Oleh: Mln. Dian Kamiludin Achmad
بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده و نصلى على رسوله الكريم و على عبده المسيح الموعود
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan; dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu dapat saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (QS. Al-Hujurat: 13)
Tujuan dari penciptaan manusia sesuai ayat tersebut salah satunya adalah berjenis kelamin yang dapat saling mengenal satu dengan yang lain, selanjutnya adalah jenjang pernikahan dan rumah tangga. Yang mana dalam rumah tangga ada unsur suami dan istri, yang dalam Islam sudah diberikan tuntunan bagaimana agar pasangan suami istri ini dapat menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah warohmah sesuai petunjuk Al-Qur’an dan sunnah dari RasuluLlaah ﷺ.
Kemudian yang perlu diketahui juga adalah tentang fungsi atau tugas dari suami istri yang menjadi dasar untuk terciptanya keserasian dan keharmonisan dalam rumah tangga. Secara garis besar Islam menjelaskan tentang kewajiban suami terhadap istri adalah sebagai berikut:
1. Pemimpin Rumah Tangga
Dalam Al-Qur’an disebutkan, “Kaum laki-laki adalah pelindung/pemimpin bagi wanita, karena Allah telah melebihkan mereka atas wanita…” (QS. An-Nisa: 34)
Hal ini dimaksudkan bahwa seorang laki-laki atau suami itu adalah sebagai pemimpin dari wanita atau istri dalam urusan rumah tangga, sebagaimana seorang nahkoda mempunyai peran vital dalam kemudian sebuah bahtera atau kapal laut untuk sampai tujuan, begitu juga suami mempunyai peran penting sebagai kepala keluarga untuk terwujudnya keluarga yang bahagia dunia dan akhirat.
Maka, ketika ada sesuatu keinginan istri atau anak, tapi itu berlawanan dengan syariat maka suami atau ayah mempunyai peran untuk memutuskan bahwa hal tersebut jangan dilakukan. Jangan sampai karena cinta dan sayang yang bukan pada tempatnya menjadikan sesuatu perkara yang berlawan dengan kehendak Allah dilanggar sehingga bisa menjadikan hal yang mudharat bagi anggota keluarga.
2. Mendidik dan Membina Tarbiyat
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari azab api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6)
Seorang suami pun berperan dalam menyelamatkan istri dan anak-anaknya dari azab api neraka. Bagaimana peran itu dilakukan, ya dalam menjalankan kehidupan rumah tangga harus selaras dengan batasan-batasan yang Allah Ta’ala sudah tetapkan di mana seorang suami harus bisa memberikan pembelajaran ilmu agama kepada istri dan anak-anaknya serta seorang suami sebelum memerintahkan suatu ibadah atau kewajiban agama lainnya, maka dia terlebih dahulu memberikan contohnya.
Sebagai contoh ketika anak sedang asyik bermain lalu datang waktu shalat, dengan gampangnya membiarkan anak tetap bermain tanpa mengajaknya untuk shalat bersama. Padahal, hal ini menjadi dasar penting kelak ketika mereka dewasa terbiasa dalam kondisi sesibuk apapun dan waktu shalat tiba, maka mereka akan mendahulukan kewajibannya tersebut.
Sejalan dengan itu, menurut Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, “Sesuai dengan ayat 9 dari Surah Al-Munafiqun; kadang-kadang anak-anak menentang firman Allah, mengikuti kehendak mereka, juga termasuk syirik.” Jadi, ini juga tugas seorang ayah dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak untuk selalu beramal dan berkehendak yang sejalan dengan firman Allah Ta’ala.
3. Memberi Nafkah Keluarga
Disebutkan dalam Al-Qur’an, “…dan atas laki-laki yang punya anaklah tanggung jawab memberi mereka makan dan pakaian secara baik…” (QS. Al-Baqarah: 233) RasuluLlaah ﷺ bersabda, “Dan berbaktilah kamu kepada Allah melalui istrimu. Sesungguhnya kamu telah mengambil mereka sebagai amanat Allah, dan telah menjadi halal kehormatannya bagi kamu dengan kalimat Allah. Dan hendaklah kamu memberi makan dan pakaian menurut yang ma’ruf.” (HR. Muslim) Dengan tegas dan jelas Islam mengatur bahwa mencari nafkah adalah tanggung jawab suami bukan istri. Lain halnya jika pendapatan suami sangat tidak mencukupi, sehingga atas inisiatif sendiri dan atas izin suaminya, si istri ikut mencari nafkah.
Jangan sampai si suami menganggur dan santai di rumah, lalu menyuruh istrinya untuk banting tulang dan bekerja untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga karena hal ini banyak terjadi di masyarakat umumnya. Hal ini bertentangan dengan ayat dan hadits tersebut. Sebab hal ini berlawanan dengan kodrat wanita sendiri yang bukan untuk menjadi tulang punggung keluarga.
Begitu juga dalam memberi nafkah ini bukan hanya dalam harta atau uang saja, nafkah secara batin, nafkah secara psikis juga sangat penting. Karena wanita itu sangat butuh perhatian dan kasih sayang, sehingga perlu seorang suami memahami watak dan sifat istri sehingga nafkah secara spirit pun dapat diberikan.
4. Pelindung
Firman Allah Ta’ala, “Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka…” (QS. At-Talaq: 6)
Salah satu tugas suami adalah memberikan tempat tinggal yang layak untuk istri. Maksudnya adalah bukan tempat tinggal yang mewah, tetapi tempat tinggal yang cukup untuk ditempati sebagai surga bagi keluarganya. Sehingga dengan kondisi rumah yang nyaman, harmonis menciptakan Rumahku Surgaku sesuai sabda dari RasuluLlaah ﷺ.
Nah inilah beberapa contoh dari tugas dan peran seorang suami sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan suri teladan dari Nabi Muhammad ﷺ. Semoga kita semua khususnya para suami dapat menerapkan ini semua, yang juga berdasarkan sabda Nabi ﷺ bahwa, “Yang terbaik diantara kalian (para lelaki) adalah yang baik kepada istrinya.”