Oleh: Mln. Sajid Ahmad Sutikno
Sosok suci Imam Mahdi yang dijanjikan oleh Rasulullah Muhammad SAW digambarkan di dalam berbagai versi kisah ramalan (jangka) tanah Jawa. Ia akan datang di saat negeri (nuswantara) ini pada saat mengalami kacau balau, yang oleh Sri Aji Jayabaya Raja Kadiri, Pujangga kenamaan Ki Ronggowarsito serta kaum sepuh tanah Jawa lainnya katakan bahwa ia akan datang pada saat terjadi jaman edan. Bahkan ada wasiyat sesepuh yang katakan, bahwa sosok itu akan diutus Gusti Allah pada era teknologi maju pesat.
Imam Mahdi adalah seorang wujud suci yang ditunggu-tunggu masyarakat dunia terutama nuswantara dijanjikan akan dating di akhir zaman. Ia bukan nyata-nyata seseorang bernama Imam Mahdi, karena istilah Imam Mahdi bukanlah nama seseorang, akan tetapi istilah itu hanya sebagai gelar/julukan.
Di tanah Jawa dan nuswantara, Imam Mahdi memiliki banyak sebutan/gelar, diantaranya: Ratu Adil, Ratu Amisan, Satria Piningit, Tunjung Seta, Candukan Klaras, Herucakra, Sultan Murkiddin, Pinandita Panetep Agomo, Pinandita sinisihan wahyu semune pudhak kasungsang, Guru sejati dan banyak lagi sebutan lainnya.
Harapan masyarakat Jawa dan nuswantara bakal tampilnya Imam Mahdi adalah untuk membebaskan masyarakat dari situasi krisis berbagai sisi kehidupan umat yang berkepanjangan. Imam Mahdi tersebut sebagai sang pembaharu dan penyelenggara tertib kosmik (tatanan dunia baru dalam keruhanian).
Bangsa Indonesia harus bersyukur dianugrahi Gusti Allah berupa warisan nenek moyang yang amat menakjubkan, berupa wasiyat sesepuh tanah Jawa. Dimana, masa depan bangsa Indonesia yang gemilang akan terjadi pada saat datangnya wujud suci Imam Mahdi dan disaat bangsa Indonesia banyak menerima serta menjadi muridnya.
Apa yang diramalkan (jangka) para sesepuh Jawa banyak kemiripan dengan yang tertera dalam Alquran dan nubuwatan Rasulullah Muhammad SAW dalam banyak hadits.
Sebelum mengenal beberapa julukan lain Imam Mahdi, berikut disampaikan berkenaan dengan pertondo rawuhe Imam Mahdi.
Di zaman akhir, ketika sosok suci tersebut datang, tanah nuswantara akan memunculkan tanda-tanda kedatangannya, dimana semua orang akan melihatnya hingga tanda yang anggegirisi (mengerikan).
Mbesok yen wis ono kreto mlaku tanpo turonggo (nanti ketika sudah ada kereta berjalan tanpa kuda): munculnya kendaraan lebih canggih yang tidak lagi ditarik kuda tapi menggunakan mesin. Dan kendaraan tenaga mesin secara sederhana dibuat bangsa Inggris pada tahun 1896 oleh Frederick William.
Kemudian Akeh omah ing ndhuwur jaran (banyak rumah di atas kuda). Hal ini sudah nyata terjadi, yaitu diciptakannya kendaraan Bus, kereta api dll dimana bagaikan rumah berjalan diatas kuda.
Manungsa pada numpak jaran sak jroning wetenge, manusia banyak yang naik kuda di dalam perutnya. Ini juga sudah terbukti dengan banyaknya orang yang naik di dalam kendaraan Sedan, Bis, Angkot dll, menyerupai seseorang yang duduk dalam perut kuda.
Tanah Jawa kalungan wesi (tanah Jawa dikalungi/dikelilingi besi): sudah terbukti adanya rel kereta api yang mengelilingi tanah Jawa dari Anyer-Panarukan. Atau sepanjang pulau Jawa ini sudah banyak dibangun pabrik-pabrik yang semua materi bangunannya dari besi/baja hingga suatu masa nanti menjadi padat sepanjang jalan didirikan pabrik. Atau juga adanya pembangunan jalan Tol di seluruh nuswantara.
