Oleh: Ahmad Supardi
Untuk menjelaskan bagaimana contoh ta’lim dan tarbiyat Rasululllah Saw kepada keluarga, saya akan sampaikan kutipan-kutipan Hazrat Mirza Masroor Ahmad yang beliau sampaikan melalui khutbah Jum’at, tanggal 2 Juli 2004 di Kanada, di dalam nya beliau menjelaskan tentang nasihat-nasihat Rasulullah Saw dalam hal memberi ta’lim dan tarbiyat kepada keluarga.
Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kesejukan mata (penyenang hati) dari isteri-isteri kami dan keturunan kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (Al-Furqan ayat 75)
Allah telah menciptakan potensi-potensi pria kuat dari segi fisik karena tanggungjawab-tanggungjawab dan kewajiban-kewajibannya lebih banyak daripada perempuan. Penunaian hak-hak dari pria lebih diharapkan. Di dalam ibadah-ibadah juga, bagi pria tersedia peluang-peluang yang lebih banyak ketimbang perempuan, karena itu dia meraih kedudukan sebagai kepala rumah tangga; sebagai suami juga sejumlah penting tanggungjawab-tanggungjawab diletakkan di atas pundaknya, dan dalam kapasitas sebagai bapak (ayah) juga terletak tanggungjawab-tangungjawab di atas pundaknya.
Tanggungjawab Kepala Keluarga
Banyak tanggung jawab yang ada, beberapa di antaranya akan saya sampaikan disini. Dan untuk memenuhi tanggungjawab-tanggungjawab itu Dia telah memerintahkan “supaya kalian tegak pada kebaikan-kebaikan, tegak pada ketakwaan dan untuk menegakkan keluarga kalian, istri-istri kalian dan anak-anak kalian pada ketakwaan jadilah kalian sendiri langsung yang menjadi contoh. Dan untuk itu mohonlah bantuan dari Tuhan kalian, dan menangislah di hadapan-Nya, merintih dan berdoalah kepada Allah Swt.: “Ya Allah, senantiasa jalankanlah kami pada jalan-jalan yang merupakan jalan-jalan keridhaan-Mu, jangan sampai tiba saat dimana kami sebagai kepala rumah tangga, sebagai seorang suami dan sebagai seoarang bapak, tidak dapat memunaikan hak-hak kewajiban kami sehingga sebagai dampaknya kami menjadi faktor kemarahan-Mu”.
Jadi, apabila manusia memanjatkan doa ini dengan hati yang tulus dan dengan amalnya juga dia berupaya meraih standar itu, maka Allah Swt. tidak menghancurkan rumah tangga seperti itu, dan tidak pula istri-istri para suami seperti itu menjadi penyebab kedukaan mereka, dan tidak pula anak-anak mereka menjadi penyebab tercemarnya nama mereka. Dan seperti itu rumah akan menampilkan pemandangan surga.
Untuk meraih standar ini apa contoh yang Nabi Muhammad Mustafa Rasulullah saw. telah berikan kepada kita dan apa nasihat-nasihat yang beliau telah tekankan pada kita.
Abdullah bin Umar r.a meriwayatkan: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Setiap orang di antara kalian adalah pengawas dan setiap orang dari antara kalian akan ditanyakan (diminta pertanggungjawaban) berkait dengan tanggungjawabnya. Imam (pemimpin) adalah pengawas dan akan ditanyakan berkait dengan tanggungjawabnya. Dan pria adalah pengawas bagi keluarganya dan akan ditanya berkait dengan tanggungjawabnya. Dan istri adalah pengawas rumah suaminya dan akan ditanya berkait dengan tanggungjawabnya. Pelayan adalah pengawas harta benda majikannya dan akan ditanya padanya berkait dengan tanggungjawabnya”.
Perawi berkata: Menurut saya Rasulullah saw. bersabda, “Pria adalah pengawas harta bapaknya dan kepadanya akan ditanyakan berkait akan tanggungjawabnya”. Dan bersabda, “Setiap di antara kalian adalah pengawas dan dia akan ditanya terkait dengan tanggungjawabnya”. (Bukhari kitabuljumu’ah fil qura walmudun)
Pemimpin Yang Baik
Jadi, di dalam riwayat ini disebutkan mengenai berbagai lapisan masyarakat bahwa mereka adalah pengawas dalam lingkungannya masing-masing. Tetapi karena pada saat ini saya tengah menyampaikan mengenai kaum pria maka berkenaan dengan itu sedikit saja saya akan terangkan.
