Fabi ayyi aalaaa’i rabbikumaa tukazzibaan (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)
QS. Arrahmaan
Banyak orang berkata hidup ini adalah tumpukan persoalan. Silih berganti persoalan datang tiada henti. Badai satu berlalu, badai lanjutan siap menghadang. Kapan semua akan berakhir? Banyak bibir berucap, “Bila tubuh ini sudah tak bernapas, barulah persoalan selesai.” Betulkah demikian?
Ayat tentang nikmat Allah diulang-ulang dalam QS Arrahman hingga 31 kali. Sedemikian dahsyatnya angka pengulangan itu. Alquran kembali berucap dan berucap bagaikan seorang Ibu yang cerewet karena ingin membuat anaknya paham, “Jika kamu menghitung karunia atau nikmat dari Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.”
Kita tengok sejenak kisah seorang anak manusia. Terlahir di suatu kaki gunung Cikuray yang biru menjulang. Pesawahan yang hijau dengan bau padi yang menyeruak segar. Udara sejuk menguasai alam bagaikan milyaran AC raksasa terpasang di setiap titik sekitar semesta.
Menikmati Karunia sebagai Anak Desa
Tumbuh besar di dalam nuansa “Keluarga Cemara” yang rukun damai penuh kehangatan dan kasih sayang. Masa kecilnya merupakan masa anak-anak yang indah, belum mencium bau gadget. Hanya ada TV hitam-putih dan radio. Sepulang sekolah, sebagian harinya dihabiskan dengan bermain bersama. Bermain masak-masakan, perang-perangan, congklak, dan aneka permainan tradisional lainnya. Bermain hujan-hujanan dan tak sakit sesudahnya.
Saat lembayung senja menyapa buana, segera ia mengambil wudu. Berjalan beriringan dengan kakak-kakaknya menuju masjid mengikuti langkah sang Bapak yang akan menjadi imam salat berjamaah. Lanjut mengaji hingga salat Isya. Dengan bahagia menyusuri jalan kembali ke rumah.
Sampai di rumah, mereka mengerjakan PR sekolah. Kemudian berkumpul sambil tiduran bersama di ruang tamu dalam pangkuan orang tua sambil mendengarkan serial dongeng siaran radio. Dini hari pukul 03.30 sang ayah sudah sibuk membangunkan semua anaknya untuk bermunajat di atas sajadah, tepat saat Allah turun ke bumi.
Saat duduk di kelas 2 SMP. Tergerak hatinya ingin baiat mengikuti jejak ibu bapaknya. Sang ibu membawanya ke seorang tokoh besar Jemaat Ahmadiyah Garut. Suatu kebanggaan dibaiat oleh Beliau, penulis buku yang andal dan otentik.
Tamat SMA, sang anak desa hijrah ke kota yang memiliki banyak universitas bergengsi di Indonesia. Alhamdulillah, di tahun pertama Ujian Masuk Perguruan Tinggi, tak lulus ke mana pun. Mencoba bangkit dari sukses tertunda. Di tahun kedua, ia pun diterima di 2 Universitas Negeri.
Masa kuliah dijalani dengan bahagia. Saat kuliah, ia tetap mengikuti kegiatan Ahmadiyah di kota tersebut. Bersahabat dengan para mahasiswa dan senior penuh idealisme, menuntut ilmu dan semangat berkhidmat pada jemaat. Tahun kelulusan hampir tiba. Banyak perusahaan yang meminta para calon wisudawan. Alhamdulillah, tak ada masa menganggur. Lahan kerja sudah menanti sebelum wisuda.
Menikmati Karunia Berkhidmat
Waktu berjalan mengikuti alur. Saat asyik menjadi wanita karir, seorang anak lahir. Tugas sebagai ibu memanggil. Resign dari kantor. Hanya ada dua kegiatan, momong anak dan mengikuti kegiatan masjid. Menemukan karunia berkhidmat sebagai pengurus nashirat dan asisten waqf e nou.
Mengajar anak-anak di masjid tak disangka menjadi jalan Allah memberi ganti karir yang ditinggalkan. Seorang pemimpin sekolah meminta dia mengajar di sekolahnya. Jadilah dia seorang guru. Setelah ditekuni selama 5 tahun, dia diberi keajaiban diangkat menjadi PNS. Suatu hal yang sepertinya mustahil karena usianya yang tak muda lagi. Tapi ketetapan presiden yang hanya sekali keluar dalam sejarah pendidikan Indonesia telah menjadi bukti kebesaran Allah.
Sambil mengajar, kuliah lagi. Tamat kuliah, diminta oleh pemilik kampus untuk menjadi dosen di almamater. Di depan rumah, mengelola kursus. Allah berikan karunia berkhidmat di jemaat di berbagai bidang. Pernah menikmati karunia sebagai sekretaris sehat jasmani, sekretaris nashirat, sekretaris tabligh, sekretaris tarbiyat, sekretaris umum, bahkan ketua daerah.
Semuanya sangat membahagiakan dan penuh berkah. Memiliki sahabat dan akses se-Indonesia. Memiliki jaringan kelas menulis internal dan eksternal. Menyaksikan banyak keajaiban terjadi dari berkah kekuatan sebuah tulisan dan dampaknya pada kemanusiaan serta sosial masyarakat.
Bersama adik, kakak, ibu, tinggal di satu perumahan yang sederhana tapi nyaman dan lengkap dengna fasilitas yang dibutuhkan. Tetangga yang cocok, meskipun berulang kali banjir menerpa perumahan ini. seru sekali.