Prahu mlaku ing gegana (perahu berjalan diudara)
Hal ini sama dengan wasiyat yang berbunyi, Kreto iso mabur (kereta bisa terbang), wesi iso miber (besi bisa terbang), serta mbesok ing langit ana dalane (nanti suatu saat dilangit ada jalannya).
Manusia banyak yang terheran-heran saat itu melihat Kereta bisa terbang dan mereka banyak yang menaikinya. Seperti pesan sesepuh tanah Jawa berikut, Manungsa pada numpak kinjeng (manusia nanti banyak yang naik Capung). Capung yang dimaksud disini adalah kecapung sanepan (perumpamaan), yaitu pesawat terbang.
Kali padha ilang kedunge (sungai banyak yang kehilangan kedalamannya/mendangkalnya kedalaman sungai).
Kejadian yang dijangka Jayabaya ini juga sudah terjadi, yaitu akibat hutan-hutan di pegunungan di tebang pohonnya secara liar mengakibatkan tanah longsor terkikis hujan lebat, sehingga tanahnya memenuhi sungai-sungai, dan sungai-sungai pun menjadi dangkal, banjir pun tidak terbendung lagi. Atau disebabkan akibat gunung meletus yang mengeluarkan berton ton tanah dan masuk sungai-sungai bersamaan dengan lahar.
Pasar ilang kumandange (pasar tradisional yang memakai sistem barter akan hilang gaungnya, menuju ke pasar global/modern). Hal ini sudah terjadi, tadinya ada tawar menawar banyak orang di pasar sehingga suaranya mengumandang/menggaung kearah kejauhan. Masyarakat saat itu sudah tidak lagi mendengar kumandang pasar karena beralih dari tempat terbuka menjadi di dalam gedung seperti swalayan, super market, indomaret dll yang suaranya orang yang membeli barang tidak lagi terdengar keluar. Barang-barang di pasar dalam gedung itu pun sudah ada bandrol harga sehingga hanya dengan computer menghitung harga-harganya.
Bumi saya suwe saya mengkeret (bumi semakin mengecil)
Ini juga terbukti dengan adanya program transmigrasi dari pemerintah untuk mengurangi kepadatan penduduk.Pada tahun 1905 penduduk pulau Jawa saja, per 1 KM kampung satu dengan kampung lainnya hanya berpenduduk 150-300 orang.Tapi kini per 1 KM bisa mencapai 2000-4000 orang jiwa.Sehingga terasa seperti buminya menjadi menyempit/mengecil. Atau juga bisa berarti adanya kemajuan di dunia komunikasi dan transportasi canggih, sehinga dunia terasa sempit/dekat.Sebagaimana dalam Hadits disebutkan bahwa zaman menjadi semakin dekat (yataqarrabuz zamaan).
Juga tanda tanda yang lain: Sekilan bumi dipajeki (Bumi yang tidak seberapa luasnya dibayar pajaknya); Kreto roda papat setugel (Kereta roda empat tinggal separuh-munculnya sepeda ontel, sepeda motor); Wong wadon ilang wirange (wanita hilang malunya, tindak amoral merebak dimana-mana); Sehingga Isih bayi mbayi (masih usia bayi memiliki bayi-masih muda sudah punya anak); Ono kewan orong-orang gedene sa kebo dusuri puntuk seguling (akan ada hewan “orong-orong” yang gedenya sebesar kerbau menghabiskan bukit-bukit-munculnya mesin exafator dll); iwak wader mangan manggar (ikan wader akan memakan bunga kelapa-isyarat banyak banjir bandang, dibangunnya bendungan-bendungan raksasa yang menjadikan pohon-pohon kelapa tenggelam); alu turu lumpang gletak (penutu padi tidur, lesung pun ditidurkan-isyarat munculnya mesin penggiling padi) dan banyak lagi. Yang mana semua tanda ini sudah terjadi dan bisa disaksikan kita semua di masa ini.
Julukan lain Wujud Suci Imam Mahdi
Berbagai julukan lain sosok suci Imam Mahdi yang dijanjikan di tanah Jawa:
Ratu Adil
Dalam budaya tanah Jawa, kata “Ratu” bukan berarti secara zahiriah sosoknya seorang wanita, tapi lebih pada pengertian seorang berkarakter wanita. Kata ini dipakai untuk pemimpin panetep agomo, panutan yang kharismatik. Ia berkepribadian lemah lembut, memiliki akhlak dan ajaran yang indah nan ayu, berwibawa/anggun, bijaksana dan terpuji.