Pada umumnya, kini sudah menjadi sebuah tradisi bahwa kaum pria mengatakan: “karena pada kami terdapat tanggung jawab di luar, karena kami sibuk dalam bisnis dan pekerjaan kami maka karena itu kami tidak dapat menaruh perhatian pada urusan rumah tangga, dan semua tanggung jawab pengawasan anak-anak adalah merupakan tugas perempuan (istri)”. Maka ingatlah, dalam kapasitas sebagai kepala rumah tangga merupakan tanggung jawab pria (suami) bahwa dia juga harus menaruh perhatian pada lingkungan rumah-tangganya, dia harus menunaikan hak-hak istrinya dan juga hak anak-anaknya, berilah kepada mereka waktu, luangkanlah waktu bersama dengan mereka, kendatipun hanya untuk dua hari dalam seminggu, yang dikenal dengan akhir pekan. Jalinlah mereka dengan mesjid, bawalah mereka pada kegiatan-kegiatan agama, buatlah program hiburan bersama mereka, ikutlah berpartisipasi dalam kegemaran-kegemaran mereka supaya mereka dapat membagi masalah mereka (mengeluarkan isi hatinya) kepada kalian seperti layaknya seorang kawan. Tanyakanlah kepada istri berkenaan dengan masalah anak-anak dan lakukan upaya-upaya agar masalah mereka dapat menemukan solusinya. Kemudian baru Saudara-saudara akan mendapat status sebagai kepala rumah tangga. Sebab, pemimpin di tempat manapun jika tidak mengetahui kondisi lingkungan dan kondisi daerah kerjanya maka dia tidak dapat dikatakan pemimpin yang sukses. Karena itu pengawas/pemimpin terbaik adalah yang mengetahui akan masalah-masalah lingkungannya.
Kini layak dikhawatirkan bahwa lambat laun jumlah orang-orang seperti itu terus bertambah banyak, yakni yang ingin lari dari tanggungjawab dan ingin bebas dari daerah lingkungan pengawasannya atau mereka menutup mata tidak mau tahu. Dan mereka berusaha menjalani kehidupannya dengan hanyut dalam dunianya sendiri. Nah, sebagai seorang mukmin jangankan hubungan dekat, hubungan jauh sekalipun jangan hendaknya ada dengan hal serupa itu.
Untuk seorang mukmin terdapat perintah bahwa jangankan untuk perkara-perkara duniawi, andaikata untuk agama pun apabila kesibukan-kesibukan kalian sedemikian rupa, dalam keadaan beribadah kepada Tuhan kalian telah menjadikannya sebagai sesuatu yang permanent, atau telah menjadikannya sebagai hal rutin, yakni kalian tidak memikirkan sekeliling kalian, tidak menunaikan hak-hak anak istri kalian, tidak menunaikan hak-hak orang-orang yang berjumpa dengan kalian, tidak menunaikan tanggungjawab-tanggung jawab masyarakat, maka inipun juga merupakan hal yang salah. Sehingga standar ketakwaan tinggi tidak akan dapat tegak. Bahkan jika ingin meraih standar ini maka tunaikan juga hak-hak Allah dan juga hak-hak hamba-hamba-Nya.
Sebagai mana tertera dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Abdullah bin Umar bin Al-‘Ash r.a bahwa: Rasulullah saw. sambil melihat saya beliau bersabda, “Hai Abdullah, apakah benar apa yang diberitahukan kepada saya bahwa engkau berpuasa terus sepanjang hari lalu sepanjang malam kamu melakukan shalat?” Maka atas pertanyaan itu saya menjawab: Ya, Rasulullah saw.. Maka kemudian beliau bersabda, “Janganlah melakukan seperti itu, terkadang lakukanlah puasa dan terkadang tinggalkanlah. Pada malam hari lakukanlah shalat (tahajjud) dan terkadang ambillah kesempatan untuk beristirahat atau untuk tidur. Sebab fisikmu juga mempunyai hak padamu dan mata kamu juga mempunyai hak padamu dan istrimu juga mempunyai hak atas mu dan orang yang datang untuk melakukan ziarah padamu-pun mempunyai hak atasmu”. (Bukhari kitabush-shaum baab haqquljismi fisshaum).
