Oleh : Ibu Yande – Singaparna, Tasikmalaya.
Satu demi satu makam yang ada di pemakaman itu kutelusuri dengan mataku. Bunga bougenville berguguran berserakan seolah – olah menaburi permukaan kuburan.
“Ini adalah makamnya Nenekmu ! “
Ayah menunjuk kuburan sebelah kiri.
“Ini adalah makamnya Uyut Dewi “
Ayah mengenalkan satu demi satu jejeran makam – makam yang ada disana.
Ketika almarhum Ayah masih ada, jika tiba waktunya menengok makam – makam leluhurku, Ayah seringkali mengulang – ulang memberitahuku letak makam – makam keluarga yang sudah meninggal.
Mataku tertuju pada deretan makam yang diatasnya tertancap monumen kecil mirip tiang bendera merah putih.
“Mereka itu para Pahlawan!” Ujar Ayah.
“Siapa mereka Yah?” Rasa ingin tahuku tiba – tiba muncul.
Ayah menyebutkan satu persatu nama para Pahlawan yang bersemayam di sana. Salah satunya adalah almarhum Kakek.
Masih kuingat ketika aku masih kecil dan Kakek masih ada, Kakek berjalan tertatih – tatih dengan tongkatnya. Aku tidak terlalu memperdulikan kondisi Kakek pada saat itu. Yang pasti Kakek sangat sayang kepadaku. Kalau aku ke rumahnya, selalu diajaknya aku ke kebun untuk memetik jeruk. Banyak buah – buahan yang ditanam Kakek termasuk rambutan, manggis, jeruk bali dan belimbing. Belum termasuk yang lain – lainnya karena Kakek juga menanam tebu, sayur mayur dan apa saja yang bisa ditanam.
Ketika Aku dan Kakek sedang duduk – duduk, Kakek suka bercerita pengalamannya ketika jaman penjajahan.
“Lihat ini kepala Kakek terkena peluru sehingga jadi bolong!”. Aku ngeri ketika meraba kepala Kakek, yang memang melesak ke dalam sehingga telunjuk pun bisa masuk, tapi tidak terlihat karena sudah ada lapisan yang tumbuh dan ditumbuhi rambut.
Ketika aku SMA, aku membongkar rak meja kuno Ayah, maksudnya aku akan mencari buku – buku yang barangkali kuperlukan. Meja jati peninggalan nenek moyang yang engsel dan grendelnya sudah berkarat, berat sekali kalau kudorong. Tiba – tiba Aku menemukan beberapa lembar tulisan karangan Ayah. Ada sebuah tulisan yang menarik perhatianku.
Malam menjelang, ketika Aku dikejutkan dengan bunyi senapan yang bersahutan, dentuman meriam di kejauhan memekakkan telinga. Tangisan kecilku tak bisa kubendung, Ibu memelukku dan kami berlari ke sudut ruangan dan sembunyi di bawah meja…
Bunyi senapan berlanjut sampai waktu Subuh menjelang, sampai akhirnya reda.
Aku dan Ibu keluar dari persembunyian, di luar orang ramai, dari kejauhan nampak orang – orang mengusung tandu. Aku dan Ibu tak kuasa menahan tangis, Ayahku bersimbah darah.
Tulisan Ayah mengingatkanku pada cerita kakek, sungguh suatu keajaiban, kakek ku yang tertembak di kepala oleh penjajah Jepang selamat dan masih hidup sampai aku di Perguruan Tinggi.
Menjelang ajalnya, Kakek masih berjalan tertatih – tatih menuju masjid. Kakek jalannya jadi begitu akibat kepalanya tertembak sehingga sebelah tubuhnya menjadi mati rasa. Ayah suka marah kalau melihat kakek berjalan menuju masjid, jaraknya lumayan jauh. Ayah marah karena sayang Kakek…
Area makam ini masih seperti dulu, bunga bougenville masih menghiasi dan menaburkan guguran bunga – bunganya. Kuburannya sekarang bertambah banyak seiring waktu. Sekarang ada kuburan Ayah dan Ibu, diatas kuburan Kakek masih tertancap monumen kecil mirip tiang bendera merah putih. Dialah Pahlawanku.
#opini #kisah #hikmah #pahlawan
Penulis : Ibu Yande
Editor : Sofia Farzanah