Disebut Adil karena ia mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam Hadits ia dijuluki hakaman ‘adalan (seorang yang bijak dan adil). Ratu adil itu disebut wadya punggawa sujud sadaya, tur padha rena prentahe (semua pihak taat serta merasa puas dengan kebijakannya).
Ratu Amisan
Di dalam jangka Jayabaya, Ratu Adil juga disebut sebagai Ratu Amisan. Kata “amisan” sebenarnya lebih tepat dimaknai sebagai pemimpin yang benar-benar baru tampil, sehingga belum terkontaminasi dengan sistem percaturan politik atau kepentingan duniawi.Kata amisan itu lebih dekat dengan kata bahasa Arab Al-Masih/Mesiah/Masiha. Dalam leteratur Jawa, kata ini mengandung makna bahwa sang Ratu adil itu bukan sosok yang tamak atau haus akan kekuasaan. Kata amisan dapat pula diartikan sekali (sepisan) memimpin.
Ratu Amisan tiada lain adalah Imam Mahdi yang disebut juga sebagai Masih Mau’ud/Almasih yang dijanjikan kedatangannya.
Satria Piningit
Di dalam bagian lain ramalan tanah Jawa disebutkan adanya ciri bahwa Ratu adil itu adalah satria piningit yang berarti ksatria yang tersembunyi, yang ditafsirkan sebagai tokoh baru.Ia dipercaya masyarakat Jawa, akan dating disaat Negara Indonesia sedang menghadapi goro-goro atau kerusuhan besar, pada saat wong cilik (rakyat kecil) mengalami segala rubeda (kesulitan).
Ia bagaikan pudhak sinumpet (bunga pandan yang masih tersembunyi), sosok yang masih harum wangi seperti bunga pandan yang masih tersembunyi, yang wanginya belum pernah tercium siapapun.
Tunjung Seta
Ratu adil bagaikan tunjung seta semune pudhak kasungsang, yang berarti sosok yang masih bersih, yang keindahan perangainya bagaikan bunga teratai putih (tunjung seta). Hati dan luarnya bersih putih dan suci (lebet njawinipun puteh). Hal ini menggambarkan bahwa sosok yang dijanjikan itu sangat tinggi keruhaniannya, sangat kuat daya kesuciannya (quwat qudsiyah).
Makna ini lebih pada sosok seorang suci yang dikenal dalam Islam sebagai Imam Mahdi. Sebagaian orang Jawa Tengah mengenalnya dengan wasiyat bahwa diatas kepalanya aka nada kupu-kupunya.Yaitu “mbesuk nalika rawuhe Imam Mahdi ing dhuwur sirahe ana kupune”. Nanti ketika Imam Mahdi datang, tanda zahir yang bisa terlihat adalah di atas kepalanya ada kupu-kupunya (disampaikan Bpk. Suripto Hadi Siswoyo, A.Md, tokoh sepuh desa Limbangan, Madukara, Banjarnegara, bulan Nopember 2006).
Ini tergenapi dengan berbondong-bondongnya warga kampung Krucil, Bawang Banjarnegara berbaiat menjadi pengikut Imam Mahdi pendiri Jemaah Muslim Ahmadiyah, bernama Raden Ahmad yang diatas kepalanya memakai kupu-kupu (udheng atau sorban yang menyerupai kupu-kupu).
Raden Ahmad adalah seorang raja/sultan tanpa mahkota tetapi memakai udheng/sorban saja. Karena memang ia bukan seorang raja dunia tapi raja agama (ruhani). Sorban berbentuk kupu-kupu ini juga diikuti pengganti Raden Ahmad yang pertama sebagai kalipah (khalifah), yang bernama Raden Nuruddin yang dalam julukan orang Jawa disebut tiyang ingkang kagungan cahyaning agami (seseorang yang memiliki cahaya agama berbinar terang).
Kemudian para Khalifah lainnya dari kedua hingga sekarang dan seterusnya secara zahir akan memakai sekar tunjung seta (bunga teratai putih).
Berkenaan dengan itu, masyarakat Jawa Timur mengenal para sosok suci (Kalipah) itu dengan wasiyat: “mbesuk bakal ana ratu telu, aja keliru miliya sing tengah, yaiku ing dhuwur sirahe nganggo sekar tunjung seta”. Artinya: di kemudian hari akan ada tiga ratu, jangan salah pilih, pilihlah yang tengah yang diatas kepalanya ada sekar tunjung seta atau bunga teratai putih (disampaikan Bpk. Suparni, seorang tokoh masyarakat desa Babadan, Karangrejo Tulungagung di bulan Oktober 2016).
