Oleh: Mln. Dian Kamiludin Achmad
Allah swt. berfirman dalam Al-Qur’an:
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan, dari antara Tanda-tanda-Nya ialah, bahwa Dia telah menciptakan bagimu jodoh-jodoh dari jenismu sendiri, supaya kamu memperoleh ketenteraman padanya, dan Dia telah menjadikan di antara kamu kecintaan dan kasih-sayang. Sesungguhnya di dalam yang demikian itu ada Tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum: 21)
Pernikahan merupakan peristiwa yang paling penting bagi seseorang di dalam kehidupannya. Dalam agama Islam satu hal yang sangat penting bagi seseorang sebelum ia melangsungkan pernikahan adalah anjuran untuk sebanyak mungkin berdoa kepada Allah swt., melaksanakan shalat istikharah yang mana kepada Allah Ta’ala ia memohon petunjuk agar apabila pada pertimbangan-Nya pernikahan dia memberikan dampak baik baginya di dunia dan akhirat, maka Dia akan mentakdirkan pernikahan itu baginya. Akan tetapi bila kebalikannya, maka hendaklah Dia menjauhkannya.
Dari hal ini dapat diketahui dengan jelas bahwa Islam memberikan perhatian yang khas kepada masalah pernikahan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat umatnya. Menurut Islam pernikahan itu memberikan dampak positif, yaitu memelihara pandangan dan akhlak serta melaksanakan sunnah Rasulullah saw. Sebagaimana dalam sebuah hadits disebutkan:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَاِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ أَحْصَنُ لِلْفَرَجِ (ترمذي
Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah! Karena ia lebih bisa menundukkan mata dan lebih menjaga kemaluan. (HR. Tirmidzi)
Dalam hadits lainnya disebutkan:
النِّكَاهُ مِنْ سُنَّتِيْ فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. (HR. Ibnu Majah)
Dari kedua hadits tersebut sangat jelas kepada kita, bahwa pernikahan dalam Islam mempunyai makna yang mendalam sebagai amalan yang merupakan bagian dalam ibadah dan sunnah serta bukan hanya sebagai pelampiasan nafsu saja. Sehingga jika kita hayati, maka pernikahan itu menjadi satu keharusan yang penting untuk meningkatkan kerohanian dan kedekatan dengan Allah swt.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw.:
مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الْاِيْمَانِ, فَلْيَتَّقِ اللهَ فِى النِّصْفِ الْبَاقِى
Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh imannya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. (HR. Thabrani)
Lalu bagaimana jika pernikahan sudah berlangsung, bagaimana menjalani kehidupan pasca pernikahan tersebut? Karena pernikahan bukan hanya satu atau dua jam saja, melainkan kita menjalaninya seumur hidup. Pernikahan pun tidak semudah membalikkan telapak tangan, sebab pernikahan itu menyatukan dua insan dan keluarga yang berbeda latar belakangnya serta berbeda visi dan misi sebelumnya.
Hal ini yang terkadang menimbulkan perselisihan dan pertengkaran, seringkali terjadi pertengkaran dan adu mulut antara suami dan istri. Bahkan kadang terjadi juga ketidakharmonisan antara mertua dan menantu serta perbedaan pendapat antar besan. Namun, semua itu dapat diatasi dan dapat dihindari sejak awal jika kita meniatkan dan menjalani pernikahan tersebut sesuai ajaran dan tuntunan Islam dan Rasulullah saw. Di dalam menjalani kehidupan rumah tangga, Islam mengajarkan :
قُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
Berkatalah selalu perkataan yang lurus dan berhikmah. (Al-Ahzab: 70)
Maksudnya adalah hendaknya menghindari perkataan yang sekiranya dapat menimbulkan perselisihan dan pertengkaran. Hal ini pula yang harus diterapkan dalam berumah tangga oleh suami dan istri. Maka jika antara suami dan istri melaksanakan ini, niscaya mereka terhindar dari pertengkaran, perselisihan bahkan dapat menghindari perceraian. Dalam setiap khutbah nikah seringkali kita mendengar,
وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18)
Dalam ayat tersebut Allah swt. menjelaskan bahwa pernikahan itu akan berbekas dan pengaruhnya akan terus berlangsung hingga menjangkau masa ribuan tahun lamanya. Maka daripada itu, patutlah mereka yang berniat menikah hendaknya berhati-hati dan jangan hanya mengejar kesenangan yang berlaku hanya untuk sementara saja. Inilah resep yang Islam ajarkan kepada umatnya untuk menjalani kehidupan dalam berumah tangga, sehingga sakiinah, mawaddah wa rohmah dapat diperoleh dalam rumah tangga yang Islami, yakni rumah tangga yang laksana Surga bagi penghuninya (بَيْتِيْ جَنَّتِيْ ).
Sebagai pelengkap untuk menciptakan rumah tangga yang bahagia, aman dan rukun diperlukan juga empat hal, yaitu:
- 1. Mawaddah (kasih sayang)
- 2. Mahabbah (cinta)
- 3. Takaful (tolong-menolong)
- 4. Tafahum (saling pengertian)
Empat hal ini pun sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan rumah tangga, selain perlu adanya kejujuran, saling terbuka dan saling percaya satu dengan yang lain. Sehingga jika semua ada dalam rumah tangga kita, maka keharmonisan dan kelanggengan rumah tangga kita akan tercipta. Jadi, kesimpulan dari keluarga sakinah adalah yang mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan atas dasar kasih sayang, saling mencintai di mana setiap anggota keluarga merasa dalam suasana aman dan damai namun dinamis dalam usahanya menuju kehidupan yang baik di dunia maupun untuk tujuan di akhirat.
Semoga Allah swt. memberikan kita semua taufiq dan bimbingan-Nya untuk bisa menerapkan itu semua, sehingga pernikahan yang kita langsungkan awet sampai akhir hayat dan menjadi keluarga yang sakiinah mawaddah wa rohmah. Aamiin.