Suri Teladan Rasulullah saw.
Jadi, Rasulullah dalam kapasitas beliau sebagai pimpinan sebuah rumah tangga bagaimana beliau menunaikan tanggung jawab beliau pada keluarga beliau, Berkenaan dengan itu tertera sebuah riwayat Aswad r.a bahwa: Saya telah bertanya kepada ‘Aisyah r.a bahwa apa yang Rasulullah saw. Biasa lakukan di rumah. Beliau berkata, “Beliau senantiasa sibuk dalam pengkhidmatan terhadap keluarga beliau, dan apabila tiba waktu shalat maka beliau pergi untuk melakukan shalat”. (Bukhari kitabul-adzan).
Nah, siapa yang lebih sibuk dari beliau dan lebih tekun dari beliau dalam beribadah? Tetapi lihatlah, apa suri tauladan beliau, betapa tertariknya beliau membantu urusan rumahtangga, yakni pekerjaan rumah pun beliau lakukan dan dalam kesibukan-kesibukan yang lain pun beliau ambil bagian. Beliau biasa bersabda,
”Orang yang terbaik di atara kalian adalah orang yang paling baik perlakuannya terhadap keluarga/istrinya” dan beliau bersabda. ”Saya dari antara kalian adalah orang yang memperlakukan paling baik terhadap keluarganya”. (Tirmidzi Kitabulmanaaqib).
Kita harus mengintrospeksi diri kita sendiri bahwa apakah kita mengamalkan contoh yang indah atau suri tauladan baik itu? Terkadang diterima pengaduan bahwa seorang duduk di atas kursi tengah membaca suratkabar, bila kehausan maka lalu memanggil istri, “Ambilkan air atau jus dari kulkas lalu berikan kepada saya untuk diminum”, padahal kulkas sendiri berada disampingnya, dia dapat mengeluarkan air sendiri dari itu lalu minum. Dan sang istri – kasihan – apabila akibat suatu pekerjaan atau karena kesibukan-kesibukannya atau karena suatu sebab dia terlambat memberikan maka dia mulai memarahi dan membentak.
Jadi, di satu sisi terdapat pengakuan “kami mencintai Rasulullah saw.”, sementara di sisi lain pengamalan nihil. Akhlak serendah apapun tidak ditampilkan. Dan banyak sekali contoh-contoh seperti itu ditemukan, yang apabila ditanya maka akan mendapatkan jawaban bahwa di dalam Al-Quran terdapat izin untuk memarahi perempuan. Jadi jelas di dalam Al-Quran tidak ada izin seperti itu. Karena akhlak buruk kalian, jangan memburuk-burukkan Al-Quran seperti itu.
Berkaitan dengan kehidupan rumah tangga terdapat kesaksian ‘Aisyah bahwa Rasulullah saw. adalah orang yang paling berkeperibadian lembut dari antara semua orang dan paling mulia dari semua orang, merupakan sosok yang tinggal di rumah tanpa basa basi, tidak pernah mengerutkan muka dan senantiasa tersenyum. Beliau berkata bahwa dalam sepanjang kehidupan beliau, beliau tidak pernah memukul istri-istri beliau dan tidak pernah pula memukul pelayan beliau. Dan kepada khadim juga beliau tidak pernah mengatakan sesuatu yang menyakitkan hati. (Syamaail Tirmidzi baab maajaa-a fi khuluqi Rasulillah saw.).
Lihatlah, dewasa ini karena hal-hal kecil istri dipukul. Padahal dimana terdapat izin memberikan hukuman disana terdapat beberapa persyaratan, tidak ada izin sekehendak hati. Bahkan izin disini memiliki beberapa persyaratan. Oleh karena itu daripada mencari alasan-alasan hendaknya para suami pahamilah tanggungjawabnya dan tunaikanlah hak-hak istri sebagaimana tertera dalam Al-Quran:
Laki-laki itu pelindung bagi perempuan-perempuan, karena Allah swt. telah melebihkan sebagian mereka di atas sebagian yang lain, dan disebabkan mereka membelanjakan sebagian dari harta mereka, Maka perempuan-perempuan saleh ialah yang taat dan menjaga rahasia- rahasia suami mereka dari apa-apa yang telah dilindungi Allah swt.. Dan, perempuan- perempuan yang kamu khawatirkan kedurhakaan mereka, maka nasihatilah mereka, dan jauhilah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka taat kepadamu, maka janganlah kamu mencari jalan menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah swt. Maha Tinggi, Maha Besar. (An-Nisa’ayat 34).
