Oleh: Mln. Mubarak Achmad, Kerinci – Jambi.
Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu sebagai kurban. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ia berkata, Hai bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepada engkau; insya Allah engkau akan mendapatiku, di antara orang-orang yang sabar. (QS. Ash-shaffat:103)
Nabi Ibrahim as lahir sekitar 20 abad SM, hidup di masa raja berama Namrdz bin Kan’an seorang raja dzalim yang menguasai wilayah Mesopotamia.
Islam memandang nabi Ibrahim sebagai wujud nabi dan rasul serta termasuk Kelompok Ulul Azmi. Nabi Ibrahim as bersama putranya, nabi Ismail as merupakan peninggi pondasi Ka’bah, Kiblat umat Islam di seluruh dunia. Nabi Muhammad saw pun keturunan beliau as.
Di Bulan Zulhijjah sebuah pengorbanan yang luar biasa dan menjadi peristiwa bersejarah dilakukan nabi Ibrahim as beserta istri dan putranya, pengorbanan tersebut terus diperingati berjuta-juta insan dan umat Islam pun merayakannya, yang disebut hari qurban atau Idul Adha. Tahun ini insya Allah akan jatuh pada hari Jum’at, 31 Juli 2020.
Awal kisah pengorbanan luar biasa dan bersejarah itu adalah bermula dari nabi Ibrahim as telah mendapatan isyarat dan perintah dari Allah Ta’ala, agar membawa keluarga beliau as ke suatu tempat di belantara Arabia yang tediri dari gurun pasir tandus, kering kerontang, tiada tanaman dapat tumbuh, tiada satu pun tanda adanya kehidupan dan tiada syarat untuk hidup di tempat itu, yang sekarang lokasi tersebut telah menjadi sebuah kota yang ramai, Mekkah. Di tempat itulah nabi Ibrahim as meninggalan istrinya dan putranya, Siti Hajar dan Ismail yang masih kecil dengan sekedar perbekalan kurma seadanya dan sedikit air minum. Tuhan telah merencanakan sedemikian rupa sehingga tempat itu menjadi medan kegiatan bagi amanat terakhir dari Tuhan untuk umat manusia. nabi Ismail as telah terpilih sebagai alat untuk melaksanakan rencana Ilahi itu.
Ketika ditinggalkan, Siti Hajar hanya patuh saja disebabkan ini adalah kehendak Sang Khalik. Ia menerimanya dengan tulus, rela hati untuk tinggal berdua dengan putra kesayangannya di padang pasir yang tandus.
Ketika meninggalkan tempat tersebut nabi Ibrahim as berdo’a; “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tandus dekat rumah Engkau yang dihormati. Ya Tuhan kami, supaya mereka dapat mendirikan shalat, maka jadikanlah hati manusia cenderung kepada mereka dan rezekikanlah mereka berupa buah-buahan, supaya mereka selalu bersyukur.” (QS. Ibrahim:38)
Doa nabi Ibrahim as yang diucapkan saat ketika tiada sehelai-pun rumput nampak tumbuh dalam jarak bermil-mil di sekitar Mekkah ini, telah memperoleh perwujudan sempurna dalam diri Rasulullah saw. Sebab, sebelum beliau hanya orang-orang Arab lah yang berkunjung ke Mekkah untuk mempersembahkan kurban-kurban mereka, tetapi sesudah kedatangan beliau, bangsa-bangsa dari seluruh dunia mulai berkunjung ke kota itu. Namun nubuatan itu telah menjadi sempurna dengan cara menakjubkan, sebab buah-buahan paling terpilih didatangkan orang berlimpah-limpah ke Mekkah setiap musim.
Alkisah selanjutnya, baru saja Nabi Ibrahim as meninggalkan istri dan anaknya, Siti Hajar segera mengikuti dan bertanya; ‘Ya Ibrahim, hendak kemanakah engkau? Akan engkau tinggalkan kami ditempat yang mengerikan ini?’ Namun Ibrahim diam dan pergi tanpa menjawab dan melihat istrinya. Siti Hajar mengikuti suaminya, dan bertanya kembali ‘Ya Ibahim apakah ini perintah dari Allah Ta’ala?’ Barulah nabi Ibrahim as menjawab dengan isyarat menunjukkan tangan kelangit. Siti Hajar paham akan isyarat ini, lalu berkata; ‘Kalau ini memang perintah Allah Ta’ala, lasanakanlah biarkan kami tinggal berdua disini.’ Karena Siti Hajar yakin Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan mereka.
Beberapa saat perbekalan telah habis dan air minum tidak ada lagi, mulai timbul kegelisahan. Siti Hajar berlari kesana-kesini kalau-kalau ada air disana, Ismail kecilpun menangis karena kehausan. Dia berlari dari bukit Safa ke bukit Marwah sampai 7 kali dengan harapan ada kafilah yang lewat. Namun tidak ada seorangpun disana. Tatkala sedang gelisah dan letih, Siti Hajar mendengar suara; ‘Hai Hajar janganlah engkau terlalu susah dan bersedih hati, Lihatlah Tuhan-Mu telah menyediakan apa yang engkau inginkan’. Dia melihat ke anaknya yang sedang mengais-ais air dan terlihat air muncul semakin membesar, hingga terkenal dengan telaga zam-zam. Barulah kafilah banyak singgah dan tempat itu ramai dikujungi orang.
Setelah lama berpisah, nabi Ibrahim yang rindu dengan istri dan putranya akhirnya bertemu di sana yang sekarang tekenal dengan padang Arafah. Selepas senja nabi Ibrahim as membawa keduanya pulang, Setelah sampai di sebuah tempat (Muzdalifah) berhenti dan tidur di sana. Beliau bermimpi mendapatkan perintah dari Allah Ta’ala guna menyembelih putra kesayangannya itu sebagai qurban. Sungguh berat ujian tersebut.
“Dan ketika anak itu telah berusia cukup untuk dapat berlari-lari bersama dia, berkatalah ia; Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu sebagai kurban. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ia berkata, Hai bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepada engkau; insya Allah engkau akan mendapatiku, di antara orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-shaffat:103)
Singkatnya dengan ketabahan nabi Ibrahim as merebahkan Ismail kecil yang siap disembelih. Ketika keduanya sudah siap melaksanakan perintah Allah Ta’ala, terdengar suara; “Sungguh engkau telah menyempurnakan mimpi itu”.
Kesediaan Nabi Ibrahim as mengurbankan Ismail as telah dilembagakan dalam peraturan Islam tentang “qurban” yang merupakan bagian tak terpisahkan dari acara ibadah haji. Makna yang tersimpul dalam ayat ini dapat pula tentang penghapusan kebiasaan kurban manusia, yang agaknya lazim di zaman nabi Ibrahim as dan menggantinya dengan pengurbanan binatang.