Bagi sebagian kaum muda usia 20 atau 30 an, kesadaran tentang tibanya saat untuk menjadi pribadi yang dewasa dan mandiri dapat menimbulkan kekhawatiran yang cukup besar. Makin mendekatnya masa akhir sekolah/kuliah, makin terasa kegelisahan menghadapi “dunia nyata”.
Apalagi, ketika lingkungan/masyarakat mulai menyiratkan harapan untuk menjalankan peran-peran tertentu yang berkenaan dengan kehidupan individu dewasa. Masuk ke dunia kerja, memilih pasangan hidup merupakan contoh tuntutan yang ada.
Di sisi lain, di dalam diri juga tidak jarang berkecamuk pertanyaan tentang identitas diri (ciri pribadi, minat, hobi, kemampuan, dsb) dan arah hidup yang diinginkan. Jurusan kuliah yang telah diambil misalnya, kadang baru terasa menimbulkan stres. Bidang kerja yang baru ditekuni ternyata kurang membahagiakan dan sebagainya.
Krisis di periode ini bisa jadi muncul dalam bentuk rasa terperangkap dalam kondisi seperti tidak tahu apa yang diinginkan, takut gagal, khawatir salah mengambil keputusan lalu berdampak ke kehidupan selanjutnya, rasa enggan meninggalkan masa kanak-kanak, hingga ke merasa “kecil” saat mengetahui teman seumur tampak lebih sukses.
Sangat wajar apabila pada periode usia ini terasa begitu banyak ketidakjelasan, banyak pertanyaan yang muncul di benak. Transisi di kuartal pertama kehidupan ini terasa berbeda dengan transisi di usia-usia sebelumnya karena begitu banyak keputusan penting yang perlu diambil, dan ada banyak ketidakjelasan.
Upaya menjaga kesehatan mental tentu perlu tetap dilakukan dengan melakukan berbagai hal:
1. Mencari dukungan dari lingkungan sekitar (keluarga/teman) agar secara psikologis, tidak menghadapi QLC dalam kesendirian. Ada baiknya berbicara dengan orang-orang yang berhasil melalui serupa, dan mencari tahu bagaimana mereka mengatasinya. Sedapat mungkin juga mencari pihak-pihak yang dapat diajak berdiskusi untuk membantu menguraikan persoalan.
2. Menjaga optimisme. Di dalam setiap krisis ada peluang untuk berkembang. Ingat-ingat kembali tantangan yang pernah dihadapi selama ini. Jika pernah berhasil melalui tantangan kehidupan di masa sebelumnya, ini menunjukkan adanya potensi bahwa kita bisa menghadapi ujian selanjutnya.
3. Membuat tujuan dan rencana. Keresahan sering terjadi karena tidak adanya tujuan. Adakalanya perlu masukan dari orang-orang berpengetahuan dan berpengalaman untuk mengeksplorasi tujuan yang dapat dipilih. Berdiskusi dengan seorang Coach, akan bermanfaat untuk menelaah pilihan-pilihan. Jika tujuan telah ditetapkan, maka dapat akan lebih mudah membuat rencana dan langkah yang akan diambil. Tetapkan target yang sesuai kondisi diri. Sekecil apapun target, bila berhasil diraih dapat memunculkan perasaan positif dan rasa telah mencapai sesuatu (sense of accomplishment).
4. Tidak selalu membandingkan diri dengan orang lain. Setiap orang memiliki “perjalanan” tersendiri. Pencapaian orang lain bisa saja dijadikan acuan untuk memotivasi diri, namun pada dasarnya keadaan masing-masing adalah unik.
5. Menjaga diri dari tekanan lingkungan. Hidup di tengah masyarakat modern tidak lepas dari godaan untuk memenuhi standar masyarakat di banyak aspek (jenis pekerjaan, cara berpakaian, kepemilikan benda tertentu, dsb). Selain menimbulkan stres, hal ini dapat mengurangi kebebasan untuk mengembangkan identitas diri yang orisinal, merasa harus sama dengan orang lain padahal belum tentu itu merupakan hal yang bermakna. Berpegang pada nilai-nilai dasar keagamaan yang dianut dan berfokus ke mengembangkan identitas diri sebagai seseorang berpribadian/berakhlak baik, dapat membuat diri merasa lebih positif.
6. Bersikap welas asih terhadap diri sendiri dengan menghargai hal-hal yang pernah dicapai selama ini, dan mengurangi sikap mengkritik diri sendiri. Walaupun mungkin ada kesalahan dalam pengambilan keputusan, seperti salah memilih jurusan pendidikan atau lainnya, ini hal yang umum terjadi. Ada banyak informasi yang mungkin luput diketahui. Disamping itu, manusia juga berkembang dan berubah sehingga keputusan di satu masa tertentu bisa dirasakan tidak lagi cocok di masa kini. Fokuskan perhatian kepada hikmah yang ada. Berfokus kepada makna dan manfaat suatu kejadian, dapat mengurangi perasaan negatif yang timbul.
7. Melakukan self-care, dengan melakukan hal-hal yang dapat menenangkan diri. Mendengar musik, rekreasi, pijat, dsb sesuai kebutuhan. Kenali cara yang efektif untuk membuat diri nyaman tetapi tetap dalam jalur yang sehat dan positif. Gaya hidup sehat dengan memperhatikan nutrisi, pola tidur, dan olah raga perlu diupayakan.
8. Berbicara kepada profesional di bidangnya ketika mengalami kecemasan, gangguan mood, serangan panik, gangguan konsentrasi, rasa frustrasi, kehilangan semangat, ataupun keluhan lainnya yang sulit hilang atau tidak dapat diatasi sendiri.
9. Menjalin hubungan yang dekat dengan Yang Maha Penolong, akan membantu membangun ketahanan menghadapi QLC. Saat doa dipanjatkan, tanpa disadari terbentuk harapan bahwa ada peluang situasi krisis akan berhasil dilalui.
Penulis: Dra. Muskatiani Soesanto, M.Si., Psikolog
One thought on “Menjaga Kesahatan Mental di Periode Quarter life Crisis (QLC)”