Jangan Mencari-cari Kelemahan istri
Jadi, Dia berfirman bahwa “Andaikata perempuan memperbaiki dirinya dari sikap pembangkangan itu maka tanpa sebab janganlah mencari alasan untuk menghukumnya. Ingatlah, jika karena kosong dari ketakwaan kalian mengambil tindakan serupa itu dan menyangka diri kalian adalah segala-galanya dan perempuan/isteri pada pandangan kalian sama sekali tidak ada artinya apa-apa, maka ingatlah bahwa Zat Tuhan adalah merupakan Zat yang akibat perilaku kalian itu Dia dapat menghukum kalian”.
Oleh karena itu jalankanlah standar hukuman yang ditetapkan sesuai dengan itu; dan andaikata Saudara-saudara tidak melihat adanya perbaikan dan dalam perilaku istri serupa itu tidak terjadi perubahan maka terdapat perintah untuk memberikan hukuman. Bukannya karena hal-hal kecil lalu marah dan kemudian mengambil tindakan pemukulan atau mengangkat tongkat untuk memukul. Dan janganlah pula menjadi zhalim (aniaya) sedemikian rupa sehingga dengan mencari-cari alasan seorang perempuan (istri) yang saleh Saudara-saudara katagorikan dalam kategori orang yang pembangkang dan Saudara-saudara mulai memberikan hukuman.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menulis:
“Orang terbaik diantara kalian adalah orang yang perlakuannya paling baik terhadap keluarga/istrtinya.
Orang yang perilakunya tidak baik terhadap istrinya bagaimana mungkin terhadap masyarakat dia dapat baik. Baru dapat melakukan kebaikan kepada orang lain apabila berlaku baik terhadap istrinya. Yang nampak dari luar baik, di dalamnyapun terdapat banyak kekurangan-kekurangan, mereka yang tidak memperlakukan baik kepada istrinya dan keluarganya, masyarakat juga harus memikirkan matang-matang terhadap orang seperti itu. Janganlah karena hal-hal kecil lantas memukul. Peristiwa-peristiwa seperti itu ada terjadi bahwa seorang yang penuh emosi, karena hal-hal kecil memukul istri sampai cedera pada tempat yang sensitif hingga mati. Oleh karena itu Allah berfirman:
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Ya, jika dia melakukan pekerjaan yang tidak benar maka memberikan peringatan merupakan hal yang penting” (Malfuzhat jilid awal hlm. 403 –404.)
Abaikan Hal-hal Yang Tidak Disukai Dari Pasangan Hidup
Dalam menasihatkan kepada suami-istri untuk mencari kebaikan di antara satu dengan yang lain Rasulullah saw. bersabda, “Jika di antara kalian terlihat aib (kekurangan) yang lainnya, atau ada prilakunya yang kalian tidak suka, maka mungkin banyak hal-hal lainnya yang kalian sukai, yang bagi kalian itu menarik.” Maka setelah mengingat hal-hal yang disukai sambil memilih sisi pengorbanan hendaknya menciptakan suasana atau nuasa yang berselarasan atau situasi yang bersesuaian. Seyogianya menciptakan iklim yang damai di antara sesama (suami-istri).
Jadi ini merupakan nasihat bagi kedua suami istri, yaitu jika keduanya mengontrol gejolak-gejolak emosi mereka maka letupan-letupan perselisihan kecil dan cekcok kecil-kecil yang kerap terjadi, di rumah tidak terjadi dan anak-anak pun tidak hancur. Sebab hal-hal kecil terkadang mengambil bentuk yang sedemikian menyakitkan sehingga setelah memikirkan itupun seorang menjadi murung (sedih) bahwa orang-orang seperti itupun ada juga di dunia ini, yang disebut sebagai manusia tetapi prilaku lebih buruk dari hewan. (Muslim Kitaburridha bab alwashiyyatu binnisa.)
