By : Mln. Najamuddin, Gedangan – Jawa Timur.
Seorang laki-laki yang tidak menghargai dan berbaik budi kepada istrinya, bagaimana mungkin ia bisa berbaik hati kepada orang-orang lain? Pertama-tama kalian harus baik kepada istri-istri kalian.”
(Mirza Ghulam Ahmad Of Qadian, hal 208)
Dalam Riwayat hadits kita jumpai satu sabda dari junjungan kita Yang Mulia Rasulullah saw :
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِاَ هْلِهِ وَاَنَا خَيْرُكُمْ لِاَ هْلِى <ترمذ>
“Yang paling baik diantara kalian ialah yang paling baik terhadap keluarga dan aku adalah yang paling baik dari kamu sekalian di dalam berperilaku terhadap keluargaku”. ( Hadits Tirmidzi)
Dalam hadits ini secara tegas lagi jelas disampaikan anjuran untuk berperilaku baik terhadap keluarga. Dan melalui hadits ini juga tersirat pesan beliau saw tentang pentingnya perilaku baik seorang suami terhadap istrinya. Seakan-akan beliau menerangkan bahwa kendati kalian telah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya dan telah beruntung pula dikaruniai nikmat iman, namun dalam urusan Haququl ibad, Allah swt akan melihat pula kepada perilaku dan amal perbuatan kalian terhadap hamba-hamba-Nya.
Perlakuan baik terhadap istri menduduki derajat yang istimewa dalam agama Islam, sehingga Allah melalui sabda Nabi-Nya menjadikan itu sebagai tolak ukur kebaikan seseorang. Namun, bisa saja secara pribadi seseorang beranggapan bahwa selama ini ia sudah berperilaku baik, karenanya agar tidak salah memahami kriteria kebaikan itu maka Rasulullah saw dalam hadits ini menyatakan bahwa ukuran perilaku yang baik itu bukan yang kalian perbuat menurut anggapan kalian sendiri, tetapi harus memperhatikan bagaimana contoh perilaku yang diajarkan Rasulullah saw –dengan karunia yang diberikan oleh Allah.
Dalam hadits kita dapati riwayat-riwayat tentang bagaimana indahnya Rasulullah saw memperlakukan istri-istri beliau. Dari Hadhrat Anas ra, ia berkata: “kemudian kami memasuki Madinah sepulang dari Khaibar. Aku melihat Rasulullah saw mendekap Shafiyyah yang berada di belakang beliau dengan menggunakan mantelnya. Kemudian beliau duduk diatas untanya. Beliau meletakkan lututnya dan menaruh kaki Shafiyyah diatas lututnya sehingga dia bisa naik ke atas unta itu.” (HR. Bukhari)
Contoh keteladanan lainnya kita dapati dari seorang bernama Aswad yang bertanya kepada Siti Aisyah ra; “Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw di rumahnya?” Aisyah menjawab; “Beliau saw menjadi pelayan bagi keluarganya. Apabila waktu sholat tiba, beliau keluar untuk shalat”. (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi)
Melalui hadits-hadits tadi kita melihat bagaimana Rasulullah saw telah demikian menghormati dan meninggikan derajat serta hak-hak wanita muslim dalam hubungan perkawinannya. Jadi, pada hakekatnya apabila sang istri menikmati kesenangan dan kebahagiaan dari prilaku suaminya yang baik, maka mereka cenderung akan siap menghadapi berbagai kesulitan dengan sabar dan tabah. Bahkan bila dibandingkan dengan kebahagiaan yang diperolehnya dari kekayaan atau kesenangan duniawi yang lainnya, itu akan dianggapnya tidak berarti.
Akan tetapi apabila seorang suami tidak memperlakukan istrinya dengan baik, santun dan penuh kasih sayang maka bagi si istri kekayaan suami itu menjadi bencana, begitu pula kehormatan suami akan menjadi musibah dan keperkasaannya bisa menjadi laknat. Jadi semua itu baru akan berharga jika dibarengi dengan kebaikan dan kasih sayang suami yang menciptakan ketentraman dan kesentosaan dalam rumah tangga.
Hadhrat Masih Mau’ud, Mirza Ghulam Ahmad as bersabda: “Istri-istrimu adalah saksi-saksi utama tentang tingkah laku dan bobot budi pekertimu serta bagaimana hubunganmu dengan Tuhan. Seorang laki-laki yang tidak menghargai dan berbaik budi kepada istrinya, bagaimana mungkin ia bisa berbaik hati kepada orang-orang lain? Pertama-tama kalian harus baik kepada istri-istri kalian.” (Mirza Ghulam Ahmad Of Qadian, hal 208)
karenanya, tidak diragukan lagi bahwa apabila nasehat Rasulullah saw yang penuh berkah ini diamalkan bahwa “Yang paling baik diantara kalian ialah yang paling baik terhadap keluarga”, maka akan tercipta surga dalam suatu rumah tangga. Dan ikatan kasih sayang yang kuat di antara suami-istri tentunya akan memberikan bekas dan pengaruh kepada keturunannya, yang dengannya keberkatan dari kebahagiaan hari ini akan jadi pertanda adanya berkat bagi kebahagiaan yang abadi di masa mendatang.
Inilah pelajaran yang telah diberikan oleh junjungan kita Yang Mulia Rasulullah saw 1500 tahun yang silam, di tengah-tengah bangsa dan negeri yang kaum wanitanya tidak dipandang dengan harkat dan martabat yang manusiawi. Satu resolusi agung yang sulit dijumpai pada bangsa-bangsa yang telah maju sekalipun.
Singkatnya dalam pernyataan Rasulullah saw yakni: خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِاَ هْلِهِ وَاَنَا خَيْرُكُمْ لِاَ هْلِى terkandung dua pelajaran yang teramat penting dalam menciptakan harmoni dalam rumah tangga.
Pertama, perilaku baik seorang suami terhadap istrinya adalah hal yang perlu dan penting bahkan sesungguhnya dalam lingkup haququl ‘ibad atau kewajiban kepada sesama manusia, bagi seorang suami sifat dan perilaku inilah yang menjadi ukuran sebenarnya untuk derajat dan martabatnya di sisi Allah swt bahwa barangsiapa yang lebih baik dalam perilaku terhadap istrinya maka dialah yang lebih baik di sisi Allah swt.
Kedua, kriteria dan ukuran perilaku yang baik yang disebutkan dalam hadits ini, tidak tergantung pada pendapat pribadi seseorang –karena dengan lidah setiap orang dapat mengaku dirinya baik. Akan tetapi ukuran yang benar dan baik itu ialah yang sesuai dengan contoh dan suri teladan dari Nabi kita tercinta, Muhammad Rasulullah saw.
Demikianlah sedikit ulasan tentang berbuat baik kepada keluarga, dan semoga peringatan hari Keluarga Nasional yang senantiasa diulang tiap tahunnya ini menjadi pengingat kita akan tanggungjawab terhadap keluarga, yang dengannya akan tercipta kebahagiaan dalam rumahtangga. Wassalam.