Sebuah danau di Papua Barat, Framu Ayamary atau Ayamaru Lake, ternyata menyimpan banyak catatan sejarah di baliknya. Ajamaroe Gebied dalam penyebutan Belanda, kini menjadi salah satu tujuan elok para turis lokal hingga mancanegara.
Nama Ayamaru (Ajamaroe) berasal dari dua kata: aya dan maru. Dalam bahasa setempat, aya berarti air, sedangkan maru artinya danau. Danau Ayamaru dan bahasa Ayamaru memang identik. Bila disebutkan nama itu, bisa tertuju pada danau ataupun bahasa. Begitu juga sebutan suku bangsa Ayamaru karena mendiami kawasan danau dengan nama yang sama.
Suku bangsa Ayamaru merupakan integrasi beberapa klan atau marga-marga. Klan atau marga-marga yang dikategorikan sebagai suku bangsa Ayamaru di Kabupaten Meybrat Provinsi Papua Barat, yaitu: Bless, Jitmau, Kambuaya, Kambu, Karet, Kolis, Mder, Naa, Nauw, Salosa, Sinon dan Vaa.
Suku bangsa Ayamaru di Kabupaten Meybrat Provinsi Papua Barat, tersebar di wilayah Distrik Ayamaru yang meliputi Kampung Ayamaru. Selain itu, tersebar di Distrik Ayamaru Timur.
Sebelum tahun 1935, tidak ada orang yang masuk ke kawasan Ayamaru (Ajamaroe gebied). Tentara Belanda (Nederland Nieuw Guinea) juga hanya sesekali melakukan patroli kesana. Itupun jumlahnya terbatas karena faktor kekurangan sumber daya manusia. Hingga 17 tahun berikutnya, Ayamaru belum mendapat sentuhan dari kolonial Belanda.
Ayamaru di Masa Permulaan
Hingga tahun 1952, Ayamaru belum berdiri sendiri ataupun menjadi Onder-Afdeeling apalagi Afdeeling, sebuah wilayah setingkat kewedanaan di zaman kolonial. Pada tahun 1935 hingga 1952 itu, posisi Ayamaru masih di bawah Afdeeling Sorong. Bahkan nama Ayamaru kalah oleh Inanwatan, yang sejak tahun 1936 telah menjadi Onder-Afdeeling dari Afdeeling West & South Nieuw Guinea, bersama Onder-Afdeeling lainnya: Fak Fak, Mimika, Boven Digoel dan South Nieuw Guinea.
Nama Ayamaru baru muncul sebagai pusat pemerintahan Onder-Afdeeling dari Afdeeling West Nieuw Guinea yang berpusat di Sorong pada 10 Mei 1952. Ada sembilan Onder-Afdeeling yang dibentuk bersamaan dengan Ayamaru, yaitu: Sorong, Makbon, Raja Ampat, Manokwari, Ransiki, Wandamen, Bintuni dan Fak Fak. Begitu juga saat terjadi perubahan wilayah administratif di bawah Gubernur J. van Baal pada 31 Oktober 1953, Ayamaru tetap masuk dan menjadi bagian dari Afdeeling West Nieuw Guinea.
Hanya pada 1954, terjadi perubahan ibukota Afdeeling West Nieuw Guinea, dari yang semula di Sorong dipindahkan ke Manokwari. Begitu juga Bintuni digabung ke Ayamaru, sebagai pusat pemerintahan Onder-Afdeeling. Tujuh tahun kemudian, Onder-Afdeeling Ayamaru dihilangkan serta ada penggantian Onder-Afdeeling dari Inanwatan menjadi Teminabuan. Sedangkan Onder-Afdeeling Ayamaru, digabung ke dalam Onder-Afdeeling Bintuni.
Meta Joanknecht Van Ajamaroe: Sang Artis Visual Asal Ayamaru
Pada 1957, lahirlah seorang bayi perempuan dari pasangan ambtenaar di Ayamaru. Bayi itu diberi nama Meta Joanknecht. Selama beberapa tahun bayi itu tumbuh menjadi anak kecil yang ceria. Anak bungsu dari empat bersaudara itu kemudian meninggalkan Ayamaru pada 1980. Gadis muda itu kemudian mengambil pendidikan di de Gerrit Rietveld Academie en studeerde Schilderen en Vrije Grafiek, Belanda.
Selepas kuliah, Meta kemudian mengasah kemampuannya untuk membuat pernak-pernik kerajinan tangan yang berbahan dasar sampah. Untuk memantapkan karyanya, Meta melakukan banyak kunjungan. Misalnya, ke Swedia dan Rusia, ke Thailand dan Spanyol serta ke negara-negara lainnya. China menjadi satu negara yang dikunjunginya. Disana, Meta didaulat untuk menularkan ilmunya.
Tidak banyak orang yang mengenal Meta Joanknecht. Saat ini, Meta menggeluti dunianya sebagai tokoh seni visual (visual art). Puluhan atau ratusan karyanya sering dipamerkan dalam pameran di dalam dan luar negeri. Semua karyanya itu berasal dari sampah yang Meta dapat saat kunjungan ke Thailand dan negara-negara lainnya.
