Menurut Tokoh Perempuan Pemimpin Komunitas Keagamaan
Belakangan diberitakan bom di gereja katedral makassar, lalu dilanjut oleh seorang perempuan muda yang melakukan aksi terorisme di Mabes Polri. Terorisme yang merupakan buah dari Radikalisme dan Ekstrimisme ini menjadi tugas semua masyarakat untuk mencegah hingga menghentikan. Bagaimana anak muda dan perempuan sering kali menjadi sasaran empuk untuk menjadi member baru “Jihadis”. Sistem perekrutan yang bermacam membuat semua masyarakat harus waspada. Dalam Talkshow ini, 4 Pemimpin Perempuan ini membahas mengenai keterlibatan perempuan dalam Terorisme, dan bagaimana membentengi generasi muda.
Perempuan dianggap mudah terpengaruh dan luwes. Padahal perempuan adalah cerdas, banyak perempuan yang membela negara ini dengan pendidikan dan kontribusinya. Bukan dengan perilaku menyakiti oranglain.
“Ini itu sangat mengejutkan meskipun sebenarnya keren tentang bagaimana perempuan menjadi frontliner dalam aksi-aksi teroris atau radikalisme yang sudah beberapa tahun yang lalu dan itu baru perempuan dan anak bahkan ada yang konsepnya adalah keluarga menjadi menjadi fenomena baru yang bagi kami menjadi salah satu apa yang luar biasa.” Ujar Ibu Anggia – Ketua Fathayat NU
“Karena perempuan dianggap lebih luwes ya lebih mudah mengangkat para teroris. Stigma terhadap perempuan itu tinggi sekali bahwa perempuan dianggap mudah untuk mudah dipengaruhi dan sangat lemah. Mereka menggunakan perempuan seperti Siti Aisyah yang luar biasa cerdas untuk memimpin sebuah pasukan. Padahal seharusnya, seperti kami misalnya kami para perempuan pemimpin organisasi ini menjadi penting sekali karena lagi-lagi keluarga menjadi tempat pertama untuk mengenalkan anak-anak kita bawa berbeda itu oke bahwa Indonesia ini adalah negara kita mencintai Hubbul wathon minal menurut iman syekh Hasyim Asy’ari, Sikap yang nasionalis. Bagaimana mencintai negara dan membela negara sebagai jihad” Tambah Ibu Anggia.
Di era media sosial yang perkembangannya sangat pesat, dimana kalangan muda menjadi penguasa media. Isu kesehatan mental dijual untuk mendapatkan simpati, bagaimana agama dan paham terorisme adalah obat. Ini adalah pemahaman yang keliru, karena agama apapun mengajarkan perdamaian dan keamanan, sekalipun itu Islam yang Rahmatan lil alamin.
“Saya bertemu dengan teman-teman di Bandung, mereka pernah salah satu keluarga ke syiria. Namun mereka sudah kembali lagi, memang katanya ada perekrutan yang menyasar anak-anak muda ini. Ini ada pemahaman keagamaan yang komprehensif yang mereka jalani jadi kalau kita beragama itu baru kulitnya saja Mbak Jadi mereka hanya menerima secara mentah-mentah kemudian apa yang dia dapatkan mengkaji dan mendiskusikan untuk melakukan apa menanyakan pada orang yang lebih paham” Ucap Ibu Diyah, Ketua Nasiyatul Aisiyah Muhammadiyah.
“Justru kenapa untuk beberapa kasus korban di media sosial sexual harassment dan lain sebagainya itu masih banyak perempuan. Perempuan jadi teroris perempuan ini dimulai pada tahun 2000 ketika al-qaeda mulai merekrut dan kemudian mereka mulai gencar menyasar perempuan-perempuan. Konon, alasannya tidak akan dicurigai orang jika perempuan yang melakukan terorisme. Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga, mereka dapat mempengaruhi anak. Perempuan juga mudah sekali untuk berkomunikasi dengan tangga dengan banyak orang sehingga mempengaruhi juga lebih mudah maka mereka menyasar perempuan” Sambung Ibu Diyah.
Fenomena yang baru-baru ini para pelakunya adalah usia muda yang masih sangat labil, mereka masih mencari identitas diri mereka. Media sosial yang banyak menyediakan informasi baik fakta maupun hoax seakan mirip, menjadikan anak muda harus memiliki keterampilan berpikir kritis untuk menyaring informasi.