Setelah melewati masa panjang selama lima belas tahun bersama Rasulullah saw., kesaksian pertama yang Khadijah r.a berikan pada saat wahyu pertama, tatkala telah turun wahyu dan Rasulullah saw. sangat cemas mengenai apa yang telah terjadi, maka Khadijah berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan Tuan, sebab Tuan memperlakukan pada anak istri dengan baik dan memikul beban orang yang miskin dan orang-orang yang tidak berdaya, dan merupakan orang yang menghidupkan kembali nilai-nilai luhur yang telah hilang.”
Yakni kebaikan-kebaikan yang telah hilang beliau hidupkan kembali. Dan kendatipun konsekwensi berkata jujur muncul berbagai kesulitan-kesulitan beliau tetap senantiasa menjadi penolong dan pelindung kebenaran, yakni, hanya kata-kata yang benarlah yang beliau katakan. Dan beliau adalah seorang penerima tamu yang baik” Bukhari badaulwahyi.
Jadi, keistimewaan-keistimewaan yang seyogianya ada pada seseorang, khususnya, keistimewaan-keistimewaan yang harus ada dalam diri seorang pria yang dengan itu masyarakat yang suci dapat terwujud itulah yang Khadijah sebutkan berkait dengan akhlak-akhlak beliau saw., bahwa perhatian pada perlakuan baik terhadap anak istri dan keluarga, perhatian kepada keluarga, memperhatikan keperluan-keperluan mereka, adanya upaya menjauhkan kesusahan-kesusahan mereka.
Manfaat Kebengkokan Tulang Rusuk
Kemudian tertera sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perlakukanlah perempuan-perempuan (istri-istri) dengan baik. Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk. Di bagian atas tulang rusuk adalah yang paling bengkok, jika kalian berusaha (memaksa) untuk meluruskannya maka kalian akan mematahkannya, dan jika kalian meninggalkannya (membiarkannya) itu akan tetap bengkok. Maka perlakukanlah dia dengan cara yang baik”.
Tertera dalam sebuah riwayat bahwa “Perempuan itu adalah seperti tulang rusuk, jika kalian berusaha (memaksa) untuk meluruskannya maka kalian akan mematahkannya, dan jika kalian ingin mengambil faedah dari itu maka kendatipun bengkok namun kalian dapat mengambil faedah darinya”. Bukhari kitabul anbiya’bab khalqi aadama wa dzurriyatihi.
Nah, lengkungan tulang rusuk atau bundarnya, apa saja, itulah justru letak kekuatannya. Dan organ paling lunak milik hewan manapun itu berada dalam lingkaran atau perlindungannya. Yakni, jantung dan bagian sejumlah organ-organ lainnya (berada di dalam lindungan tulang rusuk). Jadi, dari ciptaan Allah ini manusia telah mengambil faedah. Karena itu lihatlah bangunan-bangunan dan jembatan-jembatan dimana harus menjadikan itu supaya lebih kuat maka seperti itulah akan dijadikan bulat/melengkung. Jadi bersabda bahwa, “Terkait dengan karakter perempuan yang keras, jika ingin mengambil faedah dari itu maka janganlah berupaya menyesuaikannya sesuai dengan karakter diri sendiri, kalau tidak, bukannya mendatangkan faedah untuk kalian, bahkan tidak akan ada gunanya untuk pekerjaan kalian yang manapun (merugikan kalian)”.
Tetapi sudah merupakan hal yang sudah terbukti kebenarannya bahwa Allah telah meletakkan banyak jiwa pengurbanan di dalam diri perempuan (istri). Jika dengan menjadi contoh Saudara-saudara memperlakukannya dengan baik maka dia sendiri (istri) akan siap setiap saat mengurbankan dirinya sendiri untuk keinginan-keinginan Saudara-saudara. Oleh karena itu dapat diambil banyak faedah darinya bukanlah dengan kekerasan bahkan dengan kasih-sayang.
Hak-hak Anak
Kemudian dari antara tanggung jawab suami terdapat juga hak-hak anak. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa: Allah menyatakan orang-orang saleh sebagai orang-orang saleh karena mereka berlaku baik terhadap anak-anak dan kedua orang tua mereka. Sebagaimana hak bapakmu ada padamu demikian pula hak anak-anakmu ada padamu”.(Al-Adaabul mufrad lil-Bukhari birrul abbi liwaladihi.)
