By: Mln. Abdul Haq Kartono, Jember – Jawa Timur.[1]
Tuhan telah membekali manusia dengan segala sarana yang dengan sarana itu ia dapat menemukan jalan yang lurus, dapat menyaring yang benar dari yang salah, dan kebenaran dari kepalsuan.
Manusia diciptakan untuk memperagakan sifat-sifat Allah swt di dalam kehidupan sehari-hari, yang dalam bahasa Al-Quran dijelaskan; “Aku telah menciptakan jin dan manusia agar mereka mengenal-Ku dan menyembah-Ku” (51:57). Untuk tujuan tersebut manusia diberikan sarana jasmani dan juga rohani. Akal merupakan karya Allah swt yang khusus diberikan kepada manusia supaya bisa memilih antara jalan kebaikan dan keburukan. Sebagaimana firman-Nya; وهدينه النجدين bahwa “Kami telah menunjukan kepadanya dua jalan kebaikan dan keburukan” (90:11).
Maksud dari kata Al-Najdain adalah dua jalan raya kebaikan dan keburukan; dua jalan kebenaran dan kepalsuan; dan dua jalan raya kemajuan rohani dan jasmani. Tuhan telah membekali manusia dengan segala sarana yang dengan sarana itu ia dapat menemukan jalan yang lurus, dapat menyaring yang benar dari yang salah, dan kebenaran dari kepalsuan. Ia telah dianugerahi mata, baik mata rohani maupun jasmani, yang dengan itu ia membedakan kebaikan dari keburukan dan ia diberi pula lidah dengan dua bibir, agar ia dapat meminta petunjuk, dan di atas segala-galanya Tuhan telah meletakan di hadapannya tujuan tertinggi, supaya ia dapat membaktikan semua kemampuan dan kekuatan untuk mencapai tujuan itu.
Namun, langkah untuk mencapai tujuan itu manusia acapkali dihadapkan kepada situasi sulit antara memenuhi kebutuhan jasmani atau rohaninya sehingga tidak sedikit manusia terjebak pada jalan keburukan. Lantas bagaimana cara agar manusia bisa selamat dalam menumpuh jalan-jalan tersebut? serta dengan sarana-sarana apa manusia dapat meraihnya?
Hadhrat Masih Mau’ud, Mirza Ghulam Ahmad as memberikan penjelasan bahwa ada delapan sarana yang dapat ditempuh oleh manusia untuk tujuan tersebut;
Sarana pertama adalah mengenali Allah Ta’ala secara benar dan mengimani Tuhan Yang Hakiki. Sebab jika langkah pertama saja sudah salah, dan seseorang misalnya menjadikan burung atau hewan atau unsur-unsur zat atau anak manusia sebagai tuhan, maka bagaimana mungkin dapat diharapkan bahwa pada langkah-langkah berikutnya dia akan menempuh jalan yang lurus. Tuhan yang hakiki memberikan pertolongan kepada orang-orang yang mencari-Nya. Akan tetapi bagaimana mungkin benda mati dapat memberikan pertolongan kepada sesuatu yang mati? Dalam hal ini Allah swt memberikan tamsil yang indah, yaitu:
Yakni, Dia-lah Tuhan hakiki yang pantas dimintai doa, yang berkuasa atas tiap sesuatu. Dan orang-orang yang berseru kepada wujud-wujud selain Dia, wujud-wujud itu sedikit pun tidak dapat menjawab mereka. Keadaan mereka seperti orang yang sambil membuka telapak tangannya ke air lalu berkata, “Hai air datanglah ke mulutku!” apakah air itu akan datang ke mulutnya? Sekali-kali tidak! Jadi, barangsiapa yang tidak mengenal Tuhan yang hakiki, maka segala doa mereka menjadi sia-sia. (Q.S Ar-Ra’d, 13:15).
Sarana kedua ialah mendapatkan gambaran jelas tentang kejuitaan (حسن) serta keindahan yang lengkap lagi sempurna di dalam wujud Allah Ta’ala. Sebab kejuitaan adalah sesuatu yang secara alami menawan hati dan dengan menyaksikannya akan timbul kecintaan secara alami. Ada pun kejuitaan Allah Ta’ala itu terletak pada keesaan-Nya, kebesaran-Nya, kemulian-Nya, dan sifat-sifat-Nya. Sebagiaman berkata Al-Quran suci:
Yakni, Tuhan adalah Esa dalam zat-Nya, sifat-sifat-Nya dan kegagahan-Nya. Tak ada sesuatu yang bersekutu dengan Dia. Segala sesuatu bergantung pada Dia. Setiap zarah menerima anugerah hidup dari Dia. Dia sumber karunia bagi segala sesuatu dan Dia tidak menerima karunia dari suatu apa pun. Dia bukan anak seseorang dan bukan pula bapak seseorang. Bagaimana mungkin! Sebab tidak ada yang setara dengan Dia. (Q.S Al-Ikhlas 112:2-5].