Kini, Meta tidak muda lagi. Usinya sudah 65 tahun lebih. Namun, semangat mace asal Ayamaru ini sangat tinggi. “Vanuit het schilderen ben ik meer ruimtelijk gaan werken, maakte bijvoorbeeld keramische schalen (Dari lukisan saya mulai bekerja lebih spasial, misalnya membuat mangkuk keramik),” kata Meta dalam suatu kesempatan pameran karyanya yang terbilang unik itu.
Dia juga menegaskan, bahwa dalam hidupnya selalu berhubungan dengan sampah. “Tijdens mijn wandelingen vond ik ontzettend veel afval. Daar zijn de eerste assemblages ontstaan. Ik noem het draagkunst. Broches die gedragen kunnen worden bij speciale gelegenheden, maar ook in kleine vitrinekastjes kunnen staan als kunst. De onderdelen worden bevestigd met industriële lijmen, garen en draad. Er zitten magneetjes aan, dus er komen geen gaatjes in kleding.”
(Selama berjalan-jalan saya, saya menemukan banyak pemborosan. Di situlah karya pertama saya berasal. Saya menyebutnya “memakai” seni. Bros yang dapat dikenakan pada acara-acara khusus, tetapi juga dapat menjadi sebuah pajangan di lemari. Bagian-bagiannya diperbaiki dengan perekat, benang rajut dan benang jahit. Ada magnet di atasnya, jadi tidak membuat lubang di pakaian).
Para Pakar Berlomba Meneliti Potensi Ayamaru
Sejak Ayamaru menjadi Onder-Afdeeling sendiri pada 10 Mei 1952, maka sejak saat itulah, beberapa database mulai ditangani dengan profesional. Persoalan kependudukan, potensi air, flora dan fauna serta pendidikan mulai dibenahi. Hal itu berlangsung dari tahun 1953 hingga 1961
Sedikitnya ada 13 laporan penelitian dan laporan resmi kantor pemerintah yang membahas mengenai database Ayamaru. Bahkan, laporan keamanan dari pihak Kepolisian Belanda pun diterbitkan khusus terkait masalah magis di Ayamaru. Begitu juga terkait tradisi “kapala parang” (head-knives) dan kain Timor, disebutkan juga dalam laporan tersebut.
Sarana Transportasi Darat Dan Udara Di Ayamaru
Guna mengatasi hambatan transportasi, pemerintah Nederland Nieuw Guinea mulai membangun jalan penghubung antara Teminabuan dengan Ayamaru. Program ini mulai dilaksanakan sejak Nopember 1958 atau enam tahun sejak Ayamaru dijadikan sebagai pusat pemerintahan Onder-Afdeeling dan ditempatkan seorang Hoofd van Plaatselijk Bestuur (HPB) alias Kepala Pemerintahan Lokal disana.
Dengan memanfaatkan sumber daya setempat, puluhan kilometer jalan penghubung itu mulai dibangun. Di beberapa sungai juga mulai dibuat jembatan kayu. Jembatan itu masih terlihat sangat sederhana, di atasnya diletakkan kayu-kayu kecil yang kemudian ditutup dengan tanah dan pasir.
Begitu juga untuk membuka hubungan dengan lokasi lain dengan cepat, maka pesawat udara pun mulai dipergunakan. Jalur Manokwari, Biak, Sorong dan Kaimana ke Teminabuan dilayani dengan pesawat Havilland Canada Beaver yang dapat mendarat di air. Penerbangan dari Teminabuan ke Ayamaru dimulai pada 1 Desember 1958 oleh “De Kroonduif”.
“De Kroonduif” merupakan anak maskapai NNGLM yang mendapat subsidi dari pemerintah Nederland Nieuw Guinea untuk melayani penerbangan di Dutch Nieuw Guinea. Nama De Kroonduif merupakan bahasa Belanda yang artinya sama dengan Merpati Bermahkota (Crowned Pigeon), yang merupakan logo maskapai tersebut.
Selain menggunakan De Havilland Canada Beaver, De Kroonduif juga menggunakan Douglas DC-3 Dacota dan Twin Pioneers untuk melayani penumpang di wilayah Dutch Nieuw Guinea antara tahun 1955 hingga 1963. Mulai 1 Desember 1963, De Kroonduif kemudian diambil alih oleh Garuda Indonesia Airways (GIA) melalui Merpati.
Membandingkan Ayamaru: Kini dan Dulu
Membaca tulisan H.G. Barnett dari Universitas Oregon, Peace and Progress in New Guinea, yang dikutip pada awal tulisan ini, ibaratnya membaca perjalanan seorang bayi yang baru lahir, belajar berdiri dan kemudian mencoba untuk lari. Ayamaru, sebuah Onder-Afdeeling Nederland Nieuw Guinea yang baru dibentuk pada 10 Mei 1952, seperti itulah kondisinya.