Hal ini secara zahir lebih bermakna bahwa para sosok suci itu akan memakai sorban putih di kepalanya bagaikan seorang raja tanpa memakai mahkota tapi memakai udheng (sorban) yang menyerupai bunga teratai putih yang munjung (mengerucut ke atas). Sorban putih ini akan terus dipakai para penerus Ratu adil/Imam Mahdi.Coba perhatikan foto Raden Ahmad dan para khalifahnya.
Masih berkaitan dengan wujud suci Imam Mahdi, masyarakat Pacitan Jawa Timur di lereng gunung Limo memegang wasiyat sesepuh Jawa: “Besuk ing Sangit ono Ringin puteh seratan Arab ditutupi batok titi bulu, bakal bikak yen Ratu Adil rawuh” (disampaikan 2017 oleh Mbah Suparni sesepuh kampong Babadan, kec. Pringkukuh Pacitan Bukit Tukluk Asem Gunung Limo)
Candukan klaras
Hal yang senada dengan sekar tunjung seta adalah wasiyat sesepuh tanah Jawa berikut: “Mbesuk bakal ana ratu papat, pada gagahe, pada baguse, kabeh nganggo surban puteh, nanging aja nganti kesliru, pilihen sing bener, yaiku ing ndhuwur surbane candukan klaras” (disampaikan Bopo Siswandi sesepuh Karangtengah, Selomerto Timur, Wonosobo bulan Januari 2007).
Artinya nanti akan ada empat ratu, semuanya gagah dan elok akhlaknya, mereka semua memakai sorban putih. Tapi jangan salah pilih, yang benar itu yang diatas sorbannya ada candukan klaras.
Masyarakat Jawa Tengah yang tinggal di dataran gunung Sindoro-Sumbing (Wonosobo) sedang menunggu Jangka (wasiyat) ini terealisasi. Kata candukan berarti sunduk/tusuk, sedangkan klaras itu lebih pada pelepah jagung (klobot) yang sudah tidak ada jagungnya, ditusukan diatas surban. Ini sanepa (permisalan), dimana para penerus Imam Mahdi akan memakai surban yang ada kulit jagung (klobot) yang berdiri diatasnya menyerupai bunga teratai yang munjung (menjulang) keatas.
Sedangkan masyarakat Jawa Timur yang tinggal di Tulungagung mengenalnya dengan jangka: “mbesuk nuli rawuhe Imam Mahdi, ing dhuwur sirahe kibar gendero klaras sing mobat mabet”. Artinya, nanti ketika Imam Mahdi dating ciri-ciri zahirnya, diatas kepalanya ada bendera klaras (kulit jagung yang kering) yang melambai-lambai saat diterpa angin. (disampaikan seorang pemuda bernama Heru, desa Babadan, Karangrejo, Tulungagung Oktober 2016, ia mendapat pesan ini dari kakeknya).
Wasiyat (pesan) tanah Jawa ini sudah terbukti pada diri para Khalifah penerus Imam Mahdi. Dimana mereka memakai sorban yang menyerupai gendero klaras (bendera dari daun pisang yang kering atau bendera klobot (pembungkus/kulit jagung), melambai-lambai jika diterpa angin bagaikan bendera.
Kemudian, ada wasiyat yang beredar disebagian masyarakat Jawa: “mbesok pertandane jaman adil wis teko yen wis ana kang ngerek gendero klaras”. Artinya di kemudian hari ada tanda jaman adil/datangnya jaman adil jika kebanyakan orang yang hidup disaat itu sudah nglaras nglurus fikirannya, yaitu mampu dan bisa bernalar yang selaras dan serasi dengan hati nuraninya. Klaras memiliki kandungan maksud berbuat apapun itu sebelumnya harus dilaras (nalar tur waras), kemudian diluruskan (disesuaikan dengan dasar dan pedoman yang ada).
Herucakra
Imam Mahdi atau Ratu adil juga dikenal dengan sebutan Herucakra yang berarti payung mustika, lambang pengayoman, persaudaraan, serta pelayanan (pengkhidmatan).