Sarana ketiga adalah mengenal ihsan Tuhan (kebaikan yang lebih dari Tuhan). Karena pendorong rasa cinta itu terdiri dari dua hal; kejuitaan(حسن) dan ihsan (احسان). Sedangkan sifat-sifat ihsan Allah Ta’ala terdapat di dalam surah Al-Fatihah ayat 2-4. Di dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa ihsan yang sempurna terletak pada kenyataan bahwa Allah Ta’ala menciptakan hamba-hamba-Nya dari tiada, dan kemudian sifat rabbubiyat (pemelihara dan penjaga) senantiasa menaungi mereka, dan Dia sendiri yang merupakan penunjang bagi segala sesuatu, serta segala macam rahmat-Nya diwujudkan bagi hamba-hamba-Nya, dan ihsan-Nya tak terbatas sehingga tidak ada yang dapat menghitungnya.
Sarana keempat yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah doa. Sebagaimana Dia berfirman:
ادعوني استجب لكم-المؤمن ٦١-
Yakni, kamu berdoalah, aku akan kabulkan (40:61). Dan berulang kali Dia menarik minat untuk berdoa supaya manusia bukan karena kekuatannya sendiri, melainkan dengan kekuatan Tuhan meraih sesuatu.
Sarana kelima yang telah ditetapkan Allah Ta’ala untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah mujahadah. Yakni, mencari Allah Ta’ala dengan cara membelanjakan harta di jalan-Nya; dengan cara menyalurkan kemampuan-kemampuan di jalan Allah Ta’ala; dengan cara mengorbankan jiwa pada jalan Allah, dan dengan cara mengerahkan akal pikiran di jalan Allah. Sebagaimana Dia berfirman:
Yakni, belanjakanlah harta bendamu, jiwamu, dan dirimu beserta segenap kemampuannya pada jalan Allah (9:41). Dan apapun yang telah Kami anugerahkan kepada kamu—berupa akal, ilmu, pemahaman, keahlian dan sebagainya—kerahkanlah semuanya di jalan Allah (2:4). Orang-orang yang berusaha dengan segala cara pada jalan Kami, Kami selalu menunjukkan jalan Kami pada mereka (29:70).
Sarana keenam untuk mencapai tujuan sebenarnya yang telah Dia jelaskan ialah istiqomah. yakni, di jalan ini tidak bosan, tidak putus asa, tidak lelah, dan tidak gentar menghadapi cobaan. sebagiaman Allah Ta’ala berfirman:
Yakni, orang-orang yang berkata, “Tuhan Kami adalah Allah dan kami sudah menjauhkan diri dari tuhan-tuhan palsu,” kemudian mereka istiqomah, yakni tetap teguh menghadapi berbagai macam cobaan dan musibah, maka malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil berkata, “Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati, bergembira dan bersuka-rialah. Sebab, kamu telah menjadi pewaris kebahagiaan yang telah dijanjikan kepadamu. Kami adalah sahabatmu di dalam kehidupan dunia ini dan di akhirat” (41:31-32). Ayat ini mengisyaratkan bahwa dengan istiqomah manusia memperoleh keridhaan Allah Ta’ala.
Sarana ketujuh untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah bergaul dengan orang-orang sholeh dan memperhatikan tauladan-tauladan sempurna mereka. Jadi hendaknya diketahui bahwa salah satu sebab perlunya para nabi ialah, manusia secara alami memerlukan tauladan yang sempurna. Dan tauladan yang sempurna meningkatkan ghairat serta membangkitkan semangat. Sedangkan orang yang tidak mengikuti tauladan akan menjadi malas dan sesat. Ke arah inilah Allah swt mengisyaratkan di dalam ayat:
كونوا مع الصدقين-التوبة:١١٩
صراط الذين انعمت عليهم-الفاتحة:٧
Yakni, bergaulah kamu dengan orang-orang sholeh (9:119). Pelajarilah jalan orang-orang sebelum kamu yang telah mendapat karunia (1:7).
Sarana kedelapan adalah kasyaf suci, ilham suci, dan mimpi-mimpi suci dari Allah Ta’ala. Dikarenakan menempuh jalan menuju Allah Ta’ala merupakan suatu jalan yang sangat pelik dan dipenuhi oleh berbagai macam musibah serta penderitaan, dan mungkin saja manusia tersesat di jalan yang tidak nampak itu, atau dicekam rasa putus asa sehingga enggan meneruskan langkahnya ke dapan, oleh karena itu rahmat Ilahi menghendaki agar di dalam perjalanan tersebut Dia terus-menerus menghiburnya dan membesarkan hatinya serta terus-menerus mengukuhkan semangat dan meningkatkan ghairahnya. Jadi, demikianlah sunnah Allah yang berlaku terhadap orang-orang yang menempuh jalan-Nya. Yaitu, dari waktu ke waktu Dia menghibur mereka dengan kalam dan ilmu-Nya, dan Dia menzahirkan kepada mereka bahwa, “Aku ada bersama kamu.” Barulah mereka memperoleh kekuatan, kemudian dengan sangat cepat menempuh jalan tersebut.
Demikianlah delapan sarana yang telah dijelaskan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as, berdasarkan petunjuk dari Al-Quran Suci untuk mencapai tujuan sebenarnya manusia diciptakan. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan taufik dan kekuatan-Nya kita supaya dapat meraih tujuan hakiki yang telah Dia tetapkan kepada kita. Aamiin.
[1] Disarikan dari Buku Filsafat Ajaran Islam. Karya Hadhrat Masih Mau’ud, Mirza Ghulam Ahmad as.
Luar biasa mencerahkan