Mencoba melawan kekurangan sarana dan prasarana yang ada, Ayamaru mulai berkembang menjadi seorang bocah yang mulai belajar berjalan. Meski masih tertatih, saat itu akhirnya mulai bisa berdiri. Meski hanya dengan petugas dan pejabat yang jumlahnya maksimal hanya setengah lusin, Ayamaru bergerak mengejar kemajuan. Artinya, kualitas ambteenar (pegawai negeri sipil) saat itu sangat menentukan.
Sarana transportasi darat dan udara mulai disiapkan. Jalan tembus dari Teminabuan pun mulai dibuat pada Nopember 1958. Begitu juga sarana transportasi udara mulai disediakan meski dalam seminggu hanya satu kali pada hari keempat. Pesawat jenis beaver yang dapat mendarat di air, saat itu menjadi satu-satunya andalan.
Kini, 70 tahun telah berlalu. Ayamaru tetap menjadi pusat peradaban di Semenanjung Vogelkop. Meski kedudukannya kini hanya sebatas Distrik dan Ibukota Kabupaten, namun sombar (kewibawaan) sebagai daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan setingkat Wedana (Onder-Afdeeling) masih tetap dipertahankan.
Rumah Hoofd van Plaatselijk Bestuur (Kepala Pemerintahan Lokal) Onder-Afdeeling Ayamaru yang hingga kini masih utuh, membuktikan, bahwa Mefkajim dan Fategomi masih menjadi lokasi yang diberkati. Mefkajim menjadi lokus pendidikan bagi warga Ayamaru dengan aneka marganya. Begitu juga Fategomi (Fait Mu Framafir) yang merupakan perkembangan dari “kampung lama” Faan, Tehak, Gohsames dan Mirafan merupakan cikal-bakal pemerintahan.
Penulis: Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
(Pembina Nasional FORMASAAI – Forum Mahasiswa Studi Agama-Agama se-Indonesia Manokwari, Papua Barat)
Note: Substansi berbahasa Belanda diterjemahkan secara bebas oleh Rahma Roshadi.
Bibliotik:
• 709 HOFMAN, Ir. M.F. Schematische indeling van het Onderzoek Programma Ajamaroe. 5 blz. (D135)
• 710 MARCUS, R.F.H. te Ajamaroe. Brief dd. 5 Mei 1953 aan het Hoofd Onderafdeling A.O. te Hollandia, betreffende: Ongeoorloofd schoolverzuim. 2 blz. (D455)
• 710A GALIS, dr. K.W. Nota inzake het Ajamaroe-gebied (nota van het Kantoor voor Bevolkingszaken no. 66), z.j. (ca. 1953). Gestencild, 85 blz met bijlagen en kaarten (D932)
• 711 HOFMAN, Ir. M.F., Kantoor voor Bevolkingszaken (?). Welvaartsonderzoek Ajamaroe. Verslag van de bespreking op dinsdag (Onvolledig). 11 blz. (D329) 11 Oktober 1955.
• 712 LAPRE, Mr. M., Adspirant Controleur t/b te Ajamaroe. Tourneeverslag over de periode 18 blz. (D444) 8-28 November 1955.
• 713 LAPRE, Mr. M., Adspirant Controleur t/b te Ajamaroe. Tourneeverslag over de periode 16 blz., krt. (D443) 15-27 Februari 1956.
• 714 LAPRE, Mr. M., Adspirant Controleur t/b te Ajamaroe. Uittreksel uit bovengenoemd verslag, betreffende verschillende onderwerpen. 1 blz. (D540)
• 715 HAAN, J.H. de. Memorandum: Landelijke ontwikkeling in Nieuw-Guinea in het bijzonder in Ajamaroe. Hollandia, 7 blz. (D120) 7 Januari 1956.
• 716 HOFMAN, Ir. M.F., Kantoor voor Bevolkingszaken. Notities betreffende Ajamaroe e.o. naar aanleiding van een schrijven van de Resident van West Nieuw Guinea dd. 28 Februari 1956, nr. I/1/GB 1513. 3 blz. (D671) [1956]
• 717 BESCHOUWING over de magie, naar aanleiding van een patrouilleverslag van 15-26 Juni 1956 en één daarop aansluitend rapport van de Hoofdagent van Politie II, H. Bollaan, Commandant van Ajamaroe. 6 blz. (D673) [1956]
• 718 HAAN, Ir. J.H. de, Wetenschappelijk medewerker aan de Landbouwhogeschool te Wageningen. Rapport ener studiereis betreffende streekontwikkeling in Nieuw Guinea, in het bijzonder in het Ajamaroegebied. 50 blz., krt. (D415) 30 Mei 1957.
• 719 REYNDERS, Ir. J.J. en RAZOUX SCHULTZ, F.H.N., Agrarisch Proefstation, Hollandia. Verslag van een bodemkundige verkenning in het Ajamaroegebied. 50 blz., foto’s, krtn. (E594) 18 April – 22 Juni 1957.
• 720 BODEGOM, J. van, resident van West Nieuw Guinea. Citaat uit het bestuursverslag Mei 1961, betreffende Ajamaroe. 1 blz. (D730)
One thought on “Danau Framu Ayamaru, Riwayatmu Kini dan Dulu”