Bersumber dari Abu Hurairah r.a. bahwa: Seorang hadir di hadapan Rasulullah saw. bersama seorang anaknya yang masih kecil, dia mendekap anak itu bersamanya. Melihat itu Nabi saw. bersabda, “Apakah engkau mengasihinya?” Maka dia menjawab, “Ya”. Rasulullah saw. bersabda,, “Semoga Allah lebih mengasihi engkau lebih dari seberapa engkau mengasihinya, dan Tuhan adalah Yang Maha Pengasih dari yang pengasih”. (Al-adabul mufrad lil-Bukhari baab rahmatul ‘iyal.)
Kemudian Ayyub lewat rujukan bapak dan kakeknya meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak ada hadiah terbaik melebihi tarbiyat yang baik, yang seorang bapak dapat berikan kepada anak-anaknya”.(Tirmidzi Abwaabulbirri wasshilah fi adaabilwalad.)
Jadi, pada zaman ini, khususnya pada lingkungan ini para orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar. Jangan hanya memenuhi tanggung jawab di luar semata, tanggung jawab rumahtangga juga ada. Dan fahamilah itu, sebab dari segenap penjuru, masyarakat dan lingkungan yang menghancurkan berdiri (siap menerkam) dengan mulut ternganga.
Mirza Ghulam Ahmad menulis: “Menurut saya memukul anak seperti itu adalah termasuk dalam katagori syirik. Terkadang sejumlah orang tua sangat gemar memberikan hukuman.
Seolah-olah orang yang bertabiat kasar dan suka memukul ingin menjadikan dirinya mempunyai andil dalam petunjuk dan Rabbubiyat (pemeliharaan atau penciptaan) Tuhan” – yakni ingin menjadikan dirinya memiliki andil dari hak Rabbubiyat Tuhan. “Seorang yang bertemperamen cepat emosi apabila memberikan hukuman karena suatu hal, maka dengan tambah lebih memucak dalam amarahnya itu akan berubah mengambil bentuk permusuhan dan dalam batas dosa menjadi melampaui bermil-mil dari hukuman yang seharusnya Jika seorang itu penyabar dan merupakan sosok yang dapat mengendalikan emosinya dan dapat bersabar sepenuhnya dan penuh santun dan penyabar serta tegar berwibawa maka hanya dia yang berhak bahwa pada saat waktu yang tepat dapat memberikan hukuman kepada anak sampai suatu batas tertentu, atau dia memaafkannya. Tetapi seorang yang dikuasai emosi, kasar, tidak ada gairat lagi dungu, tidak bijak maka sama sekali ia tidak layak menjadi orang yang dapat memberi hukuman dan menjadi penanggung jawab tarbiyat bagi anak-anaknya.”
Daripada mengambil tindakan pemberian hukuman, alangkah baiknya mereka pun sibuk dalam doa-doa dan membiasakan mendoakan anak-anak mereka dengan penuh khusyuk, karena doa kedua orang tua untuk anak-anak mendapat tingkat pengabulan yang khas di sisi-Nya”. (Malfuzhat jilid I hal 218 Edisi Baru.)
Sejumlah orang tidak hanya ingin memiliki andil dalam Rabbubiyat (sifat khas pemeliharaan yang hanya boleh dimiliki Tuhan) hanya sampai sebatas terhadap anak-anak mereka semata, bahkan dia pun ingin ikut campur pada urusan orang lain, dan dalam nizam juga lalu menganggap diri mereka unggul dari nizam.
Tertera sebuah riwayat bahwa Anas bin Malik r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Hormatilah anak-anak kalian dan berilah tarbiyat yang baik pada mereka”. (Ibni Majah abwabul adab bab birrul waalid.)
Jadi, untuk menciptakan rasa harga diri pada anak-anak penting supaya dia dihormati, dia diajarkan sopan-santun, sedemikian rupa hendaknya diberikan tarbiyatnya sehingga dia pun menjadi orang yang menghormati orang lain. Janganlah memberikan tarbiyat kepadanya sehingga akibat kehormatan yang kalian berikan kepadanya dia sendiri menjadi sombong, mulai menjadi binasa, menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain dan menganggap anak yang lain lebih rendah dari mereka, dan penghormatan kepada yang besar pun tidak ada dalam hati mereka. Jadi tarbiyat seyogianya sedemikian rupa dilakukan sehingga sejalan dengan itu lahir akhlak mulia dalam diri anak-anak.
