Oleh : Mln. Yusuf Awwab
Anak bukan hanya buah cinta dan kasih sayang kedua orang tua, lebih dari itu anak merupakan harta kehormatan bagi keluarga.
Beberapa wanita yang lemah kandungannya harus rela melakukan terapi kedokteran guna menguatkan kandungan mereka yang biayanya tidak sedikit. Bahkan ada dari mereka yang terpaksa melakukan ritual-ritual tertentu demi mendapatkan seorang anak. Dan tidak jarang juga sebuah keluarga berakhir dengan perceraian akibat tidak adanya anak dalam rumah tangga mereka.
Inilah mengapa anak disebut juga permata hati, karena mereka yang akan meneruskan trah kehormatan sebuah keluarga. Tanpa anak maka silsilah keturunan pun terputus. Tidak ada yang akan mengenangnya, mendoakannya atau melanjutkan segala amal baiknya.
Demi anak Nabi Ibrahim (as) harus memelas, mengiba dan merintih sepanjang waktu dengan berdoa: ” Ya Tuhanku janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri. Oleh karena itu Ya Tuhanku anugerahilah aku anak yang saleh.” (Ash-shafat : 100)
Begitupun dengan Nabi Zakaria (as) yang belum juga dikaruniai anak diusianya yang sudah sepuh. Hingga beliau tidak putus-putus bersujud dihadapan Allah dengan berdoa: “Ya Tuhanku anugerahilah aku dari sisi Engkau anak yang baik” (QS : Ali-imran : 38)
Akhirnya doa kedua para nabi itu pun didengar Allah Ta’ala. Dan mereka berdua dianugerahi anak-anak yang bukan hanya baik namun juga istimewa di mata Allah Ta’ala.
Doa-doa para nabi tersebut menjadi landasan dan pedoman penting bagi setiap orang beriman. Allah Ta’ala menghendaki agar mereka mengikuti cara yang ditempuh para nabi dalam memperoleh anak yaitu bersandar sepenuhnya kepada Allah Ta’ala dengan memelas dan merintih dihadapan-Nya, bukan dihadapan yang lain. Karena Dial ah, Allah, Zat yang akan menentukan siapa yang berhak dianugerahi anak dan siapa yang tidak.
Al-Quran mengatakan bahwa anak adalah harta perhiasan.Sebagaimana harta akan berfaedah jika diinvestasikan dan dikelolah dengan benar, dan akan menjadi musibah jika tidak diurus dengan baik.
Demikian pula anak akan menjadi berharga dan saleh jika dididik dengan benar, namun sebaliknya ia akan menjadi bencana (fitnah) jika tidak mendapatkan perlakuan dan didikan yang baik.
Oleh karena itu Allah SWT meminta agar kita tidak hanya mementingkan diri kita sendiri namun juga keluarga kita termasuk di dalamnya anak-anak kita agar mereka jangan sampai melangkah pada jalan yang salah karena tidak mendapatkan pengetahuan dan didikan yang baik.
Melainkan kita mengharapkan agar mereka menjadi anak yang saleh, sang Quratta A’yun yaitu anak-anak yang akan memberikan kesejukan dalam kehidupan kita serta meringankan langkah kita saat kita berdiri dihadapan singgasanah pengadilan Tuhan. Doa-doa mereka akan memperpanjang amal kebaikan kita tatkala segala bentuk amalan duniawi kita terputus di alam ukhrawi nanti. Bahkan doa-doa tersebut akan mengantarkan kita kepada derajat yang tinggi di surga sebagaimana sabda Rasulullah (saw):
“Sesunguhnya Allah Ta’ala akan mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga. Kemudian dia akan berkata, “Wahai Rabb-ku, bagaimana hal ini bisa terjadi padaku? Maka Allah menjawab, “Hal itu dikarenakan do’a yang dipanjatkan anakmu agar kesalahanmu diampuni.” (HR. Ahmad: 10618)
Inilah sebenarnya tujuan manusia dikaruniai keturunan yaitu agar Allah Ta’ala menganugerahi mereka pewaris-pewaris yang bukan hanya menjaga, melangsungkan serta meneruskan kehormatan mereka di dunia tapi juga menyelamatkan mereka di akhirat.
Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk senantiasa mendoakan anak-anak mereka agar menjadi saleh, sebab doa-doa mereka adalah salah satu doa yang langsung dijabah (dikabulkan) Allah Ta’ala.
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
“Sesungguhnya kelak seseorang akan ditinggikan derajatnya di surga, lalu sahabat bertanya, ‘Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? kemudian dikatakan padanya: Disebabkan istigfar yang dilakukan anakmu untukmu.” (HR. Ibnu Majah no. 3660)
Al-Sindi dalam Syarah Sunan Ibnu Majah menjelaskan bunyi doanya: ا“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil.” (QS. Nuh: 28; QS. Al-Isra: 24)
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR. Ibnu Majah no. 3862).
Namun ingat bahwa doa-doa tersebut harus terus menerus dipanjatkan dan juga diiringi dengan ketakwaan dan prilaku amal yang saleh.
Hadhrat Khalifatul Masih V (aba) bersabda: saat seseorang ingin punya anak yang saleh maka ia harus berdoa agar dianugerahi anak keturunan yang saleh. Selain itu, ia juga harus beramal saleh dan bertakwa, karena hal itu merupakan sifat dan karakter dari para Nabi dan orang-orang Saleh.