatkan menjadi 84 tahun. Apabila diperhatikan, 84 tahun sama dengan rata-rata umur manusia, meskipun bisa kurang atau lebih.
Selama 84 tahun manusia menjalani kehidupan, banyak yang terjerumus kedalam jurang kemaksiatan dan sebagian mendapat hidayah kembali ke jalan kebenaran. Tentu sangatlah merugi bagi mereka, yang tidak memanfaatkan umur dengan baik. Dan tidak mendapat hidayah kembali ke jalan yang benar, hingga akhir hayatnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW;
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
Dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari bapaknya, bahwa seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasûlullâh, siapakah manusia yang terbaik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapakah orang yang terburuk?” Beliau menjawab, “Orang yang berumur panjang dan buruk amalnya”. [HR. Ahmad; Tirmidzi; dan al-Hâkim]
Jika melihat fakta tersebut, mungkinkah bahwa Lailatul Qadr juga bisa diartikan sebagai hidayah, yang akan merubah amal perbuatan manusia di sepanjang umurnya? Hidayah menjadi titik tolak bagi seorang hamba Allah SWT, untuk meraih kemuliaan. Seperti halnya Kitab Suci Al Quran dan Nabi Muhammad SAW, datang sebagai lailatul qadr, menjadi hidayah yang menerangi umat manusia di masa kegelapan. Dengan kedatangannya, menempatkan para sahabat dari kebiasaan jahiliyah, pada kehidupan rohani yang mulia.
Pun demikian, bagi seorang hamba yang mendapat hidayah, akan mengantarkannya kepada kemuliaan. Hal itu lebih baik dari seluruh hidupnya, hidupnya selama seribu bulan atau 84 tahun. Maka jika tidak mendapat karunia lailatul qadr di bulan Ramadhan, bisa jadi hidayah itulah ‘lailatul qadr’ nya. Sedangkan orang yang tidak mendapatkan hidayah sepanjang hidupnya, ‘lailatul qadr’ tidak pernah turun kepadanya.
Di bulan Ramadhan tahun ini, sebagian kita mungkin telah merasakan kemuliaan Lailatul Qadr. Berkesempatan beribadah dan memanjatkan doa untuk mendapat pengampunan Nya, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” [HR. Bukhari & Muslim]
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku”. [Riwayat Tirmidzi]
Meskipun demikian, entah kita mendapat lailatul qadr atau tidak, yang paling utama adalah terus melestarikan kebiasaan baik di Bulan Ramadhan. Terpeliharanya kebiasaan baik yang sudah kita praktekan selama satu bulan ini, menjadi bukti bahwa ibadah Ramadhan telah dijalani dengan kesuksesan dan tetap terjaga di jalan kebajikan di masa depan.