(Opini : Tema Hari Pahlawan)
Oleh : Maridah Rahmahesti
Setiap manusia memiliki kemampuan dan kesempatan berbeda dalam menjalani hidupnya. Hari Pahlawan 10 November yang diperingati bersama mengingatkan kita akan jerih payah. Beragam hal menjadikan jasa seseorang dikenang misalnya ia yang terlibat dalam merebut kemerdekaan, pahlawan dari dunia pendidikan, pahlawan kemanusiaan, pahlawan sosial serta pahlawan lingkungan hidup.
Saat ini ketika pandemi menuju endemik, musim penghujan pun tiba. Begitu banyak berita bencana menyertainya. Sebuah profesi yang dipandang hanya sebelah mata oleh kebanyakan. Berangkat pagi buta mensyukuri kesempatan dan waktu dari sisa-sisa. Sisa kegiatan manusia, tidak ingat incaran covid-19, cengkeraman bakteri, maupun serangan jamur. Semua itu sangat mungkin berada dalam sampah, jalanan, selokan, di tempat-tempat yang tak terlindungi dari musuh kesehatan.
Yang diingat demi membela rasa aman dari haus, lapar, bahkan sekolah anggota keluarganya. Atau bahkan sangat mungkin Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang lah yang langsung menghadiahinya dengan imunitas tinggi.
Merekalah pemulung dan tukang sampah, seringkali ku merenungkan profesi mereka. Ketika semua berjuang dari kemungkinan serangan covid-19, mereka tetap dengan beraninya melakukan pekerjaannya.
Bagaimana jadinya bumi ini, bila tak ada pahlawan lingkungan hidup seperti mereka?
Dari abu Hurairah, ia berkata: Pada saat kami bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul di hadapan kami, seorang pemuda dari lembah. Ketika kami terfokus kepadanya, kami berkata, “Semoga pemuda itu menjadikan kerajinannya, kepemudaanya, dan kekuatannya di jalan Allah. Rasulullah mendengar ucapan kami, lalu beliau bersabda: “Apakah yang dinilai syahid hanya orang yang wafat di meda perang? Barangsiapa yang bekerja untuk kedua orang tuanya, maka dia dijalan Allah, barangsiapa yang bekerja untuk keluargany maka ia di jalan Allah, barangsiapa bekerja hanya untuk memperbanyak harta maka dia di jalan syaithan. Sungguh mulianya orang yang bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarganya, jika ia mati dalam bekerja maka ia dinilai syahid “. (HR Thabrani)
Penulis: Maridah Rahmahesti, Yogyakarta. (7/11/2021)