By: Mega Maharani Tasar, Baros – Cianjur.
Saat ini internet dan media sosial merupakan sesuatu yang sangat lekat dengan kehidupan kita, mulai dari bangun di pagi hari sampai tidur di malam hari ia menjadi “teman” yang tak pernah terlewatkan. Media sosial banyak menjadi wadah berbagi bermacam hal mulai dari curhatan, foto, video dan lain sebagainya.
Dari sekian banyak sisi positif yang bisa kita dapat dari media sosial, ada juga sisi negativenya yang bisa menimbulkan keburukan yang beragam. Salah satunya adalah bebasnya seseorang untuk mengolok-olok, menghina dan mencaci orang lain, bahkan yang tidak dia kenal sama sekali. Suatu hal yang belum tentu orang berani melakukannya di dunia nyata. Salah satu jenis olokan yang biasa dilakukan adalah mengolok fisik, kekurangan fisik atau cacat tubuh seseorang yang disebut dengan “body shaming”.
Seperti kata-kata yang viral beberapa waktu kemarin tentang ‘Polusi Visual’ yang dilakukan oleh salah satu selebgram Indonesia. Dalam cuitannya di twitter, “Lo pernah ga sih liat orang ngegym, terus pede bener pake sport bra + celana pendek yang pan*atnya keliatan separo tapi polusi visual aja buat mata lo. Perih bener,”
Perlakuan body shaming terkadang bisa dilakukan dengan TIDAK SADAR, bisa jadi karena basa-basi hanya untuk mencairkan suasana, bercanda yang kelewatan batas atau memang tujuannya untuk mencela dan menghina. Beberapa orang melakukan body shaming tanpa sadar karena memang merupakan kebiasaan buruk mereka. Tentunya orang yang menjadi objek akan merasa tidak nyaman, karena sebenarnya body shaming adalah salah satu bentuk pembullyan yang berkedok candaan atau sekedar basa-basi.
Contoh kecil dari body shaming adalah “iih kok gendutan sih..” atau “kok kurus banget sih kayak tiang listrik..”. Tanpa kita sadari perkataan-perkataan seperti ini bisa menyakiti hati orang lain.
Body shaming termasuk tindakan yang tercela dalam Islam dan salah satu hal yang dilarang untuk di lakukan. Dalam Alquran, Allah SWT melarang kita mengolok-olok dan menghina orang lain. Sebagaimana difirmankan:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” [Al-Hujurat, 49: 11].
Rasululllah Saw juga melarang perilaku menghina, bahkan sekadar menertawakan keadaan fisik seseorang. Seperti terdapat dalam riwayat bahwa Rasulullah melarang keras para sahabat menertawakan betis Abdullah bin Mas’ud yang kecil. Padahal, mereka tidak mengatakan apa-apa hanya menertawakan. “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya sungguh kedua betis itu lebih berat dalam timbangan dari pada gunung Uhud.” (HR Ahmad)
Begitu juga dalam beberapa hadist lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Sayyidah Aisyah ra, dia berkata:
“Saya pernah berkata kepada Nabi Saw, ‘Shofiyah itu begini dan begitu.’ Rawi selain Musaddad berkata, Aisyah bermaksud mengatakan bahwa Shofiyah pendek. Maka Nabi Saw kemudian berkata, ‘Sungguh kamu telah mengucapkan suatu kalimat, yang seandainya kalimat tersebut dicampur dengan air laut niscaya ia akan mengubah rasanya.”
Begitu juga jika kita Mengolok-olok dengan isyarat dan meniru-nirukan dengan maksud merendahkan. Misalnya menirukan gaya ngomong orang yang gagap atau cadel. ‘Aisyah ra pernah berkata:
Aku meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata; ”Saya tidak suka meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang (walaupun) saya mendapatkan sekian dan sekian”. (HR. Abu Daud)
Dari Al-Quran dan hadist di atas, sangat jelas bahwa ‘body shamming’ itu dilarang. Dan pernahkah kita berfikir bahwa menghina kondisi fisik seseorang sama artinya kita menghina Sang Pencipta fisik tersebut? Apakah kita pantas untuk menghina Sang Pencipta?
Di dalam olok-olokan tersebut, walaupun dikatakan hanya sekedar bercanda, namun dibalik itu juga terselip suatu perasaan bahwa kita lebih sempurna dari orang yang kita hina. Merasa diri “lebih baik” atau “lebih sempurna” itu bukankah prilaku setan? Semoga kita terhindar dari perbuatan-perbuatan buruk tersebut.