“Kita harus mengimplementasikan sikap syukur selain kita mencintai negara ini. kami wanita muslimah Ahmadiyah mempunyai motto Mencintai semuanya dan tidak membenci kepada siapapun artinya jangankan kepada orang yang sesama sesama ya kepada musuh pun sebetulnya kita harus mencintai, mengingatkan pada mereka. Ada nilai-nilai luhur yang melingkupi dalam setiap keluarga. Di dalam keluarga, Ibu menjadi sosok yang harus bisa memberikan pengayoman kepada anak-anaknya diharapkan apabila seorang anak begitu mencintainya dia tidak akan menyakiti orang lain. Kami terus-menerus memberikan program-program kemanusiaan agar menjadi tonggak ukur bagaimana kita mencintai sesama manusia” Ucap Ibu Siti Aisyah Ketua Lajnah Imaillah Muslim Ahmadiyah.
“Menurut riset, trend sebenarnya pendidikan perempuan di Indonesia ini ketinggalan. Menjadikan perempuan kurang Kritis oleh karena itu saya juga tekankan bahwa pendidikan menjadi pintu masuk yang utama untuk memberantas atau menanggulangi terorisme. Khususnya pendidikan dalam keluarga seperti pendidikan toleransi dan bagaimana sejak kecil belajar dan menyerap toleransi. Pendidikan harus menjangkau ke pelosok Indonesia negara yang kita punya wilayah-wilayah. Saya sangat setuju ibukota akan dipindah ke Kalimantan karena pemerataan pendidikan semakin meningkat, pembangunan dipercepat. Beberapa tempat di Indonesia masih ada yang susah di akses dan terisolasi jadi akan sulit dijangkau dan mudah dimasuki paham ideologi yang lain dari pada bangsa kita. Tidak ada pendidikan bahkan Dakwah yg baik tentang Indonesia hingga ke pelosok Indonesia” Ujar Ibu Justina, Ketua Musyawarah Katolik Indonesia.
Pendidikan menjadi pintu masuk kemajuan, sekaligus menjadi pintu masuk paham-paham terorisme karena kurang menjangkau hingga pelosok. Mereka berjuang merekrut melalui pendidikan terutama perempuan. Kita sebagai warga negara harus berjuang lebih keras dari mereka, demi mencegah ideologi lain dari selain pancasila masuk dan berkembang.
“Bahwa Pancasila itu adalah perjanjian bagi warga Muhammadiyah. Sudah cukup kita ini bernegara berbangsa yang bercinta tanah air Indonesia. Kemudian Pancasila adalah satu-satunya dasar negara yang tidak bisa dibantah lagi. Pancasila mengandung berbagai nilai yang kemudian itu adalah karakter bangsa ini identitas. Nasyi’atul Aisyiyah juga melakukan berbagai upaya untuk semakin meningkatnya perdamaian. Jadi kalau radikalisme ini harusnya jangan di balasnya radikal juga tapi bisa dengan pendekatan yang lebih dari perdamaian kemudian juga menyebarluaskan nilai toleransi, perbedaan itu menjadi kata kunci kalau kita ini bisa hidup aman dan damai di Indonesia. Pancasila sudah cukup” Tambah Ibu Diyah
“Tanamkan cinta tanah air. Kita sudah punya 4 pilar yang sudah sangat teruji kebenarannya yaitu Pancasila, UUD 45 kemudian NKRI dan bhineka tunggal Ika. Itu adalah empat pilar yang sudah kita tahu kekuatan dan ketangguhannya. Jadi itulah yang harus kita perkuat dan tanamkan kepada anak muda.Itulah pegangan kita dalam kehidupan berbangsa”. Tambah Ibu Aisyah.
Jadi, Perempuan tidak seharusnya menjadi korban lagi atas nama ketidaktahuan akan ideologi yang ia pahami. Jangan sampai makna Jihad tergantikan perpecahan antar umat manusia. Perempuan mempunyai peran penting dalam keluarga dan pendidikan, ia memperkuat hubungan keluarga, pendidikan anak, nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Perempuan menjadi aktor dalam mempertahankan nilai pancasila yang ditanamkan pada anak-anak, suami juga keluarga lainnya. Dengan demikian, tidak ada lagi celah sekecil apapun untuk paham radikalisme yang menyebabkan terorisme ini masuk di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penulis: Sofia Farzanah