By: Mln. Ali Mukhsin, Banjarnegara – Jateng.
Untuk pendidikan diin (ruhani) diperlukan banyak sekali ilmu. Kesucian kalbu adalah hal yang lain lagi. Tatkala Allah menciptakan suatu nur di dalam kalbu, maka kalbu itu dengan sendirinya akan terus memperoleh ilmu-ilmu.
Hadhrat Masih Mau’ud as
Bulan Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk memperdalam ilmu agama. Sebagai bulan tarbiyah, suasana Ramadhan yang khas menarik perhatian umat kepada perkara-perkara ruhani seperti peningkatan ibadah, doa-doa dan ilmu agama. Terlebih pada situasi seperti sekarang ini, dimana penyebaran Virus Corona atau Covid_19 menuntut kita untuk membatasi aktivitas-aktivitas di luar rumah, sehingga menjadi kesempatan baik tentunya untuk mengambil faedah dengan memanfaatkannya untuk mempelajari ilmu agama.
Rasulullah saw pernah bersabda :
مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama” (Muttafaqun ‘alaihi).
Jadi, adanya kemauan untuk memahami atau mendalami perkara-perkara agama adalah suatu karunia dari Tuhan yang sangat besar. Dan sesuai dengan kata يُفَقِّههُ yang digunakan dalam hadits tersebut merupakan satu bentuk kata kerja yang di dalamnya mengandung unsur, agar setiap kita berupaya dalam proses memperdalam ilmu agama untuk sampai ketahap faqih, faham terhadap perkara-perkara agama. Faham disini adalah keadaan atau kondisi seorang yang tidak hanya mengenal atau tahu, akan tetapi lebih dari itu sampai kepada tahap implementasi yang tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.
Dalam Malfuzat jilid VI halaman 4 ada diceritakan bahwa satu waktu tengah berlangsung pembicaraan mengenai ujian kedokteran, kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:
“Tegang memikirkan untuk dapat lulus ujian sedemikian rupa sampai merusak kesehatan sendiri, adalah suatu pemikiran yang tidak baik. Pada zaman dahulu orang-orang menuntut ilmu semata-mata untuk meraih tawakal dan keridhaan llahi. Dan kedokteran adalah suatu kemahiran yang untuknya tidak perlu harus lulus. Apabila seorang tabib (dokter) sudah terkenal (kemujarabannya), maka walau pun dia tidak-lulus, orang-orang tetap saja datang kepadanya. Setelah meraih [ilmu-ilmu] agama, menjalankan praktek ketabiban (kedokteran) adalah suatu hal yang sangat baik.”
Sabda Hadhrat Masih Mau’ud as tadi menunjukan kepada kita suatu ghairat agar orang-orang menempatkan perkara keruhanian di atas segalanya, termasuk Pendidikan dunia. Lebih lanjut beliau as menyampaikan;
“Orang yang bisa berguna bagi saya adalah yang dalam satu masa tertentu atau paling sedikit satu tahun menetap bersama saya. Dan dia berusaha memahami segenap perkara penting. Saya menjadi tenteram apabila dia telah meraih nafs (jiwa) yang beradab. Barulah dia dapat pergi ke Eropa dan negara-negara lain sebagai duta dan sebagainya.
Namun nafs (jiwa) yang beradab merupakan suatu tahap yang sulit. Memanjat puncak-puncak gunung adalah mudah, tetapi yang satu ini sulit. Untuk pendidikan diin (ruhani) diperlukan banyak sekali ilmu. Kesucian kalbu adalah hal yang lain lagi. Tatkala Allah menciptakan suatu nur di dalam kalbu, maka kalbu itu dengan sendirinya akan terus memperoleh ilmu-ilmu.” (Malfuzat, jilid VI, halaman 194-197).
Karenanya, menjadi suatu perkara yang penting untuk diperhatikan oleh setiap kalangan Ahmadi agar lebih meningkatkan kegemaran pada membaca buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud as dan tentunya mengambil faedah dari itu seiring dengan upaya mereka meraih ilmu-ilmu dunia.
Meraih makrifah Ilahi dijelaskan tadi adalah suatu perkara yang sulit. Namun jika Allah menghendaki kebaikan pada kita, maka Dia akan membukakan jalan agar kita faham dalam perkara agama. “Robbi zidnii ‘ilman warzuqnii fahman, waj’alnii minash-shaalihiin”. Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan berilah aku kemampuan untuk memahaminya dan jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang sholeh. Aamiin