Selain banjir, keunikan warna khas daerah juga kerap terjadi di perumahan ini. Di setiap bulan puasa, selama seminggu awal ramadhan, masyarakat dari dua kampung sebelah datang ke perumahan di bakda shubuh. Mereka tawuran dengan heboh. Penonton tawuran akan datang berbondong-bondong. Ketika ditanya alasan kenapa tawuran, mereka bilang tidak ada alasan apa-apa. “Ini hanya budaya di sini sebagai cara menyambut dan memeriahkan puasa.” Mengherankan.
Masih bisa bersama dengan seorang Ibu yang berumur 90 tahun juga merupakan karunia tak terhingga. Layak jadi role model anak cucunya. Seorang lansia yang disiplin tajahud, salat tepat waktu, taat pada khalifah, selalu mengkhatamkan Quran, sukses menjadikan semua anaknya aktif dalam jemaat.
Tak terasa, karunia profesi keguruan yang Allah berikan telah dijalani selama 22 tahun. Alhamdulillah Allah masih berkati karunia menjadi pengkhidmat di Musyawarah Guru Sekabupaten di bidang literasi dan karya guru. Alhamdulillah juga diberkati memiliki teman-teman yang sayang, setia, dan bertoleransi.
Di penghujung setengah abad, Allah izinkan menikmati karunia berupa sakit. Berbagai penyakit dari yang biasa hingga yang langka karena yang hanya diidap oleh 1 dari 100.000 orang. Ini semua, adalah sarana dari Allah untuk penggugur dosa dan mendekatkan diri pada Allah SWT.
Kisah ini baru merupakan satu kisah dari seorang manusia. Betapa lengkap karunia yang Allah berikan. Semuanya di luar daya pikir manusia. Karunia kampung halaman yang indah dan sejuk. Memiliki keluarga rukun. Mengenal keyakinan imam zaman dan berselancar dalam perahunya yang memberikan sejuta keberkatan. Mendapat karunia berupa pendidikan, pekerjaan, pengkhidmatan. Bahkan, karunia berupa sakit.
Sekian trilyun manusia di dunia pasti punya kisah karunianya masing-masing dalam jumlah trilyunan jenis karunia dari-Nya. Apa pun kisahnya, semua memiliki inti yang sama. Ternyata hidup ini hanyalah perjalanan agar manusia menikmati karunia dari-Nya yang bertumpuk. Suka duka merupakan seni dinamika kehidupan. Aneka jenis suka adalah karunia. Demikian juga aneka jenis duka tetaplah karunia.
Barangsiapa dikehendaki oleh Allah dengan kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah/ujian kepada-Nya.
HR. Imam Al-Bukhari
Hidup adalah Karunia Besar
Bila manusia tidak diberi musibah, takkan mampu punya rasa syukur dan takkan mampu menyadari bahwa semua yang dianggap biasa dan dianggap memang sudah seharusnya itu, ternyata semuanya adalah karunia-karunia besar.
Haruskah menyesali ujian sebagai bukan karunia? Sungguh tak ada alasan untuk itu. Tak ada kenaikan kelas tanpa ujian. Tak ada soal ujian yang melebihi kemampuan seorang pelajar. Semua sudah terukur dan tertakar oleh ahlinya.
Tinggal di negara tropis dengan dua musim. Matahari senantiasa bersinar. Sungguh karunia besar. Tak mesti tersiksa dengan dinginnya es beku di musim salju. Tak tersiksa dengan panas menyengat di musim panas. Berpuasa hanya 12 jam selalu, tak perlu lebih dari itu.
Fabi ayyi aalaaa’i rabbikumaa tukazzibaan (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)
Ada pun rahasia yang belum manusia mampu pahami yaitu saat kelahiran, seorang Ibu harus mengalami sakit teramat sangat. Kemudian, di akhir hayat, pencabutan nyawa akan terasa sangat sakit luar biasa. Bahkan, kepada nabi kecintaan Allah pun tetap Allah berikan kesakitan teramat sangat.
Di alam kubur pun ada siksa kubur yang menyakitkan. Kemudian di alam mahsyar akan terjadi siksaan panas. Bahkan Allah telah sediakan neraka dengan api menyala-nyala. Kemudian di dalam kehidupan berikutnya, manusia akan berjalan sangat panjang dengan perbandingan di sini 1 hari di sana 1000 hari.
Apakah semua itu artinya Allah akan menyakiti manusia. Tentu tidak. Allah tetaplah Allah yang Maha Penyayang. Seperti halnya sakit, ujian, musibah Allah berikan maka demikian juga semua rahasia di atas tadi tentunya bukan Allah ingin menyakiti tapi sebaliknya itu pastinya tetaplah karunia.
Kalau pun terlihat seperti “kekejaman” itu pasti karena ilmu manusia yang belum mencapai ilmu Allah. Di atas semuanya, hanya satu hal yang harus manusia yakini. Apa pun bentuk pemberian dari Allah, pastilah karena Allah sayang. Allah Maha Penyayang jadi semuanya adalah karunia. Tak ada manusia yang mampu menghitung nikmat dan karuniaNya yang tak pernah berhenti di setiap helaan nafasnya. Bahkan, ketika di kehidupan nanti setelah nafas sudah tak ada lagi.
Penulis: Iim Kamilah (guru dan motivator)
One thought on “Mungkinkah Menghitung Karunia?”