Sultan Murkiddin
Imam Mahdi dijuluki Sultan Murkiddin, sebagaimana dalam wasiyat sesepuh tanah Jawa, “mbesok ana agomo suci sing dipimpin Ratu Adil utawi Imam Mahdi, kang aran Sultan Murkiddin, wiridane Ya Kayyu Ya Kayumu, nalika rawuh meluo” (Bpk. Sadimen, Gambyok, Mojoduwur, Kec. Ngetos, Nganjuk, Pebruari 2016).
Artinya, nanti aka nada agama suci yang dipimpin Ratu Adil atau Imam Mahdi yang disebut Sultan Murkiddin, yang akan mengajarkan wirid (doa) Ya Kayyu Ya Kayumu, jika sudah dating ikutilah ia.
Bapak Sadimin seorang petani yang saleh dari tanah Prabu Ngatas Angin (paman Hayam wuruk) ini baiat menjadi murid Imam Mahdi dikarenakan memegang pesan gurunya tersebut. Sultan itu raja/pemimpin Islam, karena kata “sultan” berasal dari istilah baku sebutan raja-raja Islam (sulthon), “Murkiddin“ nampaknya mirip dengan kata Markiddin yang berarti tentara/pasukan yang pandai bidang agama. Murkid itu juga berasal dari kata Mursyid, dimana orang Jawa sulit mengucapkan kata Arab.
Hal ini sama dengan wasiyat yang berbunyi, “Imam Mahdi ora saka tanah Jawa, wong Jawa mung dadi tentarane, kang aran tentara Markiddin, gegamane dzikrullah” (wasiyat tanah Jawa ini turun temurun dikenal masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur)
Artinya, Imam Mahdi dating bukan dari tanah Jawa, orang Jawa hanya menjadi tentaranya saja (pengikut), tentaranya Imam Mahdi disebut tentara markiddin (seseorang yang lihai agama).
Terbukti, baik Imam Mahdi (Raden Ahmad, Pendiri Jemaah Ahmadiyah), Khalifahnya maupun para pengikutnya semuanya lihai agama Islam dan tinggi ruhaninya.
Satria Pinandita sinisihan Wahyu
Imam Mahdi dijuluki sebagai Satria pinandita sinisihan wahyu. Karena ia adalah satria yang berjiwa dan bersemangat religious yang kuat. Satria artinya seseorang yang berwibawa dan pemberani, pinandita berarti ulama/mujadid (pembaharu Islam) dan sinisihan wahyu berarti yang kanugrahan wisikipun Gusti (dapat anugrah turunnya wahyu Allah Ta’ala). Ini sangat sesuai dengan gelar yang diberikan kepadanya “Imam Mahdi”. Imam berarti pemimpin agama, Mahdi artinya seseorang yang dianugrahi petunjuk/wahyu serta menyampaikan petunjuk yang diperolehnya kepada umat.
Raden Ahmad, Imam Mahdi memang seorang pembaharu Islam yang mendapat wahyu dari Allah, dan bergelar Ratu Amisan (Masih Mau’ud a.s/Almasih yang dijanjikan kedatangannya).
Guru Sejati
Masyarakat Jawa terutama kelompok Kejawen tidak asing dengan istilah Guru Sejati. Mereka selalu menantikan kehadiran Guru Sejati tsb.
Para pembaca, bagi kita yang berpikir jernih harusnya gelisah hatinya melihat penyempurnaan semua tanda tersebut. Sehingga menuntut pencarian sosok suci Imam Mahdi, yang mana dimasa ini tidak sedikit orang Jawa dan nuswantara melihat sosok suci itu didalam mimpinya, sebagai petunjuk dari Gusti Allah.
Referensi:
Zaman Edan (ora edan ora keduman), Dr. Purwadi, M. Hum, Penerbit Cakrawala Yogyakarta, 2014 cetakan 1
Ramalan Zaman Edan Rongowarsito, Dr. Purwadi, M. Hum, Penerbit Media Abadi Yogyakarta, 2005 cetakan 2
Zaman Edan Ronggowarsito (pengantar Bung Karno), Ahmad Norman (penyunting), penerbit Forum Jogjakarta, 2013 cetakan ke 4
Ramalan Joyoboyo versi Sabda Palon, Moch. Hari Soewarno, Agustus 2004 (makalah)
Agama Jawa (ajaran, amalan dan asal-usul Kejawen), Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum, penerbit Narasi-Lembu Jawa Jogjakarta, 2015 cet. 1
Wawancara para Sesepuh Jawa dan Budayawan Jawa di Jawa Tengah dan Jawa timur 2006-2017.