By: Aisyah Begum, Kota Bangun – Riau
Didiklah anak-anakmu karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu.
Demikian pesan yang disampaikan oleh Umar bin Khattab ra berkaitan dengan pola mendidik anak. Hal ini benar adanya karena menjadi orang tua pada era modern saat ini tentu mempunyai tantangan yang lebih kompleks dibanding zaman dahulu. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi bisa menjadi dua mata pisau tajam bagi para orang tua sebagai pendidik utama. Jika kita bisa memanfaatkan sarana tersebut dengan baik dan bijak, maka hasilnya akan membawa kemajuan bagi anak. Namun sebaliknya, jika orang tua lalai dalam mengawasi anak-anaknya, ancaman berbahaya telah siap untuk merusak mental anak-anaknya.
Pendidikan anak tidak bisa disamakan dengan apa yang dialami para orang tua pada masa kecilnya. Mendidik anak-anak harus sesuai dengan zaman yang akan dilalui oleh anak. Orang tua modern adalah orang tua yang bisa memberikan bekal pendidikan bagi anak-anaknya untuk bisa melalui zaman yang akan dilewatinya.
Banyak dari antara orang tua yang berpikir bahwa tugas orang tua hanyalah mencari uang saja, sedangkan perkembangan anaknya, mereka kurang peduli. Menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah, tempat kursus, guru privat dan berbagai sarana pendidikan yang saat ini sangat menjamur bukanlah tindakan yang bijak. Sejatinya setiap orang tua harus memahami perkembangan anak. Orang tua harus paham, tantangan yang akan dihadapi anaknya itu seperti apa. Orang tua harus mendampingi anaknya dalam melewati tantangan itu. Dalam hal ini kewajiban itu tidak hanya dibebankan kepada sang ibu tapi juga kepada ayah. Seperti contoh mulia sinergi positif dari keshalehan keluarga Nabi Ibrahim as berabad-abad tahun silam, yang masih terus kita rasakan manfaatnya hingga di zaman modern ini.
Sebagai bekal utama pendidikan bagi anak di sepanjang rentang zaman adalah dengan mengenalkan anak lebih dekat kepada Allah Ta’ala, menumbuhkan ikatan cinta dan keyakinan yang kuat akan wujud Allah Ta’ala kepada anak melalui keindahan ajaran Islam yang murni. Sarana terbaik dalam mencapai tujuan ini adalah mendidik anak dawam mendirikan Shalat dan menjaga nilai-nilai shalatnya serta senantiasa mendoakan mereka.
Di antara doa yang paling agung dalam permasalah ini adalah doa Nabi Ibrahim as:
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat! Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku.” [Ibrâhîm/14:40]
Bekal kedua adalah mengajak anak untuk mempelajari indahnya ajaran Islam melalui tadabur Al-Quran dan Sunnah. Karena kedua perbekalan inilah yang dapat menjamin keselamatan mereka dalam menghadapi ujian di dunia. Sebagaimana Rasulullah SAW berpesan, siapa yang berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah, merekalah yang bisa selamat dalam kehidupannya.
Mengenai pentingnya mempelajari Al-Quran ini Khalifah Jamaah Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad aba menyampaikan:
“Sangat diperlukan sekali agar setiap rumah orang-orang Ahmadi dipenuhi dengan keberkatan-keberkatan Tilawat Al-Quranul Karim. Dan sangat penting sekali membaca Al-Quran sambil menelaah terjemahannya agar hukum-hukumnya dapat difahami dengan baik.” (Khutbah Jumat, 16 Desember 2011)
Di kesempatan lain Khalifatul Masih IV Ahmadiyah berpesan:
“Jika kita ingin menjaga keturunan kita, maka Al-Quran lah yang akan menjaganya.” (Khutbah Jumat, 14 Juli 1997). Artinya bahwa para orang tua perlu mengambil langkah konkrit untuk mengarahkan perhatian anak pada kecintaan, pemahaman dan pengamalan Al-Quran sehingga anak memiliki “guidance” untuk selalu melangkah pada jalan kehidupan yang baik.
Perbekalan ketiga yang tak kalah penting adalah teladan dari sosok pendidik utama yaitu orang tua. Pada berbagai kelas parenting di era modern ini mungkin sudah berkali-kali kita mendengar para pakar Psikologi menyampaikan bahwa anak adalah peniru ulung. Maka harus menjadi suatu keniscayaan bahwa akhlak, kebiasaan dan prilaku orang tua-lah yang akan menjadi cerminan bagi anak sebagai contoh nyata kehidupan. Untuk itu orang tua modern harus mampu menjadi cermin yang jernih bagi anak-anaknya. Terutama dalam masalah ibadah dan akhlak. Praktek kejujuran, menjauhi dusta, sikap peduli, menyayangi dan menghormati sesama manusia, bergaul dengan orang-orang shaleh dan berbagai akhlak baik lainnya harus mampu ditampilkan oleh orang tua sebagai contoh nyata bagi anak.
Sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya, selain dituntut cerdas secara spiritual, orangtua juga harus cerdas dari sisi intelektual, emosional, fisikal, dan sosial. Lima kecerdasan ini harus diupayakan oleh orang tua sebagai pendidik agar anaknya bisa matang dalam segala hal. Otang tua juga harus menguasai teknologi yang saat ini merupakan suatu keniscayaan.
Inilah tantangan kita sebagai para orang tua dalam membekali dan mendampingi tumbuh kembang anak-anak kita pada era modern ini.
Jika hal ini bisa kita lakukan, maka modernitas itu tidak menghancurkan anak-anak, tapi membawa mereka pada hal-hal baik. Karena sejatinya Islam tidak mencela modernitas. Islam tidak melarang kemajuan dan tidak menghalangi modernisasi, tetapi Islam mengawalnya, mengaturnya dan menertibkannya. Syari’at Islam mengarahkan ummatnya pada kreatifitas, inovasi, riset dan modernitas, tetapi semua itu dalam koridor syara’. Islam hanya melarang sisi yang menyalahi hukum yang dianutnya, akal, fitrah dan kehormatan.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita Karunia agar mampu melahirkan generasi-generasi terbaik di era modern ini. Generasi modern yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, cerdas secara spiritual dan intelektual sehingga mampu memberikan manfaat seluas-luasnya bagi manusia dan alam sekitarnya.