Perlakuan Baik Terhadap Anak-anak perempuan
Aisyah r.a meriwayatkan bahwa: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang Allah masukkan dalam ujian dengan perantaraan seorang anak perempuan lalu dia memperlakukannya dengan baik maka itu merupakan suatu sarana/langkah perlindungan untuknya dari neraka Jahannam”. (Bukhari Kitabuladab.)
Jadi, perhatikanlah, betapa hadits ini merupakan khabar suka bagi orang-orang yang mempunyai anak-anak perempuan. Manusia adalah merupakan hamba yang tidak lepas dari dosa, dapat terjebak dalam ribuan sandungan. Tetapi Allah juga membuka berbagai macam jalan ampunan.
Jadi, bukannya menyatakan rasa menyesal terhadap (mempunyai) anak-anak perempuan, bagi yang di rumahnya ada anak-anak perempuan, mereka seyogianya bersyukur dan memberikan tarbiyat yang baik kepada mereka. Dan untuk mereka hendaknya memanjatkan doa-doa untuk nasib yang baik.
Akan tetapi terkadang terjadi perinstiwa-peristiwa yang menyakitkan di hadapan kita bahwa sejumlah orang menjatuhkan thalaq kepada istrinya, “karena kamu hanya melahirkan anak-anak
perempuan”. Maka untuk itu hendaknya takut pada Tuhan, mana diketahui (jika dia menikah) bahwa pada pernikahan yang akan datangpun akan lahir juga anak-anak perempuan juga. Aisyah r.a. bersabda bahwa: Nabi saw. pada malam hari bangun untuk melaksanakan shalat tahajjud dan beliau melaksanakan ibadat. Tatkala tersisa waktu sedikit untuk shalat fajar maka beliau juga membangunkan saya dan beliau bersabda, “Engkau pun lakukanlah shalat dua rakaat”. (Bukhari kitabush shalat baabusshalaati khalqil qaaim..)
Tugas Kepala Keluarga: Menjadi Orang Bertakwa
Jadi satu tanggung jawab suami dalam kapasitasnya sebagai kepala rumah-tangga adalah bahwa untuk menjadi orang bertakwa dan untuk menjadi seorang pemimpin keluarga yang muttaqi merekapun sendiri harus teratur dalam shalat. Bangunlah tengah malam atau sekurang-kurangnya harus bangun untuk menunaikan shalat subuh dan membangunkan juga anak istri.
Rumah yang penuh dengan orang-orang yang rajin melakukan ibadah seperti itu maka mereka akan menjadi orang yang dapat menarik karunia-karunia dan berkah-berkah Ilahi. Tetapi ingatlah bahwa upayapun baru akan berhasil, baru akan meraih kesuksesan-kesuksesan apabila upaya ini dibarengi dengan doa-doa. Tidak hanya dengan membangunkan lalu tergesa-gesa dalam shalat, bahkan terus meneruslah memanjatkan doa-doa untuk diri sendiri dan untuk anak istri Saudara-saudara. Oleh karena itu dalam shalat-shalat Saudara-saudara pun banyaklah memanjatkan doa-doa untuk anak-anak dan istri Saudara-saudara sekalian.
Allah mengajarkan doa dalam Al-Quran:
Berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan (perbaikan) kepada anak cucuku”. (Al-Ahqaf 15)
Yakni perbaikilah anak istriku sejalan dengan perubahan suci di dalam diri sendiri dan sejalan dengan doa-doa seyogianya terus memanjatkan doa-doa untuk anak dan istri. Sebab kebanyakan fitnah yang menimpa manusia adalah kebanyakan akibat anak-anak dan kebanyakan karena istri. Walhasil karena merekalah banyak kesulitan-kesulitan dan malapetaka yang menimpa manusia maka seyogianya memberikan perhatian penuh kepada perbaikannya dan seyogianya terus menerus memanjatkan doa-doa untuk mereka juga”. (Malfuzhat, jilid V:456-457 Edisi Baru.)